JAKARTA, GRESNEWS.COM - Proyek pembangunan Giant Sea Wall atau Tanggul Raksasa Laut yang kontroversial di Teluk Jakarta, termasuk dalam program NCICD (National Capital Integrated Coastal Development) yang dicanangkan pemerintah terkait program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Terkait proyek itu, Kemenko Perekonomian pada tanggal 29 Oktober kemarin seharusnya melaksanakan sosialisasi program NCICD kepada para stakeholder.

Undangan pun sebenarnya telah disebar melalui surat bernomor UND-107/D.VI.M.EKON.1/10/2014. Hanya saja entah mengapa, ternyata kegiatan tersebut dibatalkan tanpa pemberitahuan. "Pembatalan sosialisasi tersebut mengindikasikan ketidaksiapan pemerintah untuk membuka informasi terkait beberapa aspek penting tentang layak tidaknya program NCICD ini dilanjutkan," kata Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim kepada Gresnews.com, Kamis (30/10).

Terkait proyek Giant Sea Wall, Halim mengatakan, proyek yang akan memakan biaya hingga Rp600 triliun ini seharusnya dihentikan karena tidak layak dari berbagai aspek, antara lain aspek lingkungan, ekonomi dan sosial masyarakat. "Pemerintah selama ini juga terindikasi tidak membuka informasi kepada publik, bahkan masyarakat nelayan di Jakarta Utara yang nantinya akan terdampak oleh proyek Giant Sea Wall ini tidak pernah diajak berdiskusi atau diberikan informasi," ujar Halim menegaskan.

Dalam diskusi dengan masyarakat nelayan, KIARA menemukan fakta bahwa masyarakat nelayan menolak proyek Giant Sea Wall ini karena akan mengancam penghidupan mereka baik karena ancaman penggusuran maupun rusaknya ekosistem pesisir sehingga mereka harus melaut lebih jauh lagi.

Halim mengatakan, keterbukaan informasi dan diskusi seharusnya dilakukan secara terbuka karena program NCICD tersebut masih diragukan efektivitasnya dalam menjawab permasalahan banjir dan berkurangnya ketersediaan bahan baku air minum di Jakarta. Pada 21 Oktober 2014 lalu, KIARA telah mengirimkan surat permohonan kepada BPLHD DKI Jakarta untuk mendapatkan informasi publik terkait KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) dan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) program NCICD ini.

"Tanpa kajian tersebut, dipastikan proyek Giant Sea Wall tidak layak dan harus dihentikan," ujar Halim.

Selain itu, proyek Giant Sea Wall ini potensial menggusur 16.855 nelayan Jakarta baik yang menetap maupun pendatang. Alternatif solusi yang coba disampaikan oleh pemerintah dengan pembangunan rumah susun untuk nelayan sangat tidak relevan. Nelayan tidak mungkin cocok dengan rumah susun karena mereka memiliki perahu dan biasa memperbaiki jaring.

"Lalu akan ditambat dimana perahu nelayan? Atau bagaimana mereka akan memperbaiki jaringnya di rumah susun?" tanya Halim.

Sementara itu, persoalan banjir dan krisis air yang menjadi ancaman serius bagi keselamatan warga Jakarta tetap tidak terjawab dengan pembangunan bendungan raksasa. Pencemaran 13 aliran sungai yang melewati Jakarta seharusnya diselesaikan dengan memperbaiki sistem drainase dan menghijaukan kembali daerah hulu sungai.

Untuk itu, pemerintah sudah seharusnya menghentikan rencana pembangunan Giant Sea Wall di Teluk Jakarta. "Akan lebih tepat pemerintah segera menjalankan pembangunan kota Jakarta secara partisipatif yang dapat meningkatkan daya dukung lingkungan hidup dan menyelamatkan Jakarta dari bencana ekologis berupa banjir, krisis air dan lain-lain," ujar Halim.

BACA JUGA: