JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tim Kunjungan Kerja Komisi VIII DPR RI menilai, Provinsi Maluku Utara masih minim dalam pengadaan sistem peringatan dini atau early warning system. Padahal, wilayah ini termasuk dalam wilayah ring of fire, sehingga berpotensi terjadi bencana alam.

Anggota Komisi VIII, sekaligus Anggota Tim Kunker Choirul Muna mengatakaan, setidaknya Indonesia masih membutuhkan 70 ribu sistem peringatan dini untuk dipasang di daerah-daerah rawan bencana. "Kami mempermasalahkan sistem peringatan dini. Karena Indonesia ini membutuhkan 70 ribu sistem peringatan dini, sedangkan yang terpasang baru 500. Ini sangat sedikit, bahkan dari 500 alat ini ada yang dicuri. Berarti untuk Maluku Utara juga sangat kurang," tegas Muna seperti dikutip situs dpr.go.id, Jumat (12/12).

Politisi Nasdem ini ingin tercipta koordinasi antara Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika untuk masalah peringatan dini, termasuk masalah kesigapan sumber daya manusia ketika menghadapi bencana. "Kalau perlu, angggaran bencana on call itu dianggarkan. Saat ini, dana on call itu untuk seluruh Indonesia hanya Rp 1,6 triliun. Itu sangat kecil. Maluku utara ini terletak di atas lempengan. Jika itu realistis, akan kami dorong,"  janji Muna.

Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Komisi VIII Ledia Hanifa Amaliah. Ia menilai, Malut memiliki potensi bencana yang luar biasa. Apa pasal, ia melihat dari udara ketika di pesawat menuju Bandara Sultan Baabullah, Ternate, hampir seluruh pulau dipenuhi oleh Gunung Gamalama, yang diketahui termasuk gunung berapi dan masih aktif.

"Kalau gunungnya meletus, larinya kemana? Dan ternyata bukan hanya Pulau Ternate, tapi ada lima gunung berapi di sini. Apalagi, Maluku Utara ini terletak di atas lempengan Samudra Pasifik. Pilihannya, memang harus persiapan dan pengurangan resiko bencana," jelas Ledia.

Ia mengakui, selama ini pemerintah terkesan selalu memberi perhatian kepada pulau Sumatera, karena berhadapan langsung dengan Samudra Hindia, sehingga berpotensi menimbulkan potensi tsunami yang cukup besar.

"Namun kita tidak boleh lupa, bahwa badai juga sering terjadi di Filipina, yang berpotensi berimbas kepada Malut. Jika terjadi gempa di Malut, mereka tidak tahu kalau bisa berpotensi tsunami. Mereka akan tahu  lima menit kemudian, pemberitahuan dari Jakarta. Ini memang early warning system-nya kurang," imbuh Ledia.

Sementara itu, Anggota Komisi VIII Achmad Fauzan menyatakan sangat mendukung penyediaan peralatan yang mendukung antisipasi terjadinya bencana alam. "Mudah-mudahan kita dapat mendorong, alat apa saja yang mesti dianggarkan di pusat, kita pasti dukung," janji Fauzan.

Sebelumnya, Kepala BPBD Provinsi Malut Hasan Ahmad menyatakan, bahwa Malut terletak di atas tiga lempengan yang saling bertubrukan. Pada posisi geografis ini, Malut malah berpotensi mendapat 12 bencana yang sangat mematikan dan berbahaya bagi nyawa manusia.

Hasan menambahkan, sistem peringatan dini terjadinya bencana masih menggunakan sistem SMS dari BNPB dan BMKG. Yang mengkhawatirkan, jeda waktu antara informasi dari pusat ke potensi bencana sangatlah singkat. Sehingga, BPBD cukup sulit untuk menginformasikan kepada masyarakat luas.

"Yang menjadi persoalan, kalau kami memiliki handphone yang terdaftar di BMKG dan BNPB, kasihan masyarakat luas kami yang tidak memiliki handphone, atau memiliki handphone, namun nomornya tidak terdaftar. Padahal peristiwa peringatan dini ini harus tersebar, terutama masyarakat pesisir pantai," jelas Hasan.

Ia menambahkan, tidak adanya sistem peringatan dini tsunami di Malut, membuat pihaknya tidak bisa menyampaikan informasi peristiwa bencana. Apalagi, masyarakat Malut tersebar di setidaknya 700 pulau.

BACA JUGA: