JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung mempercepat sejumlah perkara korupsi yang setahun lebih mandeg. Setidaknya 56 tersangka telah ditahan di Rumah Tahanan Cipinang cabang Kejaksaan Agung. Namun sejumlah tersangka, salah satunya Direktur PT Comradindo Lintasnusa Tri Wiyasa belum juga ditahan dalam kasus korupsi pembangunan Bank Jabar Banten (BJB) Tower.
 
Padahal mantan Kepala Divisi Umum BJB Wawan Indrawan telah ditahan sebulan lalu. Kejaksaan dituding diskriminatif dalam memperlakukan para tersangka.

"Tidak ada diskriminatif, kalau tersangka Tri Wiyasa selaku Direktur PT Comradindo Lintasnusa belum ditahan, bukan berarti tidak akan ditahan," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) R. Widyopramono di Kejaksaan Agung, Rabu (27/5).

Dengan nada diplomatis Widyo terus menampik adanya perlakukan diskriminatif terhadap tersangka korupsi. Ditahan atau tidaknya tersangka penyidik berpegang pada perundang-undangan. Penahanan semua bergantung atas pertimbangan penyidik.

Perlu diketahui, Tri Wiyasa ini telah dipanggil untuk diperiksa namun selalu mangkir. Bahkan, saat ini penyidik masih mencari keberadaan Tri Wiyasa yang selalu berpindah-pindah tempat.

Selain itu, Tri Wiyasa yang merupakan adik Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Tri Wicaksana diduga juga menjadi alasan Tri Wiyasa tak ditahan. Hanya saja, itu kemudian dibantah Direktur Penyidikan Jamidsus Maruli Hutagalung.

Maruli menegaskan belum ditahannya tersangka Tri Wiyasa bukan karena ada orang kuat. "Kami tidak akan pernah ragu untuk menahanan, seperti tersangka lainnya (Wawan Indrawan)," kata Maruli.

Namun ternyata, hingga kini Kejaksaan Agung tak kunjung menahan Tri Wiyasa. Maka patut dipertanyakan objektifitas dan profesionalisme Kejaksaan Agung menyidik satu perkara korupsi.

Diketahui, perkara BJB Tower telah disidik sejak 2013 oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat. Lalu, diambil alih oleh Kejagung pada tahun 2014. Namun kasus ini sempat mandek di Gedung Bundar, Kejagung, setelah bolak balik dari penuntutan ke penyidikan.

Proyek berawal ketika BJB berniat membeli 14 dari 27 lantai di T-Tower untuk gedung kantor cabang khusus di Jakarta pada 2006. Lahan ini milik PT Comradindo dan disepakati harga tanah sebesar Rp 543,4 miliar.

BJB membayar uang muka Rp217,36 miliar. Sisanya dibayar secara mengangsur sebesar Rp 27,17 miliar yang dibayar per bulan selama 1 tahun. Belakangan diketahui tanah yang hendak dipakai untuk pembangunan gedung T-Tower diduga milik perusahaan lain serta adanya dugaan penggelembungan harga tanah. Akibatnya negara diperkirakan mengalami kerugian senilai Rp 217 miliar lebih.

BACA JUGA: