JAKARTA, GRESNEWS.COM - Selain PDIP, Koalisi Perempuan, Perkumpulan Masyarakat Pembaruan Peradilan Pidana Kuasa, Febi Yonesta dan JJ Rizal, permohonan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 Tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD (UU MD3) juga dimohonkan oleh Dewan Perwakilan Daerah. DPD menilai UUD MD3 inskonstitusional secaraformil dan materiil.

Inskontitusional formil diantaranya melanggar tata cara dalam melaksanakan perintah pendelegasian pembentukan peraturan sebagaimana ditegaskan konstitusi, seharusnya menurut anggota DPD asal Propinsi Bali ini pembentukan UU MPR, UU DPR, dan UU DPD secara tersendiri.

Kemudian dalam paragraf 1 pembentukan UU Pasal 162 – 174 UU MD3 yaitu seluruh ketentuan paragraf ini harus masuk dalam UU MD3, karena di dalam perintah pendelegasian Pasal 22A UUD 1945 menegaskan: Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.

Selanjutnya, proses pembentukan UU MD3 dinilai melanggar ketentuan pasal 22D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 yang memberikan wewenang konstitusional DPD mengajukan dan ikut membahas RUU. "Dalam hal ini DPD tidak diikutsertakan dalam proses pembentukan UU MD3," tutur Ketua Tim Litigasi DPD RI I Wayan Sudirta menyebutkan seperti dikutip dari laman dpd.go.id, Senin (1/9).

Sementara yang dianggap inskonstitusional materiil meliputi inskonstitusionalitas dalam fungsi legislasi; Inskonstitusionalitas dalam hubungan antar lembaga perwakilan; Inskonstitusionalitas dalam penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN.

Kata I Wayan, RUU MD3 Inskonstitusionalitas dalam fungsi legislasi terdapat pada pasal 166 ayat (2) dan Pasal 167 ayat (1) UU MD3, Pasal 276 ayat (1) UU MD3, Pasal 277 ayat (1) UU MD3, Pasal 165 dan Pasal 166 UU MD3, Pasal 71 huruf c UU MD3, Pasal 170 ayat (5) UU MD3, Pasal 171 ayat (1) UU MD3, Pasal 249 huruf b UU MD3.

Ia mencontohkan, inskonstitusionalitas dalam fungsi legislasi diantaranya mengenai pemasungan konstitusional terhadap DPD karena RUU yang diajukan DPD "difilter" oleh pimpinan DPR untuk disampaikan kepada Presiden.

Pokok-pokok inskonstitusionalitas dalam hubungan antar lembaga perwakilan terkait pengaturan diskriminatif antar lembaga perwakilan, ketiadaan kesejajaran kedudukan lembaga perwakilan, dan pengingkaran terhadap Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012. Diantaranya, anggota DPR harus mendapat persetujuan Mahkamah Kehormatan DPR untuk dapat dianggil dan diperiksa, sedangkan ketentuan tersebut tidak berlaku untuk anggota DPD dan MPR.

Diskriminasi lainnya, peniadaan pengaturan Anggota DPR diberhentikan antarwaktu apabila tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPR sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut, namun untuk anggota DPD ketentuan tersebut masih ada.

Sedangkan pokok-pokok yang dinilai inskonstitusionalitas dalam penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN diantaranya terkait penghapusan bagian penyidikan untuk anggota MPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota.

Penghapusan tugas dan wewenang DPR untuk membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan BPK serta penghapusan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara.

Menurut Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD ini, UU MD3bertentangan dengan UUD 1945 yang telah diberikan tafsir oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No.92/PUU-X/2012. Dengan disetujuinya UU Nomor 17 Tahun 2014 ini, DPR dianggap telah menghinakan putusan MK.

"Ketika keputusan berkaitan DPD dijatuhkan, putusan tidak diakomodir, seharusnya tidak bisa diabaikan. Kalau terus menerus tidak diakomodir, ini bermain-main dengan negara. Kejaksaan, kepolisian, KPK dirugikan, DPD dirugikan," tegasnya.

Sementara kuasa hukum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Andi Muhammad Asrun mengaku sehari setelah mendapat nasihat dari hakim Mahkamah Konstitusi untuk memperbaiki permohonan yang dimohonkan klienya, ia langsung menyerahkan perbaikan tersebut ke kepaniteraan MK.

Meski MK memberikan waktu 14 hari untuk melakukan perbaikan, Andi dan timnya punya alasan segera memperbaiki permohonan tersebut. Tujuannya agar permintaannya kepada MK agar mengeluarkan putusan sela untuk menunda berlakunya UU MD3 hingga MK memberikan putusan terhadap permohonan PDIP. "Ya, setelah sidang pertama digelar, kami langsung memperbaiki permohonan," kata Asrun kepada Gresnews.com, Minggu (31/8) kemarin.

Seperti diketahui,  MK telah menggelar sidang perdana gugatan UU MD3 yang dimohonkan lima pemohon berbeda. Sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan (I) ini di Gedung MK, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (28/8).

BACA JUGA: