JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa Chairman mataharimall.com yang juga mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar. Emirsyah diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka dalam kasus pengadaan dan pembelian mesin pesawat Garuda Indonesia pada saat dirinya menjabat sebagai dirut di maskapai penerbangan milik negara itu.

Emirsyah datang cukup pagi di Gedung Baru KPK, Jalan Kuningan Persada, Kavling K4, Jakarta Selatan sekitar pukul 09.00 WIB. Ia diperiksa sekitar hampir 9 jam oleh tim penyidik mengenai kasus yang membelitnya. Setelah keluar pemeriksaan sekitar Pukul 17.45, Emir memberikan keterangan kepada wartawan.

"Kita Kooperatif apa adanya agar proses ini bisa lebih cepat. Jadi inilah yang kami inginkan dan tentunya kami harapkan ini enggak mengganggu Garuda sendiri ya," kata Emirsyah di Gedung KPK, Jumat (17/2).

Sementara itu pengacara Emirsyah, Luhut Pangaribuan membantah segala keterlibatan kliennya dalam perkara ini, termasuk mengenai adanya aliran suap yang disangkakan oleh KPK senilai lebih dari Rp20 miliar untuk pengadaan mesin pesawat dari Rolls Royce. "Ya itu tidak ada. Tidak ada. Sama sekali tidak ada. Itu sudah disampaikan tadi," kata Luhut yang mendampingi kliennya.

Saat ditanya mengenai pengadilan Inggris yang telah menjatuhi hukuman kepada Rolls Royce karena terbukti melakukan suap di berbagai negara termasuk kepada Emirsyah pada saat pengadaan mesin pesawat, Luhut enggan mengomentarinya. Ia berdalih jika hal tersebut tidak ada hubungan dengan kliennya. "Ya itu urusan Rolls Royce lah kalau yang itukan tidak ada hubungannya," tutur Luhut.

Pengadilan Inggris diketahui menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp11 triliun kepada Rolls Royce karena memberi suap para pejabat di berbagai negara termasuk Indonesia. Luhut bersikukuh, pengadaan mesin pesawat Trent 700 untuk Garuda telah sesuai dengan prosedur yang ada.

Emirsyah, kata Luhut, sama sekali tidak melakukan pelanggaran apapun apalagi menerima suap selama kepemimpinannya di perusahaan BUMN itu dalam kurun waktu 2005-2014.

Terkait perkara ini, sebelumnya KPK juga sudah memeriksa mantan Direktur Teknik Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno. Hanya saja yang bersangkutan memilih bungkam setelah diperiksa KPK. Hadinoto meninggalkan gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (16/2/2017) sekitar pukul 19.10 WIB. Dia enggan menjawab pertanyaan wartawan yang telah menunggunya.

Selain Hadinoto, KPK sebenarnya memanggil Vice President Aircraft Maintenance Management Garuda Indonesia Batara Silaban, namun tidak hadir. "Pemeriksaan hari ini, saksi Batara Silaban untuk tersangka ESA (Emirsyah Satar) tidak hadir," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah.

Sebagai informasi, KPK telah meminta Imigrasi mencegah Hadinoto untuk bepergian ke luar negeri. Permintaan cegah itu berlaku dari 16 Januari 2017 hingga 6 bulan ke depan karena, apabila sewaktu-waktu KPK memerlukan keterangannya, yang bersangkutan tidak berada di luar negeri.

KPK telah menetapkan Emirsyah Satar dan Dirut PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedarjo, sebagai tersangka. KPK memastikan kasus itu berkaitan dengan individu, bukan korporasi.

KPK TAK TERPENGARUH - Terkait dugaan suap, pihak Emirsyah boleh saja membantahnya. Namun KPK menegaskan, mereka memiliki bukti kuat soal suap itu. Febri Diansyah menegaskan, lembaga antirasuah tersebut telah mempunyai bukti permulaan yang cukup dalam menetapkan Emirsyah sebagai tersangka.

Menurut Febri, bantahan dari para tersangka merupakan hal lazim dan pihaknya juga sudah terbiasa mengenai hal tersebut. Para tersangka, kata Febri memang mempunyai hak ingkar untuk tidak mengakui segala perbuatan yang dilakukan.

"Kami sudah terbiasa bantahan tersangka, meskipun saat ini ada fenomena mereka mengakui perbuatan dan menjadi JC (Justice Collaborator), tentu KPK tidak tergantung pada bantahan," kata Febri.

Febri menegaskan, KPK bekerjasama dengan sejumlah pihak untuk mengungkap perkara ini, termasuk dari lembaga antikorupsi yang ada diluar negeri. Lembaga antikorupsi Singapura (CPIP) dan lembaga antikorupsi Inggris (SFO) cukup banyak memberikan informasi kepada KPK untuk mengusut kasus tersebut.

"Contoh kerjasama dengan CPIP di Singapura sudah ada info terkait aliran dana sampai kami pastikan di penyidikan. Proses terpisah di Inggris, SFO mengakui ada sejumlah fakta dan alokasi dana pejabat-pejabat salah satunya di Indonesia, yaitu ESA," ujar Febri.

Daripada terus mengelak, Febri justru menyarankan para tersangka korupsi termasuk Emirsyah untuk mengakui perbuatannya. Sebab hal tersebut selain membantu KPK dalam mengungkap suatu perkara, juga dapat meringankan hukuman yang diajukan melalui surat tuntutan Jaksa di pengadilan.

"Setiap tersangka punya hak bicara atau tidak termasuk jadi JC, ketika jadi JC penegak hukum mengapresiasi dan salah satu yang dipertimbangkan apakah tersangka akui perbuatan dan beri keterangan seluas-luasnya terkait pelaku yang lebih besar. Kalau jadi JC, ada pengakuan dari pihak tersangka itu dihitung faktor meringankan," jelas Febri.

SUAP LEBIH DARI Rp20 MILIAR - Pada 19 Januari 2016 lalu, KPK secara resmi mengumumkan penetapan tersangka atas Emirsyah Satar. Ia disangka menerima suap dari Benefecial Owner Connaught International Pte Ltd, Soetikno Soedarjo. Pemberian suap ini dalam rangka pembelian mesin pesawat Garuda Indonesia dalam kurun waktu 2005 hingga 2014. Maka tak heran jika uang suap yang dterima Satar cukup besar yaitu lebih dari Rp40 miliar dengan berbagai bentuk.

"ESA diduga terima suap dari SS dalam bentuk uang dan barang, €1,2 juta. US$180 ribu atau Rp20 miliar dan barang senilai US$2 juta yang tersebar di Singapura dan Indonesia," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif di kantornya, Kamis (19/1).

Syarif melanjutkan suap diberikan terkait pembelian mesin pesawat Garuda Indonesia berjenis airbus dari perusahaan Rolls Royce sebanyak 50 unit. KPK sendiri tidak bisa menjerat Rolls Royce dalam perkara ini karena lokasinya diluar batas yuridiksi. Apalagi pengadilan Inggris telah menghukum perusaahaan tersebut dengan denda £671 juta.

Soetikno sendiri merupakan perantara perantara perusahaan tersebut dan di Indonesia merupakan pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) yang berlokasi di Jalan Tb Simatupang, Jakarta Selatan. Perusahaan ini sama sekali tidak berkaitan dengan mesin pesawat tetapi bergerak di bidang media dan gaya hidup.

Atas perbuatan tersebut, Emirsyah dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Piana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana dengan ancaman maksimal seumur hidup atau 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

Sedangkan Soetikno dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Piana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana dengan ancaman maksimal 5 tahun dan denda Rp250 juta.

BACA JUGA: