KETUA Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ki Ageng Fattah Wibisono memutuskan pihaknya tidak menghadiri sidang isbat yang diadakan pemerintah hari ini (Kamis, 18/7).

Pasalnya, Muhammadiyah lebih memilih menghindari perdebatan panjang soal perbedaan antara pemerintah dan Muhammadiyah.

"Kami yakin diskusinya akan berlangsung lama dan akan terjadi tekanan dari masyarakat. Untuk itu, demi kemaslahatan bersama, Muhammadiyah tidak ikut sidang isbat," ungkap Ki Ageng kepada wartawan dalam sebuah kesempatan acara, di Jakarta. Selanjutnya, Muhammadiyah memegang prinsip penentuan datangnya hilal berdasarkan ruqiyah.

Adapun menurut Ki Ageng, perdebatan yang berpotensi menjadi panjang ialah soal kepastian ketinggian hilal, antara acuan pemerintah dan Muhammadiyah.

Pemerintah menetapkan, bulan Ramadhan datang ketika posisi ketinggian hilal berada pada 2 derajat di atas ufuk. Di bawah 2 derajat, pemerintah belum bisa mengatakan bahwa bulan Ramadhan telah tiba.

Sedang Muhammadiyah menetapkan datangnya bulan Ramadhan cukup dengan terlihatnya hilal oleh orang yang sudah disumpah (ruqiyah). "Seperti zaman Rasulullah, orang itu sudah disumpah dan melaporkan bahwa hilal sudah terlihat. Kami percaya dan saat itulah Ramadhan dimulai," papar Ki Ageng.

Adapun mengenai patokan pemerintah yang mengharuskan posisi hilal 2 derajat di atas ufuk, menurut Ki Ageng masih diperdebatkan secara acuan hadits.

"Tidak ada dasarnya. Tapi mengenai ini, kami akan mencari solusi dengan pemerintah," tukas Ki Ageng.

BACA JUGA: