JAKARTA, GRESNEWS.COM - Aturan tata kelola Tenaga Kerja Indonesia dipandang tidak ramah dan merugikan pekerja. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri dinilai tidak memuat unsur perlindungan, tetapi lebih pada kepentingan bisnis pihak Pelaksana Penempatan TKI swasta (PPTKIS).

Aturan UU 39 Tahun 2004 yang secara leluasa memberikan kewenangan kepada pihak swasta ternyata berdampak buruk bagi nasib para pekerja. Sebagai misalnya, pemberangkatan TKI tanpa pembinaan dan lainnya. Hal ini pada akhirnya membuat keselamatan TKI di luar negeri sewaktu-waktu dapat terancam.

Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal mengakui kelemahan UU tersebut. Menurutnya saat ini dibutuhkan suatu perubahan sistem terkait tata kelola penempatan dan perlindungan TKI. Munculnya kepentingan bisnis dibalik rekrutmen perusahaan swasta terhadap calon TKI/TKI, kata dia, disebabkan karena tidak mendukungnya aturan UU yang ada saat ini.

Atas dasar itu, tidak ada jalan lain selain melaksanakan perubahan total terhadap sistem UU yang selama ini mengatur persoalan penempatan dan perlindungan TKI. Perubahan UU itu dimaksudkan untuk semakin menjamin keadilan penempatan TKI, bukan kepentingan bisnis perusahaan pengirim.

"Bukan lagi direvisi tetapi harus diubah total karena UU Nomor 39 Tahun 2004 ini adalah bisnis penempatan TKI," kata Iqbal kepada gresnews.com di kantornya, Rabu (20/1).

Walaupun judul UU menekankan pada perlindungan dan penempatan TKI di luar negeri, Iqbal menilai, isinya lebih bersifat aturan bisnis. Untuk itu, ia menyebut, UU itu tidak hanya direvisi namun perlu diubah total karena filosofi dan paradigmanya dianggap tidak sejalan dengan norma serta standar pengelolaan buruh migran secara universal di tingkat internasional.

"Aturan hanya bicara mengenai bisnis tidak soal perlindungan TKI dari hulu sampai hilir," tambahnya.

Meski peran swasta dalam rekrutmen TKI tetap dibutuhkan, namun Ia menilai, ke depan harus lebih jelas pembagian peran dan tanggung jawabnya. Selain itu sistem pembinaan TKI wajib dilaksanakan masing-masing agen penyalur. Sebab pembina dan mekanismenya selama ini belum ada.

Pengiriman TKI, kata Iqbal, merupakan suatu kegiatan bisnis yang mendatangkan hasil cukup besar. Hanya saja, persoalannya selama ini standar perlindungan relatif minim sehingga hanya sebagai profit oriented dan TKI menjadi komoditi.

"Khusus TKI pendekatannya harus dimulai dari perbaikan secara sistemik. Perlindungan harus dikedepankan. Norma dan standar internasional harus direfleksikan dalam UU tersebut," terang Iqbal.

MINIMNYA SANKSI KEPADA AGEN PENYALUR - Selama ini proses pengiriman dan penempatan hingga pemulangan TKI diserahkkan kepada pihak Agen atau PPTKIS. Masalahnya, dengan kewenangan yang begitu besar, pemerintah belum memiliki landasan aturan yang mengikat terkait sanksi tegas dan berat.

Koordinator Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) Karsiwen menyebut, sebagai pihak swasta, kepentingan bisnis menjadi prioritas mereka sementara kesadaran terhadap perlindungan tidak diperhatikan. Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya sanksi sehingga membuat pihak agen semakin kebal hukum.

"Selain mendapat keleluasaan perekrutan, penempatan dari pemerintah, belum ada aturan sanksi kepada mereka. Walaupun melakukan praktik perdagangan manusia sekali pun. Selama ini sanksi hanya bersifat administrasi saja sehingga mereka kebal," kata Karsiwen, Rabu (20/1).

Sesuai aturan saat ini, kata dia, pihak agen swasta hanya dihukum secara administrasi yaitu melalui peringatan pertama hingga ketiga dan dicabut lisensinya tetapi pemilik tidak dihukum.

Alhasil, setelah izin dicabut, pemilik tersebut bisa kembali membuka PT baru dengan nama baru. Sementara, beda halnya dengan nasib yang dialami TKI. Padahal,  Karsiwen mengatakan, TKI atau calon TKI wajib membayar besaran biaya penempatan sesuai ketentuan agen. Ke Hongkong, gaji TKI dipotong 6 bulan, sementara ke Taiwan dipotong 9 bulan.

Berdasarkan kondisi dan permasalahan tersebut, diharapkan, revisi atau perubahan total UU penempatan dan perlindungan TKI mampu membawa perubahan lebih baik pada perlindungan TKI dan bukan hanya bisnis.








BACA JUGA: