JAKARTA, GRESNEWS.COM - Polri perlu membenahi organisasinya agar tidak seperti gentong, yang gendut di tengah dan mengecil kualitas kerjanya ke bawah. Jika organisasi Polri masih dibiarkan seperti gentong, anggarannya akan terus menerus tersendot untuk gaji pegawai dan publik tidak pernah mendapatkan pelayanaan yang prima.

Catatan Akhir Tahun 2014 Indonesia Police Watch (IPW) terhadap Polri menunjukkan, organisasi Polri dalam bahaya. Sebab jajaran tengahnya
banyak yang "menganggur". Mulai dari pangkat AKBP, Kombes, dan Brigjen banyak yang tidak jelas kerja dan fungsinya. Di Jawa Barat saja, ada 127 AKBP yang tidak jelas kerjanya.

"Membengkaknya jajaran tengah Polri ini kerap membuat aksi saling sikut, KKN, lobi-lobi yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan posisi," kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Minggu (21/12).

Akibatnya, kata dia, jajaran tengah Polri tidak pernah berkonsentrasi kerja secara penuh. "Mereka sibuk mempertahankan posisi dan lobi-lobi ketat untuk bisa mengikuti pendidikan maupun mendapatkan posisi strategis," ujar Neta.

Beban kerja profesional ditumpukan seluruhnya ke jajaran bawah Polri yang kemampuan profesionalismenya sangat terbatas. Kondisi inilah yang kerap membuat publik mengeluhkan sikap, prilaku dan kinerja kepolisian.

Kondisi ini juga kerap membuat potensi ancaman dan konflik, termasuk konflik dengan TNI, tidak pernah terbaca secara cermat, untuk kemudian diantisipasi dengan maksimal. "Ketika konflik meletus baru semua pihak terkaget-kaget," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memberi sinyal positif untuk menyetujui kenaikan anggaran Polri 2015 sebesar Rp51 triliun. Angka itu merupakan kenaikan yang cukup signifikan lantaran pada awal tahun ini, anggaran Polri hanya mencapai sebesar Rp 45,975 triliun, itupun kemudian dipotong 12,5 persen atau Rp5,78 triliun sehingga tersisa Rp40,195 triliun.

Hanya saja, anggaran yang besar itu juga dikhawatirkan tidak membuat kinerja Polri membaik. Pasalnya tahun ini saja nyaris 75 persen anggaran atau sekitar Rp30 triliun habis untuk belanja gaji. Hanya sekitar 25% yang dipakai untuk membiayai kegiatan lainnya termasuk belanja modal.

Karena itu, menurut Neta, di 2015 Polri perlu mengevaluasi kondisi organisasinya secara cermat dan mengubah strategi rekruitmennya. Artinya, rekrut untuk Akpol dikurangi. Jika selama ini setiap tahunnya direkrut 300 taruna Akpol, ke depan bisa dikurangi hingga 150 taruna.

Sementara rekrut untuk SPN ditambah secara maksimal dan ditingkatkan kualitasnya agar Polri bisa memberikan pelayanan prima kepada publik. Besarnya jumlah rekrutmen untuk taruna Akpol, menurut Neta, hanya akan membuat pembengkakan jajaran tengah organisasi Polri.
Untuk menghindari pembengkakan di jajaran tengah, Polri perlu juga menawarkan pensiun dini bagi AKBP, Kombes, dan Brigjen. "Dengan adanya perampingan organisasi ini Polri lebih bisa menata anggarannya agar tidak tersedot untuk belanja pegawai," kata Neta.

Selama ini dengan 70 persen anggaran Polri tersedot untuk gaji pegawai, Polri seperti gentong besar yang tersandera pegawainya dan tidak bisa maksimal memberikan pelayanan pada masyarakat akibat terbatasnya anggaran operasional.

BACA JUGA: