JAKARTA, GRESNEWS.COM – Komisi Nasional Perlindungan Anak menilai program penarikan anak dari dunia kerja yang dilakan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi(Kemenakertrans) belum efektif. Sebab hingga saat ini ditemukan semakin banyak pekerja anak. Disisi lain pekerja anak yang ada juga belum memperoleh perlindungan yang semestinya.

Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan pola perlindungan pekerja anak yang dilakukan pemerintah itu belum berjalan dengan baik. Selain masih banyak pekerja anak yang over time bekerja. Pekerja anak juga bekerja di area pekerjaan yang berbahaya bagi anak. "Kemenakertrans kurang memberikan atensi terhadap permasalahan ini," katanya pada Gresnews.com, Senin, (5/5).

Komisi Nasional Perlindungan Anak mencatat pada 6 bulan pertama tahun 2013 terdapat 4,7 juta pekerja anak. Sebanyak 34,7% pekerja anak tersebut berasal dari papua, sebanyak 20,46% berasal dari Sulawesi Utara, dan sebanyak 19,82% berasal dari Sulawesi Barat. Dari total 4,7 juta anak, kementerian tenaga kerja dan transmigrasi hanya menargetkan untuk menarik 11 ribu pekerja anak pada tahun 2013. Sedang daerah yang menjadi konsentrasi penarikan pekerja anak juga masih terpusat di pulau Jawa.

Menurut Susanto, mengakui data pasti pekerja anak secara nasional belum terkelola dengan baik. Begitupun dengan data jumlah penarikan pekerja anak dari kemenakertrans, pihaknya belum menerima info resmi seberapa banyak jumlahnya. “Posisi KPAI mengawasi penyelenggara negara termasuk bagaimana peran pemerintah dalam menangani pekerja anak. Kalau sistem penarikan bermasalah dan tidak ramah pada anak kita tegur menterinya,” tambahnya.

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) sebelumnya menargetkan Indonesia bebas dari pekerja anak pada 2020 dengan menarik dari tempat kerja dan mengembalikan ke dunia pendidikan.  Pada  tahun 2013 Kemenakertrans menargetkan menarik 11.000 pekerja anak yang tersebar di seluruh Indonesia. Program tersebut tersebar di 21 Provinsi dan 89 kabupaten/kota di seluruh Indonesia dengan mengerahkan 503 orang pendamping di 366 rumah singgah (shelter).

Kegiatan Pengurangan Pekerja Anak yang dilakukan pemerintah ini untuk mendukung Program Keluarga Harapan (PPA-PKH). Kegiatan ini diarahkan dengan sasaran utama anak bekerja dan putus sekolah yang berasal Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dan berusia 7- 15 tahun. Sejak tahun 2008 sampai saat ini, Kemnakertrans mengklaim telah melakukan penarikan pekerja anak dari tempat kerja sebanyak 32.663 orang dan mengembalikannya ke satuan pendidikan.

Berdasarkan data dari Lembaga Understanding Children’s Work (UCW), pekerja anak di Indonesia mencapai 2,3 juta jiwa pada 2009. Jika dibandingkan pada tahun-tahun berikutnya, jumlah pekerja anak ternyata justru meningkat.

Menanggapi hal tersebut, Seto Mulyadi, pemerhati anak mengatakan seharusnya jika memang mau membebaskan anak dari dunia kerja perlu diperhatikan aspek perlindungannya. Karena menurutnya, pekerja anak tersebut bekerja di bawah tuntutan. “Jadi kalau mau dibebaskan (dari dunia kerja), harus ada bantuan misalnya pada orangtua agar anak tidak kembali menjadi pekerja,” ujarnya melalui telepon pada Gresnews.com, Senin, (5/5).

Ia mencontohkan pernah juga membebaskan seorang pekerja anak di Sumatera Utara. Usahanya itu ternyata malah ditentang oleh ibu dari pekerja anak itu sendiri. Ia menambahkan program penarikan anak dari dunia kerja harus dilakukan dengan konsep yang jelas. Apalagi ia melihat kini jumlah pekerja anak meningkat setiap tahunnya. Hal ini menurut dia dipicu karena permasalahan ekonomi dan kemiskinan, sehingga anak-anak tidak mendapatkan pendidikan yang layak ditambah dibebani sebagai pekerja untuk membantu penghasilan orangtua.

BACA JUGA: