JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung menunggu audit perhitungan kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembiayaan, pengalihan utang, dan pengoperasian serta pemberi dana talangan oleh PT. PANN Pembiayaan Maritime kepada PT. Meranti Maritime. Sebanyak 19 saksi telah diperiksa untuk memperkuat bukti-bukti adanya dugaan pidana dalam kasus tersebut.

Tim penyidik telah meminta BPKP melakukan audit invetigatif atas kasus ini. Perkiraan perhitungan kerugian negara dari penyidik ditaksir sebesar Rp1,3 triliun. "Masih tunggu penghitungan kerugian negara, nanti perkembangannya kami sampaikan lagi," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah di Kejaksaan Agung, Senin (23/1).

Dalam kasus pemberian kredit oleh PT PANN ke PT Meranti, penyidik telah memeriksa dokumen kerjasama PT PANN dengan Meranti Group. Hasilnya ditemukan dugaan tindak pidana berupa mark up dalam pemberian fasilitas keuangan negara untuk pembelian kapal yang dilakukan oleh PT Meranti Maritime dan PT Meranti Bahari. Pada 2011 PT PANN mengucurkan kredit kepada perusahaan Group PT Meranti Maritime untuk pengadaan kapal Kapal KM Kayu Putih.

Namun dalam perjalanannya Kapal KM Kayu Putih ternyata tidak layak jalan dan tidak bisa beroperasi. Pembayaran cicilan kredit pun akhirnya mengalami kemacetan. Lalu Kapal KM Kayu Putih ini dikembalikan dalam kondisi tidak baik.

Saat itu utang tercatat yang belum dibayar kepada PT PANN mencapai US$18 juta dan Rp21 juta dengan jatuh tempo pembayaran pada 2015 lalu. Saat bersamaan PT Meranti Bahari, anak perusahaan dari PT Meranti Maritime, juga mendapat kucuran kredit dari PT PANN untuk membiayai pengadaan kapal KM Kayu Ramin sebesar US$27 juta dan Kapal KM Kayu Eboni sebesar US$27 juta. Dan yang dijadikan jaminan hanya kapal yang dibiayai tersebut tanpa disertai jaminan lainnya.

Tak hanya itu, PT PANN juga mengucurkan kembali kredit baru kepada PT Meranti Bahari sebesar US$9 juta untuk operasional eks pengadaan kapal Kayu Putih yang sudah dikembalikan sebelumnya. Bahkan tahun 2015 setelah itu PT PANN Pembiayaan Maritime kembali mengucurkan dana talangan tunai sebesar US$4 juta untuk operasional PT Meranti Maritime.

Dari sini dugaan bancak-membancak uang negara itu terjadi. Sebab pemberian dana talangan oleh PT PANN Pembiayaan Maritim diduga telah melanggar Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor: 29/POJK.05/2014 tentang Penyelengaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan mengenai larangan pemberian dana talangan.

"Keterangan dari saksi-saksi masih didalami oleh tim penyidik untuk diambil sikap," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Moh Rum.

SALING TUDING - Kasus ini sendiri kian meluas. Henry Djuhari selaku pemilik PT Meranti mengadu ke Komisi III DPR atas dugaan persekongkolan Maybank dengan kurator untuk mempaillitkan perusahannya. Persekongkolan mereka dengan tujuan agar Maybank dengan mudah menyita sejumlah aset PT Meranti yang dijadikan sebagai jaminan. Baik Maybank dan PT PANN selama ini merupakan kreditur pengadaan kapal PT Meranti.

Karena faktor ekonomi, PT Meranti tak sanggup membayar cicilan utangnya sehingga kasus tersebut masuk ke Pengadilan Niaga. Proposal restrukturisasi utang yang diajukan Meranti ditolak oleh Maybank sementara PT PANN menerimanya hingga akhirnya Pengadilan Niaga memutus PT Meranti pailit.

Merespon aduan Henry tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa mengatakan, ada dugaan penyimpangan penolakan tagihan dengan persekongkolan agar Maybank dapat mengusai aset nasabah dan menghilangkan hak PT PANN Maritime (persero). Kondisi itu dinilai merugikan negara.

Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu kemudian mendesak Kejaksaan Agung memeriksa semua pihak kasus pailit PT PANN termasuk Maybank. Hal itu untuk menyelamatkan aset milik PT PANN senilai Rp 1,3 triliun.

Pasalnya, aset perusahaan pelat merah itu hendak diambil-alih PT Bank Maybank Indonesia Tbk melalui persekongkolan dengan kuratornya di Pengadilan Niaga. "Persekongkolan ini yang harus segera ditelusuri oleh Kejagung. Ini harus dibongkar. Kejagung harus bertindak cepat menyelamatkan aset negara di PT Meranti Maritime," ujar Masinton dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (16/12/2016).

Diungkapkan PT Maybank telah mengambil langkah-langkah untuk menguasai aset PT PANN Maritime yang ada di PT Meranti. Padahal, aset PT PANN Maritime itu merupakan aset negara yang tidak boleh diambil siapapun tanpa persetujuan negara.

"Maybank tidak boleh secara sepihak menguasai aset-aset PT Meranti Maritime karena aset yang dijaminkan ke Maybank itu sebagian besar haknya dimiliki oleh BUMN. Makanya Kejagung harus cepat bertindak agar aset BUMN itu tidak dipindah tangankan.

Henry Djuhari sendiri membantah ada pidana korupsi. Malah sebaliknya pihak Maybank yang diduga melakukan pidana korupsi. Lantaran itu, Henry meminya penyidik memeriksa Maybank.

Justru Henry menuding ditariknya kasus ini ke persoalan pidana karena ada kepentingan bisnis pihak tertentu. Upaya itu dalam rangka menguasai aset-aset milik PT Meranti. Sebab jika ditemukan ada tindak pidana dalam kasus ini, pihak terkait itu akan dengan mudah menguasai aset perusahaan.

Seharusnya pihak Kejaksaan memeriksa pihak Maybank yang dengan sengaja menghalangi rencana tersebut. Hal ini menurut dia, terjadi semata-mata karena Maybank ingin menguasai aset.

"Kalau Maybank dibiarkan, akan terjadi kerugian negara yang sangat besar, apalagi disinyalir proses PKPU di Pengadilan Niaga berlangsung tidak wajar dan banyak fakta yang dipelintir," kata Henry.

Namun kuasa hukum PT Bank Maybank Indonesia Tbk, Yusril Ihza Mahendra membantah kliennya berupaya mempailitkan PT Meranti Maritime, sekaligus direkturnya, Henry Djuhary. Hal tersebut disampaikan Yusril di kantornya, Ihza & Ihza Law Firms, di bilangan Casablanka, Jakarta Selatan, Kamis (15/12).

BACA JUGA: