Jakarta - Sebanyak 44 organisasi kemasyarakatan dari seluruh Indonesia yang tergabung dalam Gerakan Pemenuhan Hak Konstitusional Perempuan menolak Peraturan Presiden Nomor 25/2012 tentang Gugus Tugas Antipornografi. Menurut mereka, Gugus Tugas Antipornografi merupakan turunan UU Nomor 44/2008 tentang Pornografi yang sejak awal dinilai tidak layak diberlakukan.

"UU Pornografi beserta turunannya tidak relevan dengan kondisi masyarakat dan jauh dari pemenuhan hak konstitusional perempuan, karena UU pornografi membunuh atau mematikan keberagaman adat, kesenian dan budaya yang mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia," kata anggota Gerakan, Nia Syarifudin mewakili Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), di Jakarta, Kamis (15/3).

Selain itu, lanjut Nia, UU Pornografi telah mengkriminalisasi tubuh perempuan, sebagaimana terjadi di Padang. Dua anak perempuan korban eksploitasi seksual justru dijatuhi pidana karena dianggap melakukan tindakan pornografi. Demikian pula yang terjadi di Karanganyar, Bengkulu, Bandung dan beberapa wilayah lainnya di Indonesia.

Sementara, katanya, industri pornografi dan orang-orang yang mengambil manfaat dari praktik pornografi tidak tersentuh oleh UU tersebut. Nia menilai, kejahatan pornografi pada dasarnya sudah diatur dalam KUHP, UU ITE dan UU Penyiaran. Dengan demikian, sudah ada hukum yang mengatur secara tegas terhadap pelaku, bukan justru mengkriminalkan perempuan korban.
 
"Hal yang lebih penting dan mendesak dibutuhkan oleh bangsa ini adalah memerangi kemiskinan, meningkatkan layanan pendidikan, meningkatkan pelayanan kesehatan, perlindungan perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan, serta memberantas korupsi. Korupsi adalah tindakan amoral dan koruptor  adalah penjahat kemanusiaan," tandas Nia.

BACA JUGA: