JAKARTA - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Kementerian Perhubungan menyampaikan hasil investigasi jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, Jawa Barat, Rabu (9/5), menunjukkan pesawat tersebut berada dalam kondisi baik dan tanpa gangguan sistem saat meninggalkan landasan Halim Perdanakusuma.

Demikian pula pada detik terakhir sebelum pesawat hilang kontak dan kemudian jatuh setelah menabrak tebing di Gunung Salak, semuanya terekam jelas dalam instrumen yang dimiliki oleh pesawat buatan Rusia itu.

Penerbangannya direncanakan menggunakan aturan terbang secara instrumen atau instrument flight rules (IFR) pada ketinggian 10.000 kaki selama 30 menit dengan bahan bakar yang mampu menerbangkan pesawat selama empat jam di wilayah izin terbang yang masuk area Bogor.

Pada saat itu Pilot, Aleksander Yablontsev, memiliki asumsi bahwa penerbangan itu telah disetujui untuk terbang ke arah radial 200 HLM VOR sejauh 20 Nm. Tetapi pada pukul 14.20 WIB, pesawat tinggal landas dari landasan 06 Bandara HPK, kemudian berbelok ke kanan hingga mengikuti radial 200 HLM VOR, dan terus naik sampai di ketinggian 10.000 kaki.

Empat menit kemudian, pilot melakukan komunikasi dengan Jakarta Approach dan memberikan informasi bahwa pesawat telah berada pada radial 200 HLM dan telah mencapai ketinggian 10.000 kaki. Dua menit berselang, pilot kembali melakukan komunikasi dan meminta izin untuk turun ke ketinggian 6.000 kaki serta untuk membuat orbit (lintasan melingkar) ke kanan. Izin tersebut diberikan oleh petugas Jakarta Approach.

"Tujuan pilot untuk turun ke 6.000 kaki dan membut orbit adalah agar pesawat tak terlalu tinggi untuk proses pendaratan di Bandara HPK menggunakan landasan 06," jelas Ketua KNKT Tatang Kurniadi di Jakarta, Selasa (18/12).

Berdasarkan waktu yang tercatat di Flight Data Recorder (FDR), pada pukul 14.32 lewat 26 detik WIB, pesawat menabrak tebing Gunung Salak pada radial 198 dan 28 NM HLM VOR dengan ketinggian 6.000 kaki di atas permukaan laut.

Tatang menjelaskan, 38 detik sebelum benturan, Terrain Awareness Warning System (TAWS) meberikaan peringatan berupa suara: "Terrain ahead, pull up" dan diikuti oleh enam kali "Avoid terrain". Namun, Pilot in Command (PIC) mematikan TAWS tersebut karena berasumsi bahwa peringatan-peringatan tersebut diakibatkan oleh data base yang bermasalah.

"Tujuh detik menjelang tabrakan terdengar peringatan berupa suara "Landing gear not down" yang berasal dari sistem peringatan pesawat," kata Tatang. Peringatan "Landing gear not down" aktif apabila pesawat berada di ketinggian kurang dari 800 kaki di atas permukaan tanah dan roda pendaratan belum diturunkan.

Saat kejadian, pesawat berada di sekitar Gunung Salak yang memiliki ketinggian sekitar 2.000 meter dari permukaan laut. Pada pukul 14.50 WIB petugas Jakarta Approach menyadari bahwa pesawat SSJ 100 telah hilang dari layar radar. Tidak ada bunyi peringatan sebelum lenyapnya titik target pesawat dari layar radar.

Pada 10 Mei 2012 atau sehari kemudian, Basarnas berhasil menemukan lokasi jatuhnya pesawat. Semua awak pesawat dan penumpang meninggal dalam kecelakaan ini serta pesawat dalam kondisi hancur.

Tragedi jatuhnya pesawat SSJ 100 dengan nomor penerbangan RA 36801 dioperasikan Sukhoi Civil Aircraft Company saat melakukan joy flight dari Bandar Udara Internasional Halim Perdanakusuma (Bandara HPK). Dan insiden kecelakaan tersebut adalah penerbangan kedua pada hari itu.

BACA JUGA: