GRESNEWS - Yudi (36) kesal karena angkutan kota (angkot) ngetem di luar terminal dan bikin semrawut jalanan. Suryadi (43) justru merasa harus ngetem di luar terminal supaya mendapatkan banyak penumpang. Yudi adalah penumpang, Suryadi supir angkot. Begitulah ´pertentangan´ keinginan yang terjadi di Jakarta. Hasilnya: jalanan makin semrawut dan macet!

Pantauan Gresnews.com kemarin sore di di ruas jalan Mampang, Kalibata dan Pasar Minggu, masih terdapat banyak angkutan umum berhenti di pinggir jalan (ngetem) yang menyebabkan kemacetan, seperti, Metromini 75 trayek Pasar Minggu-Blok M, yang biasa ngetem di dekat Pasar Mampang atau tepatnya di samping Hotel Maharaja. Hal yang sama terjadi di depan Mal Kalibata. Angkot ngetem, salah satunya M16 trayek Kampung Melayu-Pasar Minggu. Yang lebih parah terjadi di Pasar minggu, yang merupakan titik pertemuan antara wilayah Depok sekitarnya dan wilayah arah Pancoran, Cawang dan lain-lain.

"Padahal sudah ada terminal, tapi masih saja ngetem di pinggiran jalan. Jelas-jelas sudah ada tanda dilarang parkir (dilarang stop) tapi masih juga (ngetem). Ya, jelas mengganggu. Saya berangkat kerja, ketemu angkot, Metromini ngetem, saya pulang pun masih juga ketemu yang ngetem. Ini sudah jadi kebiasaan mereka ngetem sembarangan di luar terminal," ujar Yudi yang berprofesi pekerja swasta.

Senada dengan keluhan Yudi, Narto, salah satu pengguna angkot M16, saat diwawancarai mengeluhkan kebiasaan ngetem bus dan angkot.

"Sering ni begini. Kebiasaan ni. Nggak angkot, nggak Metromini, pasti dah ngetem terus. Ya macetlah, setiap hari pasti macet di sini," ujar Narto.Suryadi, supir angkot 61 trayek Pasar Minggu-Cinere, mengakui kalau di terminal hanya mendapat sedikit penumpang. "Ya, mau gimana. Kalau di terminal penumpangnya hanya sedikit dapatnya. Tapi kalau ngetem, bisa banyak dapatnya, kan baru turun dari bus atau angkot lain mau nyambung langsung naik. Rata-rata mereka (penumpang) juga malas naik dari terminal," ujar Suryadi.

Nampaknya, rumitnya persoalan tidak hanya murni atas kemacetan yang diakibatkan volume kendaraan yang padat. Pedagang kaki lima dan parkiran liar menjadi faktor yang semakin memperpanjang rentetan mobil yang mengantre keluar dari masalah kemacetan tersebut.

Disfungsi
Organisasi Pengusaha Angkutan Darat DKI Jakarta pernah mengeluarkan catatan sejak tahun 2010 sebanyak 4.900 Metromini di Jakarta tidak memiliki izin trayek. Namun, Dinas Perhubungan DKI Jakarta mencatat jumlah Metromini yang beroperasi di Jakarta sebanyak  3.000 unit. Sementara jumlah angkot diperkirakan mencapai lebih dari 16 ribu.

""
Darmaningtyas (Blog Pribadi)

Pengamat transportasi Darmaningtyas pernah mengungkapkan 30 persen dari 7.650 kilometer jaringan jalan di Jakarta tidak beroperasi optimal karena terjadi disfungsi. Disfungsi ini dikarenakan adanya pedagang kaki lima, parkir liar dan terminal bayangan yang memakan badan jalan.

"Sebenarnya, kalau jaringan jalan baik, pasti lalu lintas lancar," kata Darmaningtyas, yang juga menjabat menjadi Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia.

Menurut Darmaningtyas, jika saja jaringan jalan ini ditertibkan oleh otoritas perhubungan Jakarta, maka dampaknya cukup signifikan. Penertiban ini menurutnya, cukup mendesak mengingat lambannya rezim Fauzi Bowo membangun 15 koridor busway yang sebenarnya ditargetkan rampung 2010.

Akibat pemerintah tidak bisa mengurai kemacetan, Darmaningtyas mengatakan, Jakarta mengalami pergeseran pengguna moda transportasi. Hasil survei Indonesia Studi Transportasi menunjukkan, pejalan kaki dan pesepeda di Jakarta menurun dari 23,7 persen (2002) menjadi 22,6 persen (2010).

Darmaningtyas juga melihat kontribusi angkutan umum memang merosot jauh. Hal itu menurutnya logis, karena sebagian besar warga lebih memilih memakai sepeda motor untuk ke tempat tujuan. Bisnis angkutan umum dinilainya juga tidak layak. Sejauh yang dia tahu, angkutan umum tidak ada istilah peremajaan tetapi cuma kanibalisasi onderdil saja. "Sehingga, penggunanya juga merasa tidak aman dan nyaman," cetusnya.

BACA JUGA: