-
Menanti Campur Tangan Jokowi dalam Konflik KPK-DPR
Minggu, 03/09/2017 15:00 WIB
Sejumlah pihak mendesak Presiden Joko Widodo turun tangan mengakhiri polemik antara KPK dan Pansus Hak Angket.Mengungkit "Borok" Hubungan KPK DPR Memanas
Minggu, 03/09/2017 12:00 WIBDalam RDP Aris menjelaskan ada satu perkara korupsi yang kerugian negaranya lebih besar dari kasus e-KTP. Jumlah kerugiannya fantastis, yakni Rp 4,6 triliun. Hal ini terungkap saat salah satu anggota Pansus menyoroti kerap bocornya data kasus yang sedang ditangani KPK ke publik.
DPR Anggap Pimpinan KPK Arogan di Kasus Pansus Angket KPK
Jum'at, 01/09/2017 19:28 WIBKetua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengkritik pernyataan Ketua KPK Agus Rahardjoyang menyebut pasal tipikor dapat diterapkan kepada Pansus Angket KPK bila terus menghambat kinerja KPK. Bambang, yang akrab disapa Bamsoet, menilai pernyataan Agus arogan.
"Komisi III DPR RI menyesalkan sikap pimpinan KPK terkait pernyataannya yang menuding Pansus Hak Angket DPR untuk KPK itu ilegal dan akan menjerat semua anggota Pansus Hak Angket dengan pidana tipikor," ujar Bambang dalam keterangan tertulis, Jumat (1/9/2017).
Saat menanggapi soal dinamika Pansus Angket KPK, Agus memang menyebut masih menunggu hasil putusan Mahkamah Konstitusi soal keabsahan hak angket tersebut di DPR. Agus juga mengatakan KPK bisa menerapkan pasal tindak pidana korupsi (tipikor) kepada Pansus Angket karena dianggap merintangi penyidikan.
Pansus Angket sudah berkali-kali meminta pimpinan KPK datang, namun hingga saat ini tak pernah digubris. "Pernyataan tersebut jelas offside dan arogan serta mengandung konsekuensi hukum," tuturnya.
Bamsoet lalu menilai Agus berbicara seperti itu karena merasa KPK tengah ´ditelanjangi´ oleh kinerja Pansus Angket. Dia juga mengingatkan Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK Aris Budiman dari pihak internal sudah mengungkap ´jeroan´ lembaga antirasuah itu sendiri.
"Kami memahami kegalauan pimpinan KPK karena pada akhirnya sisi gelap KPK mulai terkuak di Pansus Hak Angket DPR untuk KPK. Bukan oleh orang lain," kata Bamsoet.
"Tapi oleh orang dalam sendiri yang sudah tidak tahan lagi melihat institusi KPK yang begitu dipercaya rakyat disalahgunakan dan agenda pemberantasan korupsi dibajak untuk kepentingan tertentu di luar hukum," imbuhnya.
Bamsoet lalu menyinggung sikap Presiden Joko Widodo terhadap Pansus Angket. Politikus Partai Golkar ini menyinggung reaksi Jokowi yang tak mau mencampuri dinamika Pansus Angket, termasuk sikap Dirdik Aris Budiman, yang terkesan menyerang institusi tempat kerjanya.
"Kalau saja pimpinan KPK mau melakukan introspeksi diri, sebenarnya sudah beberapa kali Presiden Jokowi menyentil KPK. Dalam pidato kenegaraan 17 Agustus lalu, Presiden sudah menyampaikan pesan yang sangat jelas," kata Bamsoet.
"Bahwa tidak boleh ada satu lembaga pun di negara ini yang merasa memiliki kekuasaan absolut. Harusnya para pimpinan KPK sadar, kepada siapa pernyataan itu ditujukan," sambungnya.
Bamsoet menilai peringatan Jokowi itu ditujukan untuk KPK. Termasuk pernyataan Jokowi seusai salat Idul Adha di Sukabumi, Jawa Barat, saat dimintai tanggapan mengenai manuver Aris Budiman.
"Walaupun dirinya didesak-desak agar segera turun tangan menghentikan langkah Pansus Hak Angket karena akan melemahkan KPK, Jokowi tegas menjawab tidak mau ikut campur dan mengurusi Pansus Hak Angket," beber Bamsoet.
Anggota Dewan yang juga tergabung dalam Pansus Angket KPK itu menyebut aktivitas mereka sudah dijamin konstitusi. Bamsoet mengatakan tak ada yang dilanggar oleh Pansus Angket KPK di DPR.
"Kapolri, Jaksa Agung secara tegas mendukung keberadaan Hak Angket. Demikian juga dengan sikap Presiden sebagai penanggung jawab tertinggi pemerintahan. Sampai detik ini tidak pernah mempermasalahkan keberadaan Hak Angket DPR untuk KPK," urainya.
"Kita semua ingin menyelamatkan KPK sebagaimana disampaikan Direktur Penyidikan Brigjend Pol Aris Budiman di sidang Pansus beberapa waktu lalu," tambah Bamsoet.
Menurutnya, Komisi III sebagai mitra kerja KPK memiliki keharusan mengingatkan dan mengimbau pimpinan KPK. Bamsoet meminta pimpinan KPK bisa menahan diri dengan tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang dianggap akan menjadi kontraproduktif bagi hubungan KPK dengan DPR.
"Marilah kita saling menghargai dan menghormati tugas UU kita masing-masing. Dan biarkanlah kebenaran menemukan jalannya sendiri. Tidak perlu kita halang-halangi," tukasnya.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Pansus Taufiqulhadi. Dia juga menyebut Agus arogan atas pernyataan tersebut. "Pernyataan ini jelas menunjukkan arogansi para pimpinan KPK, yang beranggapan bahwa lembaganya itu selalu lebih baik dari lembaga lain. Sementara karena lembaga lain lebih buruk, maka tidak masalah untuk dihancurkan wibawa dan kredibilitasnya," ucap Taufiqulhadi dalam keterangan terpisah.
"Tapi pernyataan ini juga sekaligus cerminan rasa bingung para pimpinan KPK menyusul makin terkuaknya berbagai praktik abuse of power di lembaga tersebut," imbuh politikus NasDem ini. (dtc/mf)Dirdik Datang ke Pansus, KPK Gelar Sidang Dewan Pertimbangan Pegawai
Kamis, 31/08/2017 16:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menyikapi kehadiran Direktur Penyidikan KPK Brigjen Aris Budiman di Pansus Angket KPK tanpa izin. KPK langsung menggelar sidang Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) terdapap Aris.
Ketua KPK Agus Rahardjo kepada wartawan
mengakui telah menggelar sidang Dewan Pertimbangan Pegawai.
"KPK punya aturan internal. Bentuk pelanggaran apa pun, kita punya aturan. Tadi pagi ada sidang DPP. Nah, hasilnya belum dilaporkan malam ini. Kami menunggu hasil rekomendasi itu," ujar Agus di gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (30/8).
Menurut Agus, Sidang DPP dapat ditindaklanjuti dengan pemeriksaan lanjutan terhadap Aris. Sidang internal dilakukan karena Aris dianggap tidak menaati aturan terkait kehadirannya di Pansus Angket KPK pada Selasa (29/8).
"Di DPR dia menyebut melawan pimpinan, itu kenyataan yang kemudian kita dengar dari RDP," sambungnya.
Agus menjelaskan selama proses pemeriksaan internal, Ari tetap bertugas dalam penanganan penyidikan perkara di KPK. Selama belum ada putusan yang bersangkutan masih tetap bekerja seperti biasa.
"Selama belum ada keputusan apa pun, masih berjalan, dong. Walaupun di bawah dia, di atasnya masih ada deputi dan masih ada kami," ujarnya.
Sementara, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan persoalan perbedaan pendapat dikalangan internal yang disampaikan Aris ke DPR. Menurut Basariah merupakan sesuatu yang wajar. Ia juga meyakini persoalan terkait Aris masih bisa diselesaikan.
"Seribu orang nggak mungkin punya pemikiran yang sama. Pasti ada satu A, satu B. Menurut kami, ini masih bisa diselesaikan," tuturnya.
Sebelumnya Aris menyampaikan mau memenuhi undangan Pansus KPK karena hal itu dianggap legal berdasarkan pendapat pakar. Ia mengakui langkah hadir di Pansus melanggar perintah pimpinan KPK.
"Kita tahu tugas DPR diatur dalam konstitusi negara. Ahli-ahli yang dipanggil jelas, empat ahli menyebutkan tindakan yang dilakukan Pansus ini adalah legal. Memang belum ada mengajukan ke MK judicial review, dan saya memilih datang," ujarnya saat di gedung DPR. (dtc/rm)PPP Bantah Fahri, Pansus Sudah Pastikan Merevisi UU KPK
Kamis, 24/08/2017 14:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pernyataan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang mengklaim DPR pasti akan merevisi UU 30/2002 tentang KPK, dibantah anggota Pansus Hak Angket KPK. Anggota Pansus Hak Angket KPK dari F-PPP Arsul Sani menyebut pernyataan tersebut berasal dari bersifat pribadi Fahri dan bukan keputusan Pansus.
"Apa yang disampaikan baik Pak Fahri maupun anggota pansus yang lain itu baru pandang pribadi atau dari poksi belum menjadi keputusan," ujar Arsul di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (23/8).
Asrul menegaskan pernyataan UU KPK harus direvisi, hal itu baru sebuah ide. Sebagai sebuah ide hal itu sah-sah saja, tetapi hal itu belum menjadi keputusan pansus. Sebab menurutnya, masih banyak pendapat lain.
Kendati menegaskan bahwa kepastian revisi UU KPK merupakan pernyataan pribadi Fahri. Namun disebutkannya bahwa soal revisi UU KPK bisa saja dilakukan, hal ini mengingat masih tercantumnya usulan itu di program legislasi nasional (prolegnas).
"Terkait dengan revisi UU KPK, ini kan bukan soal pansus revisi UU. Kan secara resmi sudah menjadi kesepakatan pemerintah dan DPR dan itu ada di prolegnas dan belum dicabut sampaikan sekarang," tuturnya.
Namun Arsul mwelihat jika revisi UU KPK disepakati, pasti akan timbul perdebatan dimana-mana. Untuk itu ia menyarankan harus ada penjabarkan terlebih dahulu apa yang hendak direvisi dalam UU KPK sekarang.
Ia menyebut, PPP sendiri dari awal sudah konsisten bahwa KPK itu sebagai anggota Ad Hoc dan dibatasi umurnya. "Namun meskipun dibatasi dengan umur , misalnya 20 tahun. Kami menandang itu nggak pas," sebutnya.
Argumentasinya, melihat Hong Kong yang indeks persepsi korupsinya sudah baik saja, KPK-nya yang di dirikan sejak tahun ´74 sampai sekarang masih dipertahankan.
Asrul mengandaikan, jika disepakati revisi UU KPK, namun apabila ada perubahan kewenangan KPK dalam hal penyidikan, Arsul menegaskan PPP cenderung tak akan setuju. Ia mengaku hanya setuju jika yang direvisi hanya persoalan persoalan-persoalan pengawasan transparansi dan penegakan hukum. Termasuk juga penguatan lembaga KPK, misalnya dengan kedeputian korsup (koordinasi dan supervisi). Selama ini KPK mengeluhkan kesulitannya memfokuskan diri pada korsub karena tidak ada kedeputian.(dtc/rm)Fahri Sebut UU KPK Dipastikan Akan Direvisi
Rabu, 23/08/2017 18:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengklaim UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dipastikan akan direvisi. Tak hanya itu Fahri juga mendesak presiden Joko Widodo untuk segera menerbitan peraturan pemerintah pengganti UU (Perppu) KPK, selama menunggu proses revisi tersebut.
"Kalau revisi (UU KPK) itu sudah pastilah, karena penyimpangan sudah terlalu banyak," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (23/8).
Fahri meminta Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla (JK) segera membaca soal 11 temuan sementara Pansus Hak Angket KPK. Ia meyakini istana mengikuti dengan baik perkembangan yang terjadi di DPR terkait kasus Pansus Angket KPK yang harus dipandang secara positif.
Ia menyatakan bahwa untuk merevisi UU KPK, memang harus ada kerja sama antara legislatif (DPR) dan eksekutif (pemerintah).
"Jangan lupa ya, legislasi itu tugas berdua antara Presiden dan DPR. Tidak akan terjadi Undang-undang kalau salah satu dari keduanya tidak menyetujui," ujarnya.
Namun menurut Fahri, Presiden bisa membuat Perppu yang bisa lebih cepat. "Kalau saya jadi Presiden, saya bikin Perppu, ini darurat kok, korupsinya katanya darurat," kilahnya.
Sebelumnya, Pansus Hak Angket KPK telah merilis 11 temuan sementara terkait kerja pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK.
Temuan sementara Pansus Angket KPK itu memunculkan kembali soal wacana mengenai dewan pengawas untuk lembaga antirasuah itu.
Menanggapi pernyataan Fahri ini, KPK mengatakan bahwa mereka percaya Jokowi tidak akan merevisi UU KPK, apabila tujuannya melemahkan. Jokowi pun secara tegas menyatakanm mendukung pemberantasan korupsi dan akan memperkuat KPK.
"Kita percaya dengan apa yang pernah disampaikan Presiden, yang tidak akan merevisi UU KPK saat ini dan tetap akan memperkuat KPK dan upaya pemberantasan korupsi," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Rabu (23/8). (dtc/rm)Pansus KPK Mengungkit Kembali Kasus Pencuri Walet
Rabu, 23/08/2017 13:00 WIBJika semua dicurigai, Bibit mempertanyakan gunanya fit and propet test saat perekrutan pegawai KPK. Bibit mempersilakan jika ada pihak yang ingin menguji integritas KPK. Namun, relevansinya juga perlu dijaga.
Pansus Angket KPK Kejar Audit Laporan Keuangan KPK
Sabtu, 12/08/2017 13:01 WIB
JAKARTA, GRESNEWS-COM - Setelah mempersoalkan keberadaan Safe House, kini Pansus Hak Angket KPK mulai mengulik-ulik laporan keuangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang belum diverifikasi balik oleh KPK dijadikan bahan Pansus untuk memanggil pejabat, penyidik, dan staf KPK.
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan Pansus Hak Angket KPK akan segera memanggil para pejabat KPK untuk menjawab hasil audit yang dilakukan BPK itu. Mereka diminta untuk menjelaskan laporan dugaan penyimpangan keuangan di lembaga KPK dari hasil audit BPK.
"Ini penting karena kebenaran materilnya harus ditemukan. Nanti akan diverifikasi dulu kepada KPK sebelum dibuat kesimpulan. Nanti ditanyakan kepada para pejabat, penyidik, dan staf KPK yang disebut namanya," ujar Fahri kepada wartawan usai melakukan pertemuan di Posko Pengaduan Pansus Angket KPK, Jumat (11/8), seperti dikutip dpr.go.id.
Fahri mengatakan, sebetulnya, laporan penyimpangan keuangan KPK itu sudah ada. Bila KPK tak bisa menjawab laporan audit ini, barulah laporan BPK ini menjadi temuan.
"Jadi, BPK tidak serta merta membuat temuan, kecuali setelah diminta klarifikasi, karena itu adalah hak auditi dalam sistem audit kita. Kalau ada temuan, itu ditanya dulu ke auditi. Kalau ada yang mau diperbaiki, ya diperbaiki dulu," jelasnya.
Namun, bila sudah menjadi temuan, maka hal itu bisa segera ditindaklanjuti ke penegak hukum. Pansus menurut Fahri, sendiri melihat ada yang perlu dilacak lebih jauh dari hasil audit BPK tersebut. "Ini tentu membutuhkan audit lanjutan," ujarnya. (rm)Setelah Safe House, Kini Pelaporan Harta Kekayaan Disoal Pansus KPK
Kamis, 10/08/2017 13:46 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tak hanya mempersoalkan keberadaan safe house yang menjadi rumah perlindungan saksi. Pansus Hak Angket KPK DPR mulai mempersoalkan keefektivitasan pelaporan kekayaan para penyelenggara negara dibawah pengelolaan KPK.
Menurut Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa, Sejak pelaporan kekayaan para penyelenggara negara tak lagi ditangani lembaga Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) dan dalihkan ke lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) efektivitas dipertanyakan.
"Dalam kaca mata saya, tidak melihat report, sejauh mana efektivitasnya setelah KPKPN dilebur dan dilanjutkan KPK," ujar Agun saat menerima mantan Wakil Ketua KPKPN Anwar Sanusi di Posko Pengaduan Pansus Hak Angket KPK, Rabu (9/8), seperti dikutip dpr.go.id.
Agun menyebut telah menerima banyak masukan penting dari mantan petinggi KPKPN dalam pertemuan tertutup itu. Menurutnya kelak, masukan dari Anwar Sanusi menjadi salah satu poin yang akan dipertiimbangan dalam menyusun rekomendasi hasil kerja Pansus.
Diakui Agun, Anwar sengaja diundang Pansus untuk dimintai pandangan dan informasinya seputar kerja KPKPN, terutama setelah lembaga tersebut dilebur ke KPK.
Menurut Agun keberadaan KPKPN di KPK, sesungguhnya bisa dimaksimal jika KPK mengedepankan politik pencegahan, yaitu mendata kekayaan para penyelenggara negara. Setiap tahun selalu membuat laporan. "Pansus perlu melihat korelasi kekayaan para penyelenggara negara itu. Dari situlah politik pencegahan akan terjaga," tutur Agun. (rm)Pansus Angket KPK Ngotot Safe House Ilegal
Rabu, 09/08/2017 13:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pansus Angket KPK menuding safe house yang diadakan KPK untuk para saksi yang dipanggil dinilai ilegal. Mereka memandang penggunaan safe house tidak diatur dalam UU.
Wakil ketua Pansus Angket KPK Teuku Taufiqulhadi mempertanyakan legalitas safe house selama ini.
Seperti pengakuan Niko Panji Tirtayasa memiliki sebuh rumah khusus yang digunakan sebagai rumah sekap. Namun pihak KPK menyebut rumah yang dimaksud Niko hanya safe house yang digunakan KPK untuk mengamankan saksi-saksi penting KPK.
Kabiro Humas KPK Febri Diansyah sebelumnya menyebut bahwa salah satu bentuk perlindungan saksi adalah penggunaan safe house atau rumah aman. "KPK memiliki kewajiban untuk melindungi saksi sesuai dengan ketentuan di Pasal 15 huruf a UU 30/2002," ujar Febri kepada wartawan, Rabu (9/8).
Namun Taufiqulhadi menyebut pernyataan KPK yang menyebut rumah sekap itu sebagai safe house tidak memiliki dasar hukum. "Jadi kalau mereka mengatakan safe house adalah bohong, itu harus kita laporkan kepada polisi, melakukan pembohongan. Safe house itu saya katakan tidak ada UU. Kalau ada, berarti itu ilegal dan kalau ilegal berarti adalah sebuah kejahatan," ujarnya, Rabu (9/8).
Terkait erlindungan saksi sebenarnya telah tertera dalam Pasal 15 huruf a Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Terkait penggunaan safe house pun diatur pula dalam Undang-undang nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, tepatnya dalam Pasal 12 A ayat (1) butir f hingga h yang berbunyi:
Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, LPSK berwenang:
f. mengelola rumah aman;
g. memindahkan atau merelokasi terlindung ke tempat yang lebih aman;
h. melakukan pengamanan dan pengawalan;
Pansus Angket KPK sendiri telah menjadwalkan kunjungan ke safe house, hanya belum dipastikan waktunya. Taufiqulhadi menyebut istilah safe house yang digunakan KPK juga tidak tepat.
"(Safe house itu) penyekapan karena tidak ada safe house itu. Mana ada safe house? Kan nggak ada dalam UU. UU mana yang membenarkan dia boleh menggunakan nama safe house? UU mana yang memperbolehkan dia membuat tempat perlindungan sendiri? Kan tidak ada," kejar Taufiqulhadi. (dtc/rm)
Penjelasan KPK Soal Tudingan Rumah Sekap
Rabu, 09/08/2017 08:30 WIBNiko Panji Tirtayasa, saksi kasus suap Akil Mochtar, menyebutkan bila Komisi Pemerantasan Korupsi (KPK) memiliki rumah sekap untuk saksi. Ia menyebut ada dua lokasi rumah sekap itu yaitu di Kelapa Gading dan Depok saat rapat dengan panitia khusus (pansus) angket KPK.
KPK meluruskan keterangan Niko yaitu sebenarnya bukan rumah sekap tetapi rumah aman atau safe house. Penggunaan safe house itu untuk melindungi saksi dari intervensi berbagai pihak. Safe house itu bukanlah tempat untuk menyekap saksi.
"Selama KPK bekerja, tidak banyak yang diberikan rumah aman, hanya sejumlah saksi yang memang menurut analisis saat itu perlu dberikan perlindungan," ucap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Rabu (9/8).
Lokasi safe house pun dirahasiakan tetapi ada pengawalan dari Polri. Saksi pun tidak disekap di lokasi itu dan tetap bisa bersosialisasi.
"Sebagai sebuah rumah aman, maka lokasinya dirahasiakan dan diberikan pengawalan oleh Polri. Namun di rumah tersebut tentu saksi tetap memiliki kehidupan sosial, bisa berinteraksi dengan tetangga atau orang sekitar. Tentu tetap dengan pengawalan oleh aparat yang ditugaskan di sana," sebut Febri.
Perlindungan saksi itu tertera dalam Pasal 15 huruf a Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Perihal penggunaan safe house pun diatur pula dalam Undang-undang nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, tepatnya dalam Pasal 12 A.
Safe house itu bisa berupa rumah atau apartemen yang disewa. Namun terlebih dahulu, aspek keamanan lokasi itu harus dipertimbangkan terlebih dulu.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR meminta pansus angket terhadap KPK mengecek langsung lokasi safe house yang digunakan KPK. Tujuan mendatangi lokasi tersebut untuk membuktikan yang disebut saksi kasus suap Akil Mochtar, Niko Panji Tirtayasa.
"Kita wajar curiga, saya nanti itu usulkan tempat disebutkan didatangi pansus untuk pembuktian di lapangan," ujar Fahri, Minggu (6/8).(dtc/mfb)Tudingan Miring KPK dari Muhtar dan Mico
Selasa, 25/07/2017 21:25 WIBSerangan ke Komisi Pemberantasan Korupsi terus terlontar. Setelah sebelumnya mendengarkan kisah Yulianis, mantan staf terpidana Muhammad Nazaruddin bendahara Demokrat, kini terpidana KPK Muhtar Ependi dan saksi dalam perkara suap Akil Mochtar, Mico Panji Tirtayasajuga dihadirkan di Pansus Hak Angket KPK.
Muhtar menyebut dia dipidana KPK bukan dengan pasal korupsi, melainkan dengan pasal yang berhubungan dengan upaya menghalang-halangi proses hukum yang berlaku terkait perkara Akil Mochtar. Dia pun pasrah saat hartanya turut disita.
"Harta saya mobil 25, motor 45, rumah 3, tanah 2 sampai detik ini Novel tak mau menyerahkan. Menurut penyidik, ´Pak Muchtar akan dibuat pasal baru, jadi tak dikembalikan´," kata Muhtar di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (25/7).
Muhtar menceritakan, saat Ramadan 2016 ada utusan yang mengaku perwakilan Johan Budi yang menemuinya. Utusan itu sempat menawarkan hartanya yang disita bisa dikembalikan namun dengan syarat.
"Ramadan 2016 saya didatangi utusan membawa nama Johan Budi. Kalau saya ngarang, saya dosa. Dia tawarkan ke saya harta Pak Muhtar dikembalikan apabila menandatangani harta dibagi dua, hak jual diserahkan ke mereka," ujar Muhtar.
Muhtar tak mau. Dia mengatakan ada putusan MA yang menetapkan harta dia tak terkait dengan korupsi sama sekali dan harus dikembalikan.
"Utusan Johan Budi, nomor HP ada di saya. Bukan orang KPK. Aslinya orang Yogyakarta, ada tiga orang. Dua dari Jakarta. Dia ke Sukamiskin, bilang (harta saya) dikembalikan kalau dibagi dua," terangnya.
Penyitaan harta oleh KPK disebut Muhtar merupakan ancaman awal dari penyidik KPK Novel Baswedan saat penggeledahan pertama. Ancaman Novel pun terbukti dengan penetapannya sebagai tersangka terkait perkara Akil Mochtar. Namun, dia menyayangkan harusnya, sesuai dengan putusan MA, harta miliknya dikembalikan.
"Dimiskinkan, terbukti, harta saya Rp 35 M. Di putusan MA 336 yang inkrah, halaman 412, disebutkan menimbang majelis hakim tak menemukan kasualitas harta kekayaan Muhtar Ependi dengan perbuatan Akil Mochtar," jelas Muhtar.
Saksi dalam perkara suap Akil Mochtar, Mico Panji Tirtayasa, yang juga dihadirkan di Pansus Angket, memberi keterangan yang menyudutkan KPK. Mico menyebut diperlakukan khusus selama bersaksi di KPK. Bahkan Mico mengaku punya pintu khusus jika hendak masuk ke KPK.
"Saya kalau masuk KPK tidak lewat depan, saya anaknya (Novel Baswedan), lewat samping," kata Mico.
Perlakuan istimewa yang didapatkan Mico pun tak hanya itu. Dia menyebut KPK pernah memberikannya fasilitas pijat di sebuah hotel di Jakarta.
"Sebelum sidang, saya dikasihi fasilitas enak, Pak, pijit, silakan cek ke Aston Rasuna Said. Pihak KPK hebat. Di sini saya diarahkan, waktu itu saya dikasih fasilitas lebih dari saksi lain," ujarnya.
"Saksi lain kasihan, dari Kalimantan naik pesawat diganti tiket, mau makan bingung. Saya begini doang, makan, restoran paling hebat. Mobil, beh, mobil paling hebat," imbuhnya.
Sebelum bersidang di Pengadilan Tipikor, Mico mengaku selalu diarahkan oleh jaksa KPK dalam menjawab pertanyaan. Jika tak nurut, dia mengaku akan diancam.
"Di sana kita diarahkan jaksa. Ini baru P-21, jaksanya ngeri, Pak Pulung itu, Pak, yang botak itu, saya masih ingat bener. Mobilnya ingat, sama jaksa Rini yang rambutnya pendek, eh Bu Eli. Saya di sana diarahkan harus jawab apa, omong apa," papar Mico.
Mengenai berbagai fasilitas di Hotel Aston, Mico mendapatkannya dari pegawai Biro Hukum KPK.
"Ini pihak KPK lewat Biro Hukum ada bukti transfer lengkap. Saya pun terima gaji. Saya dipelintir seakan-akan saya minta perlindungan dan minta gaji Rp 1,4 juta, Pak. Lewat ADM Biro Hukum Makariyantri," cetusnya.
Tak hanya itu, Mico juga menyampaikan sejumlah fasilitas yang diklaim didapatnya dari KPK selama bersaksi. Dia sempat pelesiran ke Raja Ampat.
"Detik-detik mau vonis Romi Herton, saya liburan ke Raja Ampat, Lombok, Bali, pihak KPK yang bayar lewat Makariyan Tri," kata Mico
Mico mendapat fasilitas liburan itu secara gratis. Dia berangkat dengan dikawal pihak keamanan KPK.
"Saya sendiri berikut pengawalan sama empat orang. Yang mengatur reservasi pihak KPK. Ingin ke mana, silakan," ujarnya.
Liburan itu didapatnya dari penyidik KPK Novel Baswedan. Ini karena dia telah bekerja sama dengan Novel dalam penanganan sebuah kasus. "Saya nagih. Minta ke Novel Baswedan. Tiga hari (baru diloloskan permintaan)," jelasnya.
Apa yang disampaikan Muhtar dan Mico ini tentu saja hanya versi dari keduanya. KPK belum berkomentar mengenai tuduhan ini. (dtc/mfb)Yulianis Beri Keterangan Menyudutkan KPK
Senin, 24/07/2017 20:19 WIB
Mantan anak buah Nazaruddin di Grup Permai, Yulianis memberikan keterangan di depan Pansus Angket yang menyudutkan KPK. Yulianis menyebut lembaga antikorupsi itu mengistimewakan Nazaruddin.
"Tujuan saya bicara di sini bukan untuk menjelekkan KPK, bukan untuk melemahkan atau menjatuhkan KPK, tapi supaya KPK berhenti mengistimewakan Nazaruddin," ujar Yulianis di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (24/7).
Yulianis dalam tuduhannya itu menjelaskan keistimewaan itu dapat dilihat ketika aset Nazaruddin banyak yang tidak disita oleh KPK. Juga bebasnya Nazaruddin memanggil para karyawannya ke penjara untuk rapat.
"Alasannya, itu bukan atas nama Nazaruddin. Selain itu, Pak Nazar bisa dengan bebas mengintimidasi mantan karyawannya yang akan bersaksi di persidangan dengan memanggilnya ke penjara," katanya.
Yulianis mengatakan Nazaruddin kerap mengumpulkan karyawannya itu untuk diintimidasi, bahkan ada yang menerima kekerasan fisik dari Nazaruddin. Hal itu, kata Yulianis, dilakukan ketika di Lapas Cipinang, Mako Brimob, dan Rutan KPK.
"Waktu Pak Nazar di Lapas Cipinang itu ada ruangan khusus untuk mengumpulkan karyawannya. Lalu di Mako Brimob itu di samping ruang tahanan ada tempat untuk kumpul. Kalau di Rutan KPK memang agak ketat, tapi dia berpura-pura ke rumah sakit dan bertemu karyawannya di situ," jelas Yulianis.
Yulianis mengatakan hingga saat ini masih ada proyek yang berjalan dan dikendalikan dari dalam penjara. Nazaruddin kerap memanggil rekan-rekannya untuk mengadakan meeting di penjara guna membicarakan proyek ke depan.
"Pak Nazaruddin sering panggil rekan-rekannya ke penjara untuk meeting proyek ke depannya. Saya sudah sampaikan ke KPK,namun KPK bilang apa yang terjadi di penjara sudah bukan tanggung jawab KPK," ucap Yulianis.
Mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Group ini menceritakan Marisi Matondang sempat menerima kekerasan oleh Nazaruddin. "Jadi, kalau kita mau bikin BAP atau bersaksi itu, Pak Nazar sudah mendikte kata-katanya. Kalau ada yang salah, pasti disuruh ganti. Pak Marisi pernah dipukul pakai BAP untuk mengganti kata-katanya. Jadi semua BAP yang diberikan itu bohong. KPK sudah tahu itu," kata dia.
Padahal, menurut Yulianis, saat BAP Marisi ada di pengadilan untuk kasus Anas Urbaningrum. Marisi mau menjadi saksi dan membongkar semua soal mobil Harrier yang dipaksa Nazaruddin itu dibeli dari kasus Hambalang.
"Padahal Pak Marisi bersaksi dan bongkar semua dan mencabut BAP, tapi tidak dibolehkan KPK karena tahu itu BAP bohong," tutur Yulianis.
Yulianis mengatakan KPK hanya menangani 5 kasus Nazaruddin dari 162 proyek Nazaruddin. Sedangkan kejaksaan menangani 9 kasus dan kepolisian 15 kasus.
Yulianis pun sempat menangis saat menceritakan nasib teman-temannya yang menjadi korban Muhammad Nazaruddin. "Saya ke sini karena teman-teman saya. Saya cape ngomong ke sana-kemari tapi tidak ada yang mendengar," ujarnya.
Ia menceritakan banyak temannya yang terseret KPK karena aset Nazaruddin menggunakan nama rekannya. Yulianis juga mengungkap masih banyak aset Nazaruddin yang dikembalikan KPK.
"Nama-nama teman saya yang dipakai namanya di perusahaan Nazaruddin. Akhirnya terseret, bahkan ada beberapa yang terkena serangan psikis dari keluarga Nazaruddin," kata Yulianis.
Yulianis menyampaikan kesaksian ini dengan suara gemetar. Dia sempat berhenti sebentar untuk menarik napas. Kemudian dia lanjut memberikan keterangan dengan nada suara yang berbeda, seperti orang sehabis menangis.
Yulianis juga menuduh mantan pimpinan KPK Adnan Pandu Praja menerima uang Rp 1 miliar dari mantan Bendum Demokrat M Nazaruddin. "Kalau saya sendiri tidak pernah disuruh oleh Nazaruddin menyuap pihak-pihak terkait. Karena pekerjaan saya murni di belakang meja, tapi teman saya, seperti Bu Minarsi (mantan Direktur Marketing PT Anugerah Nusantara), pernah memberikan uang ke komisioner KPK, Bapak Adnan Pandu Praja," sebut Yulianis.
Namun Yulianis menerangkan tidak berada langsung saat pemberian uang tersebut. Ia mengaku mendapatkan cerita tersebut dari Minarsi sendiri. "Yang memfasilitasi Bu Elza Syarief. Penyerahan uang itu di kantor Bu Elza Syarief, di situ hanya ada Minarsi, Marisi Matondang, Elza Syarief, Hasyim (adik Nazaruddin) dan Adnan Pandu," kata Yulianis.
"Uangnya Pak Nazar, itu setahu saya baru ngasih Rp 1 miliar. Saya sudah laporkan juga hal ini ke KPK," sambung Yulianis.
Selain itu, Yulianis mengatakan Nazaruddin memiliki kedekatan khusus dengan pimpinan KPK saat itu. "Orang KPK itu punya hubungan dengan Nazaruddin dan bisa menjaga Nazaruddin dalam kasus di KPK, yaitu Ade Raharja, Johan Budi, Chandra Hamzah komisioner KPK. Itu waktu awal kasus, tapi ini saya yang bicara yang saya alami sendiri. Bukan hanya komisioner, tetapi juga penyidik KPK Yurod Saleh," ucap dia.
Tentu saja ini baru sebatas pengakuan Yulianis di Pansus Angket. Belum diketahui bagaimana kebenarannya. Adnan Pandu belum merespons ketika ditanya mengenai tuduhan Yulianis ini. (dtc/mfb)Kecewa, Gerindra Akhirnya Mundur dari Pansus Angket KPK
Senin, 24/07/2017 18:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Partai Gerindra akhirnya menyatakan mundur dari Panitia Khusus Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Gerindra menarik diri terhitung sejak 24 Juli 2017. Pengunduran diri mereka disampaikan melalaui surat bernomor A.1400/F.P-Gerindra/DPRRI/VII/2017 yang ditandatangani Ketua Fraksi Gerindra Ahmad Muzani dan Sekretaris Fraksi Fary Djemy Francis.
"Dengan ini, kami menyatakan mundur dari Panitia Khusus (Pansus) Angket Komisi Pemberantasan Korupsi terhitung mulai tanggal 24 Juli 2017," tulis surat mereka yang disampaikan ke DPR.
Dalam suratnya Gerindra tak menyampaikan secara spesifik alasan mereka mundur dari Pansus Angket. Namun Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra, Desmond J Mahesa, mengungkap alasan fraksinya mundur dari Pansus KPK. Menurut Desmond Gerindra mundur karena menilai kinerja Pansus dalam menyelidiki KPK saat ini sudah melenceng. Desmond menyebut kinerja Pansus mengarah ke pelemahan KPK.
"Saya udah bilang, kalau mengunjungi koruptor, maka Gerindra akan keluar. Kami melihat ada langkah Pansus yang salah," ujar Desmond, Senin (24/7).
Desmond mengungkapkan bahwa pada awalnya tujuan pembentukan Pansus Angket KPK untuk memberi peringatan kepada KPK bahwa ada oknum lembaga antirasuah itu yang bertindak melenceng. Pansus saat itu ingin membenahi hal tersebut.
"Namun ke sininya agak melenceng lagi. Mereka cenderung melemahkan institusi. Jadi keluar dari hakikat yang sebenarnya," beber Desmond.
Selain itu, sebut Desmond pembentukan kepengurusan Pansus Angket KPK sedari awal tak memenuhi kuorum. Saat itu Gerindra dan PAN belum bergabung. Namun Gerindra memantau dan mengharapkan perubahan di struktur Pansus.
"Waktu itu kita pertimbangkan, kami pikir akan ada perubahan sesudah Gerindra dan PAN mengirim. Kami pikir perlu dibentuk ulang pimpinan pansus, ternyata tidak, kami biarin saja," papar Desmond.
Desmond juga merasa beberapa agenda Pansus tak melibatkan Gerindra dalam pengambilan keputusan. Seperti ke BPK dan Lapas Sukamiskin.
"Alasan-alasan inilah yang membuat kami tak mau terjebak pada proses yang tak jelas, yang cenderung melemahkan KPK. Kami terpaksa memilih mundur," tandasnya. (dtc/rm)Merasa Tertekan Miriyam Minta Perlindungan Pansus Angket KPK
Kamis, 13/07/2017 20:33 WIBMiryam S Haryani politikus Partai Hanura yang menjadi tersangka pemberi keterangan palsu kasus korupsi e-KTP menyurati Pansus Hak Angket KPK untuk meminta perlindungan. Miryam merasa telah ditekan oleh pihak lain maka seharusnya diberikan perlindungan sebagai saksi.
Dalam kasus ini, Miryam S Haryani didakwa memberikan keterangan palsu dalam persidangan perkara dugaan korupsi e-KTP. Miryam terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Anggota Pansus KPK dari Fraksi PDIP, Eddy Kusuma Wijaya, mengaku pihaknya telah menerima surat itu. "Kalau ndak salah sudah ya. Intinya sama dengan surat dia kemarin, cuma dibawahnya dia minta perlindungan," kata Eddy di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (13/7/2017).
Ia menyebut isi surat Miryam meminta perlindungan atas keluarganya terkait perkara e-KTP. "Ada perlindungan keluarganya, saksi-saksi lain, termasuk ke dia sendiri," sebut Eddy.
Eddy mengaku ada lembaga yang dapat menjamin keamanan Miryam dalam bersaksi. Pansus hanya akan menyampaikan permintaan Miryam dalam surat itu. "Kan ada LPSK. Perlindungan itu ada yang dilakukan LPSK. Ada Polri. (Pansus) menyampaikan. Kita kan nggak punya alat," ujarnya.
Kuasa hukum Miryam, Aga Khan, mengaku mengirim surat bentuk perlindungan Miryam ke Pansus Angket. Dalam surat itu, dia menjelaskan penggeledahan dan penetapan DPO yang menyalahi prosedur.
"Kita sudah buat keberatan ke Pansus, mungkin hari ini sampai, diterima surat saya. Kami mau menjelaskan penyitaan, penggeledahan, penetapan DPO, nanti bisa lihat. Bukti-bukti sudah ada. Kita diam, biar sidang kita buka di persidangan," ujar Aga Khan.
Dalam eksepsinya Miryam membantah telah memberikan keterangan palsu di persidangan kasus korupsi proyek e-KTP. "Saya keberatan atas dakwaan yang dibuat jaksa karena keberataan itu saya tidak mengatakan keterangan yang tidak benar sesuai Pasal 22 itu. Jadi saya enggak tahu keterangan mana yang merasa tidak benar itu menurut jaksa," ujar Miryam usai sidang keterangan palsu di Pengadilan Tipikor, Kamis (13/7).
"Padahal saya sudah memberikan keterangan yang benar di pengadilan kalau misalnya keterangan benar ada di penyidikan, nah proses penyidikan yang saya jalani itu. Saya agak tertekan dan cukup stres waktu itu," sambung Miryam.
Miryam juga mengaku sudah mengirimkan surat keberatan terhadap dakwaan JPU kepada Pansus Angket. Menurut dia, tak ada tekanan dari anggota DPR selama proses pemeriksaan kasus korupsi proyek e-KTP. Padahal, penyidik Novel Baswedan yang menekan dirinya.
"Saya juga keberatan itu sudah kirim keberatan ini pengaduan ke Hak Angket. Ya terutama yang dominan yang menekan saya Pak Novel jadi menurut saya yang dituduhkan jaksa, saya keberatan sekali," ujar Miryam.
Selain itu, Miryam mengatakan jika dirinya telah ditekan oleh pihak lain maka seharusnya diberikan perlindungan sebagai saksi. Namun saat itu dirinya tak diberikan perlindungan oleh KPK.
"Kalau tekanan dari nama-nama itu misalnya kenapa tidak diberikan perlindungan kepada saya kok didiamkan, saya question lho, pemeriksaan satu dan keempat ada jeda cukup lama, itu saja," kata Miryam. (dtc/mfb)