JAKARTA, GRESNEWS.COM - Bobroknya dunia peradilan kian terungkap melalui daftar panjang pengungkapan kasus suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap sejumlah hakim dan jaksa. Kondisi itu memunculkan keprihatinan banyak pihak. Perlu langkah-langkah khusus untuk menanggulangi darurat suap pengadilan.    

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menilai perkara suap yang meramaikan dunia peradilan disebabkan karena Mahkamah Agung (MA) tidak bisa menjaga independensinya. "Masih banyak praktik perkara yang disertai dengan suap. Kalau kita bicara independensi MA, semua persoalan independensi bisa datang dari internal peradilan tersebut," kata Arsul di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (24/5).

Politisi PPP itu mengungkapkan, ada seorang hakim yang diarahkan untuk memenangkan kelompok tertentu dalam sebuah perkara. Jika menolak patuh, si hakim akan dimutasi ke daerah pelosok. Asrul menambahkan, saat Komisi III DPR melakukan kunjungan kerja ke daerah-daerah, pihaknya menemukan ada hakim yang dimutasi karena dianggap melawan dan menolak memenangkan perkara tertentu dalam persidangan.

Sebelumnya Arsul mengatakan mafia kasus telah menghambat proses peradilan yang bersih dan bebas dari korupsi. Karena itu, penegak hukum seperti KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung harus memberantas praktik seperti itu. "Penegak hukum harus mendorong karena ini sudah mengganggu keadilan. Mafia kasus itu harus ditangani oleh lembaga hukum seperti KPK, Polisi, dan Kejaksaan," tandasnya.

Dia juga meminta MA untuk merevolusi mental para hakim dan pegawai di lingkungan peradilan agar tak ada lagi praktik mafia peradilan.


DARURAT PENEGAKAN HUKUM - Sementara itu, anggota Komisi III DPR Fraksi PDIP, Masinton Pasaribu, mengatakan operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK terhadap aparat penegak hukum mulai dari jaksa, panitera, dan hakim menandakan praktik suap di institusi penegakan hukum sudah menggurita.

Masinton mengungkapkan, tahun ini, dua perkara suap menyeret nama Mahkamah Agung. Kasus pertama terjadi pada Februari 2016. Saat itu penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Kasubdit Kasasi dan PK Perdata Khusus MA Andri Tristianto Sutrisna. "Dia diduga menerima uang dari pengusaha yang sedang berperkara," kata Masinton kepada gresnews.com, di Jakarta, Selasa (24/5).

Kasus kedua yakni suap panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Dalam kasus tersebut diduga melibatkan pejabat teras MA yakni Sekretaris MA Nurhadi.
 
Selain itu, sebelumnya KPK juga menangkap Ketua Pengadilan PT TUN Medan dan beberapa hakimnya karena memperdagangkan perkara dengan menerima suap dari pengacara kondang OC Kaligis.

"Banyaknya penyimpangan dan berbagai polemik terkait jual-beli perkara di pengadilan itu menjadi bukti pengadilan sebagai tempat bercokolnya mafia peradilan," tandasnya.

Dia menambahkan, pembenahan institusi penegak hukum seperti MA, Kejaksaan serta Kepolisian harus terus didorong dan diawasi agar sesuai dengan amanat reformasi dan penciptaan institusi negara yang bersih, efisien dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

"Perlu dan segera dilaksanakan pembenahan prioritas jangka pendek yaitu pengembangan transparansi, akuntabilitas dan profesionalitas kinerja seluruh institusi penegak hukum seperti MA, Kejaksaan dan Kepolisian," ujarnya.

Lanjutnya, operasi tangkap tangan Hakim di Bengkulu kemarin sekaligus menambah panjang daftar aparat penegak hukum yang ditangkap lembaga antikorupsi.

Sebelumnya, KPK telah menangkap beberapa hakim di Medan, Panitera di Jakarta, serta meringkus pejabat BUMN dan perantara yang diduga menyuap oknum pejabat kejaksaan tinggi DKI Jakarta. Kemudian menyusul penangkapan KPK terhadap oknum jaksa pada Kejati Jabar, Deviyanti Rochaeni dan Fahri Nurmallo lantaran diduga menerima suap dari Bupati Subang Ojang Sohandi terkait pengamanan perkara korupsi dana Jamkesmas Kabupaten Subang di Pengadilan Tipikor.

Bahkan dia mengungkapkan, seluruh penyelenggara negara, aparat penegak hukum maupun pihak swasta di seluruh Indonesia harus menyadari bahwa era sekarang ini adalah era keterbukaan bak dalam rumah kaca.

"Seluruh aktivitas bisa terpantau dengan cepat. Mentalitas lama seperti mental korupsi atau suap menyuap harus ditinggalkan dan dijauhkan sejak dalam pikiran maupun tindakan," paparnya.

Selain itu, penyelenggara negara maupun penegak hukum yang tidak meninggalkan cara dan mentalitas lama akan tergilas oleh zaman yang semakin terbuka.

Seperti diketahui sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap pejabat Pengadilan Negeri Kepahiang, Janner Purba. Bersama Janner yang ditangkap di rumah dinasnya, KPK juga meringkus sejumlah hakim maupun pihak penyuap dari PNS Provinsi Bengkulu.

BACA JUGA: