JAKARTA, GRESNEWS.COM - Terselipnya berkas Peninjauan Kembali (PK) Zainal Abidin menjadi salah satu pertanyaan yang dilontarkan saat seleksi calon Hakim Agung. Terselipnya berkas selama 10 tahun ini dianggap sebagai permasalahan serius.

Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki bahkan menyatakan nyawa Zainal bisa saja terselamatkan jika berkasnya dikirim 10 tahun lalu ke MA. Berkas PK Zainal Abidin terselip selama sepuluh tahun di Pengadilan Negeri (PN) Palembang. Berkas baru dikirim setelah nama Zainal masuk daftar jaksa yang akan dieksekusi pada awal 2015.

Menanggapi permasalahan di atas, calon hakim agung Yosran menyatakan Ketua Pengadilan Negeri (KPN) Palembang orang yang paling bertanggung jawab dalam kasus itu. "Ketua pengadilan harus diberi sanksi," kata Yosran menjawab pertanyaan Suparman Marzuki dalam wawancara calon hakim agung di Gedung KY, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Senin (25/5).

Menurut Yosran, KPN tetap orang yang paling bertanggung jawab dalam perkara itu. Ketua pengadilan telah melanggar kode etik hakim dengan berbuat tidak profesional dalam pemberkasan dan pengawasan.

Dalam wawancara terbuka calon hakim agung itu, juga dibeberkan penilaian istri Yosran terhadap suaminya yaitu tidak romantis, tidak bisa merayu dan terlalu serius. Yosran, hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Surabaya itu hanya tertawa menanggapi testimoni istrinya.

Sebelumnya calon hakim agung Sunarto juga mendapat pertanyaan yang sama. Ia menyatakan pihaknya telah menelusuri kasus itu. Sebagai Kepala Badan Pengawas MA, ia telah menurunkan timnya untuk mencari penyebab terselipnya berkas tersebut tetapi belum menemukan siapa yang membuat berkas Zainal terselip.

"Dari tiga ketua pengadilan negeri, semuanya mengaku tidak ada yang mengetahui. Setiap laporan triwulanan, satu semester dan tahunan, tidak ada masalah," ucap Sunarto yang kembali mengikuti seleksi calon hakim agung kembali setelah ditolak DPR pada 2013 lalu.

Suparman Marzuki sebelumnya mengatakan terselipnya berkas Zainal merupakan kesalahan institusi negara yang tidak bisa dimaafkan. Zainal dihukum 18 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Palembang pada 2003. Lalu diubah menjadi hukuman mati oleh Pengadilan Tinggi (PT) pada 2004 dan kasasi dua bulan setelahnya.

Lantas ia mengajukan PK pada 2005 tetapi oleh PN Palembang tidak kunjung dikirim. Usai ramai nama Zainal masuk daftar tereksekusi mati, barulah PN Palembang mengirim berkas ke Mahkamah Agung (MA).

"Ini menghilangkan kesempatan orang mendapatkan kepastian dan keadilan hukum," cetus Suparman.

Usai diterima MA, majelis hakim PK langsung mengebut pemeriksaan. Vonis PK diucapkan pada hari Senin dengan hasil ditolak dan Zainal lalu dieksekusi mati pada Rabu (29/4) dini hari atau 2 hari setelah vonis PK. Menurut Suparman, prosedur beracara merupakan salah satu syarat terciptanya keadilan, tidak semata-mata mementingkan hukum materiil semata.

"Kalau saja saat itu (2005) berkas dikirimkan, bisa saja dikabulkan dan tidak jadi dieksekusi mati," papar Suparman. (dtc)


BACA JUGA: