JAKARTA - Saksi anggota Tim Pengadaan Pesawat PT Garuda Indonesia, Puji Nur Handayani, memaparkan perbandingan kelebihan antara pesawat pabrikan Bombardier dan Embraer dengan langsung menghubungi pabrikan tidak melalui perantara atau perusahaan intermediary. Hasilnya Embraer lebih unggul dalam hal penggunaan fuel (bahan bakar).

Hal itu disampaikan Puji dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pengadaan pesawat dan perawatan mesin Garuda dengan terdakwa mantan Direktur Teknik Hadinoto Soedigno. Dalam persidangan ini saksi lainnya yang dihadirkan selain Puji adalah pemilik PT Pegasus, Kabul Riswanto.

Menurut Puji, berdasarkan hasil analisis tim merekomendasikan Embraer dengan spesifikasi keunggulan di fuel cost (irit bahan bakar), jarak pendaratan dan take-off, serta kapasitas penumpang dari data pabrikan.

"Jadi penggunaan fuel atau bahan bakar juga tak ada. Kita peroleh dari pabrik. Karena kami tidak bisa menghitung apapun, karena software-nya segala belum ada. Selama pesawatnya belum ada di Garuda kita tidak bisa menghitung apapun. Jadi semua datanya adalah data-data dari pabrikan," kata Puji di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti oleh Gresnews.com, Jumat (23/4/2021).

Puji menjelasan meminta pada pabrikan untuk menghitung penggunaan bahan bakar dengan rute-rute yang ditentukan oleh bagian perencanaan di Garuda.

"Dengan rute seperti ini sampaikan kepada kami berapa jumlah fuelnya, berapa pilot atau tadi itu penumpang dan kargonya," jelasnya.

Selain itu, mengenai perbandingan antara fuel Embraer dan CRJ seperti apa dari awalnya, Puji mengatakan bahwa awalnya adalah 10 persen, kemudian yang terakhir sampai bisa lebih hemat mencapai 16 persen.

"Dari materi atau perhitungan yang kami dapatkan dari pabrik. Jadi yang disampaikan ke kami dari pabrik adalah pure dalam bentuk volume atau kuantity bukan harga," terangnya.

Kemudian, Puji menuturkan mengenai perhitungan route performance. Route performance seperti Jakarta sampai Surabaya dihitungkan berapa fuelnya, berapa pilot, penumpangnya dan kargo segala macam.

"Jadi tidak ada perhitungan sendiri," ujarnya.

Namun PT Garuda Indonesia justru memakai 18 pesawat bombardier dan Puji juga mengetahui. Akhirnya Garuda membentuk tim optimalisasi karena pesawat yang datang tidak memenuhi ekspektasi seperti yang diharapkan.

Adapun Hadinoto Soedigno atas perbuatannya tersebut didakwa menerima uang US$ 2,3 juta, Euro 477 ribu dari Airbus S.A.S, Roll-Royce Plc, dan Avions de Transport Régional (ATR) melalui intermediary Connaught International Pte Ltd ) dan PT Ardhyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedardjo serta dari Bombardier Canada melalui Hollingsworld Management International Ltd Hongkong ( HMI) dan Summerville Pasific Inc.

Pemberian fee tersebut agar Hadinoto bersama-sama dengan mantan Dirut Garuda Emirsyah Satar dan Kapten Agus Wahjudo melakukan intervensi dalam pengadaan pesawat Airbus A.330 series, Pesawat Airbus A.320, Pesawat ATR 72 serie 600 dan Canadian Regional Jet (CRJ) 1000 NG serta pembelian dan perawatan mesin (engine) Rolls-Royce Trent 700 series di Garuda Indonesia periode tahun 2005 sampai dengan 2014.

Hadinoto juga didakwa menyamarkan penerimaan hadiah fee imbalan atas proyek pesawat tersebut dengan mentransfer ke rekening pribadi dan keluarga yakni atas nama Tuti Dewi, Putri Anggraini Hadinoto dan Rulianto Hadinoto tahun 2015-2016. (G-2)

BACA JUGA: