JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus polisi dari Polres Jakarta Pusat yang diduga melakukan salah tangkap, yaitu menangkap seorang calon wartawan situs beritasatu.com Zulfikar dan menuduhnya sebagai gembong pencurian, akhirnya dilaporkan ke Komisi Kepolisian Nasional. Zulfikar yang diwakili kuasa hukumnya dari pihak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta hari ini, Rabu (11/6) mendatangi kantor Kompolnas untuk mengadukan nasib Zulfikar yang masih ditahan pihak kepolisian.

Dalam kesempatan itu Ahmad Hardi Firman, kuasa hukum Zulfikar, menceritakan kembali bagaimana polisi secara sembrono telah menangkap kliennya hanya berdasarkan informasi sepihak dari korban pencurian tanpa diperkuat keterangan saksi lain. Padahal pada malam kejadian, pada tanggal 27 Maret, Zulfikar dan kedua kawannya sedang berada di tempat lain yang jauh dari lokasi pencurian.

Ahmad mengatakan, di tanggal kejadian, Zulfikar sedang berada di tempat kosan temannya yang berada di Pasar rumput. "Sehingga tidak memungkinkan melakukan tindak kriminalitas yang dituduhkan di waktu yang bersaman," kata Ahmad.

Berdasarkan keterangan lain dari teman Zulfikar berinisial S kepada pengacara dari LBH Jakarta, pada hari kejadian, mereka sedang membuat acara masak-masak bersama Zulfikar dan tiga orang lainnya. "Dengan adanya alibi tersebut, polisi jelas melakukan pengesampingan bukti dengan hanya mendengar laporan korban pencurian," ujar Lana Teresa Siahaan kuasa hukum Zulfikar lainnya.

Ahmad mengatakan, penangkapan Zulfikar juga dirasa amat janggal. Pasalnya pada malam penangkapan, petugas polisi yang berjumlah enam orang tersebut tidak membawa surat tugas dan surat penangkapan. Tak habis di situ, sebelum dibawa ke kantor polisi, para korban dilakban kedua matanya dan dibawa ke beberapa tempat yang tidak dikenali. "Di tempat tersebut, mereka mendapatkan penganiayaan berupa pemukulan dan injakan di kepala," jelas Ahmad.

Namun menanggapi laporan itu, pihak Kompolnas malah mengembalikan kasus itu kembali ke pihak kepolisian. Komisioner Kompolnas Adrianus Meliala mengatakan, pihaknya akan meneruskan laporan ke Propam Mabes Polri.

Andrianus berjanji Kompolnas akan melakukan upaya pengawalan kasus itu dengan berfokus pada perilaku keenam oknum polisi dimaksud. "Untuk mengeluarkan Zulfikar sudah tidak bisa karena sudah dilimpahkan ke kejaksaan. Namun, yang dapat ditempuh sekarang hanyalah mengusut keterlibatan mereka," ujarnya kepada Gresnews.com, Rabu (10/6).

Yang berwenang mengusut, kata Adrianus, adalah pihak profesi dan pengamanan Polda Metro Jaya. Jika dari pengusutan Propam nanti terdapat bukti pelanggaran oleh keenam oknum itu, mereka bisa dikenakan sanksi sidang disiplin atau sidang kode etik. "Mereka tidak menunjukkan surat penangkapan saat kejadian. Ini harus ditindak serius oleh Polda!" tuturnya.

Dalam kesempatan itu, kuasa hukum Zulfikar lainnya, Lana Teresa mengatakan surat penangkapan baru diterima pihak Zulfikar, empat hari setelah dia ditangkap.

Adrianus mengakui penanganan kasus ini memang harus dilakukan secara hati-hati. Dia khawatir tatkala nantinya enam oknum polisi dimaksud terbukti bersalah dan mendapat persidangan etik, akan berpengaruh pada kasus Zulfikar. Hal ini dapat membuat kondisi Zulfikar di rutan Salemba menjadi tertekan dan tidak objektif dalam menyampaikan kesaksian. "Ini harus dipisahkan mana kasus pencuriannya, mana kasus penganiayaan oknum polisinya. Takut kalau macam-macam nanti diapa-apain."

Soal kasus pencuriannya sendiri, Adrianus yakin pihak kepolisian tidak sembrono dalam melakukan penangkapan. Dia yakin pihak kepolisian mempunyai saksi yang kuat sehingga berkas kasus pencurian ini tetap dilimpahkan ke kejaksaan hanya dalam waktu tiga bulan. "Polisi pasti punya argumen sehingga terus maju sampai tahap ini," ungkapnya.

Namun perkara saksi dibantah oleh Lana, ia menilai saksi tidak kredibel karena membenarkan keterlibatan korban hanya dengan melihat dari jarak jauh. "Saksi berada di dalam mobil," ujar Lana. Sedang satu orang teman korban telah dibebaskan karena saksi tidak mengenalinya. "Ini kan ada kemungkinan salah kenal," tuturnya.

Meski begitu, Adrianus membenarkan banyaknya oknum kepolisian yang berbuat di luar batas dengan mengesampingkan asas praduga tak bersalah dan melakukan penyiksaan serta penangkapan yang kurang berdasar. "Sayangnya sanksi yang diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) RI seperti hanya retorika. Mereka yang buat, mereka pula yang langgar," ujarnya.

BACA JUGA: