JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan indikasi dugaan korupsi pada proyek Floating Storage Regasification Unit (FSRU) Lampung milik PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) senilai US$ 400 juta. Ada dugaan terjadi penggelembungan biaya dalam pelaksanaan proyek tersebut.

Nilai kerugian dari korupsi proyek FSRU Lampung itu diperkirakan mencapai US$ 100 juta. Kerugian itu  berasal dari ketidakoptimalan pengoperasian kilang gas terapung di atas kapal tersebut, namun pihak PGN harus tetap membayar sewa kepada "Hoegh" selaku kontraktor sebesar US$ 7 juta perbulan.

Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Fraksi Nasdem, Kurtubi mengatakan, jika ditemukan adanya indikasi korupsi atau pelanggaran hukum hingga mengakibatkan kerugian negara dalam proyek FSRU Lampung maka aparat hukum seperti, Kejagung, KPK dan Kepolisian, harus menindak tegas para pelakunya hingga tuntas.

"Kalau adanya indikasi pelanggaran hukum dan kerugian negara yang sangat besar dalam proyek FSRU Lampung, maka penegak hukum harus segera turun tangan," kata Kurtubi kepada gresnews.com, saat dimintai tanggapannya soal  indikasi korupsi di proyek FSRU Lampung, Kamis (10/3) malam.

Kurtubi mengatakan adanya kasus FSRU Lampung menunjukkan sistem tata kelola gas harus  diluruskan. "Perencanaan dan koordinasi yang lemah membuat negara mengalami kerugian," jelas Kurtubi kepada gresnews.com, terkait korupsi di proyek FSRU Lampung, Kamis (10/3) malam.

LAMBAT PENANGANANNYA - Direktur Eksekutif Energi Wacth Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahaean mengatakan, bahwa pihaknya bersama relawan Jokowi telah melaporkan kasus tersebut  kepada Kejaksaan Agung sejak Mei 2015 lalu. Bahkan Kejaksaan Agung  telah memeriksa beberapa saksi dari PGN terkait kasus tersebut. Sehingga mestinya penanganan kasus tersebut  tidak berlarut larut lagi.

"Tersangka atas kerugian negara dalam proyek itu mestinya sudah bisa ditetapkan," ujarnya.

Sebab informasi awal sudah kami berikan. Termasuk  modus dan perkiraan kerugian negaranya yang mencapai USD 7 Jt / bulan karena tidak beroperasinya kilang tersebut  sejak dibangun. Ferdinand mengatakan  kentalnya unsur kesengajaan yang merugikan keuangan negara dalam proyek tersebut. Membuat kasus tersebut  sangat mudah ditelusuri.

"Maka itu kami mendesak Jaksa Agung segera menetapkan tersangka atas kasus tersebut. Nilai kerugian negaranya sangat besar, karena itu kejaksaan tidak boleh main -main atas kerugian keuangan negara itu. Total kerugian mencapai Rp.1 triliun lebih dan ini kejahatan luar biasa," tegasnya.

Pengamat energi ini meminta pihak Kejaksaan Agung tidak mempermainkan kasus ini. "Jangan sampai menjadikan laporan kami sebagai ATM untuk memperkaya diri," tandasnya.

Kejaksaan,  menurutnya, harus mengubah diri dan mengubah image buruk yang menempel selama ini karena kinerja buruk dan banyaknya tudingan kejaksaan mempermainkan perkara. Bahkan ketika HUT Kejaksaan, Presiden Jokowi dalam pidatonya menyampaikan dengan tegas agar Kejaksaan Agung tidak jadikan perkara jadi ATM.

Maka itu, Ferdinand menambahkan  dalam kasus FSRU Lampung yang data dan informasinya sudah lengkap, seharusnya tersangka sudah bisa ditetapkan dan diumumkan.

Menurut Ferdinand yang paling utama dan layak menjadi tersangka dalam kasus ini adalah Dirut PGN,  karena dia paling bertanggung jawab atas aksi korporasi tersebut. "Jangan berlindung dibalik aksi korporasi perusahaan karena jelas jelas merugikan keuangan negara," pungkasnya.

Seperti diketahui, Kejagung telah menindaklanjuti penyelidikan dugaan korupsi pada proyek regasifikasi atau pengolahan gas terapung (Floating Storage Regasification Unit/FSRU) milik PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Kejaksaan telah memanggil lima orang yang terindikasi terkait dengan proyek tersebut.  Bahkan Kejaksaan disebut-sebut telah meningkatkan status penyelidikannya  menjadi penyidikan.

Bahkan Kejaksaan juga melayangkan pemanggilan terhadap Direktur Utama  (Dirut) PT PGN, pemanggilan tersebut berdasarkan surat tertanggal 25 Ferbruari 2016. Selain itu kejaksaan juga telah memanggil sejumlah saksi untuk dimintai keterangan. Diantaranya Agoes  Krenowo selaku sekretaris Panitia Pengadaan, Tri Setyo Utomo asisten manager keuangan dan administrasi proyek), M Wahid Sutopo selaku Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko  dan Eri Surya Kelana selaku Direktur Keuangan, dan Retno Kadarini selaku Ketua Panitia Pengadaan.

Pemanggilan itu didasarkan atas Surat Perintah Penyidikan dari Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus  Nomor: Print-11/F.2/Fd.1/02/2016 tanggal 23 Februari. Surat panggilan tersebut ditandatangani oleh Dr. Fadil Zumhana.

BACA JUGA: