JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sesuai Ketentuan UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, setiap TKI  atau Buruh Migran Indonesia wajib memiliki dokumen Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN). Fungsi KTKLN sebagai kartu identitas TKI selama masa penempatan TKI di negara tujuan.

Hanya saja sejumlah serikat buruh menilai keberadaan kartu KTKLN yang juga dikelola oleh agensi atau pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) selama ini sarat aspek pemerasan kepada para pekerja.

Ketua Umum Gabungan Serikat Buruh Indonesia Rudi Daman mengungkapkan Pemberian kewenangan kepada agen atau pihak swasta kerap disalahgunakan. Kewenangan yang termuat dalam Pasal 1 Ayat (5) UU No 39 Tahun 2004 yang menyebutkan Pelaksana penempatan TKI  swasta  adalah  badan  hukum yang telah memperoleh izin  tertulis  dari Pemerintah  untuk  menyelenggarakan  pelayanan  penempatan  TKI di luar negeri.  

"Buruh migran melihat, UU Nomor 39 Tahun 2004 tidak banyak memberikan perlindungan namun menjadi sumber masalah," kata Rudi kepada gresnews.com, Jumat (18/12).

Pada poin kebijakan penempatan tenaga kerja ke luar negeri, menurut Rudi, UU tersebut justru menjadi sumber masalah dan membuka celah pemerasan terhadap para pekerja migran. Lewat syarat KTKLN, justru sampai saat ini tidak ada keadilan selain tindakan pemerasan yang dilakukan jasa penempatan tenaga kerja.

Aspek perlindungan yang dimaksud dalam UU, kata dia, belum dilaksanakan secara nyata sekaligus menunjukkan ketidakhadiran negara. "Aturan tersebut lebih banyak mengatur penempatan dan belum menjadikan pekerja sebagai subjek," kata dia.

Untuk itu, menurutnya, serikat pekerja migran akan berupaya mendesak pemerintah segera melakukan revisi total terhadap UU Nomor 39 Tahun 2004 dengan mengganti UU baru yang lebih mengakomodir hak dan perlindungan buruh migran.

Sesuai aturan yang diterbitkan pemerintah, berdasarkan UU Nomor 39 Tahun 2004 Pasal 62 Ayat (1) mewajibkan setiap TKI /Buruh Migran Indonesia wajib memiliki dokumen KTKLN. Sementara Pasal 62 ayat (2) disebutkan fungsi KTKLN sebagai kartu identitas TKI selama masa penempatan TKI di negara tujuan.

Seiring pemberlakuan KTKLN sejak tahun 2010 lalu, pemerintah berdalih penggunaan kartu tersebut untuk melindungi buruh migran di luar negeri. Hanya saja, dengan berbagai indikasi pelanggaran yang terjadi dalam ketentuan itu, pemerintah terus didorong untuk merevisi sistem penempatan para TKI.

Pernyataan serupa juga disampaikan Koordinator Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) Karsiwen. Menurutnya buruh migran saat terus berjuang untuk penghapusan KTKLN. Salah satunya, melalui revisi UU Penempatan dan Perlindungan TKI khususnya menyangkut syarat ketentuan KTKLN.

Sesuai temuan JBMI di lapangan, persyaratan dokumen KTKLN sarat akan aksi pemerasan oleh pihak agen atau pengelola penempatan. Bahkan, tidak hanya agen, tetapi ada indikasi keterlibatan pihak pemerintah seperti Imigrasi disinyalir ikut terlibat dalam pelanggaran tersebut.

Iwen menyebut, ada permainan pihak Imigrasi dalam upaya meloloskan tenaga kerja dengan meminta uang sebesar 500 ribu sampai Rp 2 juta. Berdasarkan jumlah kasus yang dihimpun JBMI, dalam tiga tahun terakhir terjadi sekitar 112 kasus.

AKAN  DIREVISI - Menanggapi keluhan ini Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf mengatakan, salah satu langkah nyata yang tengah dipersiapkan legislatif adalah mengenai revisi aturan UU Nomor 39 Tahun 2004. Politisi partai Demokrat itu menyebut, persiapan upaya preventif dan instrumen perlindungan akan ditingkatkan pemerintah melalui revisi nantinya.

Terkait langkah pencegahan masalah dan pengawasan terhadap agen atau jasa penyalur TKI, Ia mengatakan, ke depan akan semakin diperketat skema pendataan, pelatihan dan pendaftaran yang akan dimulai dari daerah melalui Dinas Tenaga Kerja.

Setelah itu, lanjut Dede, kontrak kerja yang ditandatangani TKI, majikan dan pihak jasa penempatan (agen) wajib memuat hak-hak TKI serta surat kontrak kerja tidak diperkenankan berpindah tangan ke majikan lain tanpa persetujuan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI). Mekanisme itu dibuat guna memfasilitasi calon tenaga kerja sebelum berangkat ke negara penempatan.

"Langkah itu akan dimuat dalam revisi baru dari UU Perlindungan dan Penempatan TKI di Luar Negeri," kata Dede, Kamis (17/12).

Keluhan terhadap pemberlakuan KTKLN telah berlangsung sejak ketentuan itu diberlakukan pada 2010 lalu. Bahkan presiden Joko Widodo yang dikeluhi para buruh migran saat awal terpilih sebagai presiden sempat meminta pemberlakuan KTKLN dihapuskan. Hanya saja Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid meluruskan bahwa KTKLN tidak bisa serta merta dihapuskan namun harus melalui revisi UU No 39 Tahun 2004.

Sebab ketentuan KTKLN ada dalam UU tersebut. Sehingga Nusron menjanjikan pemberlakuan KTKLN hingga Mei 2015, sambil membenahi sejumlah aspek pelaksanaan yang dikeluhkan buruh, karena rumit dan berbelit-belit.

Namun hingga Mei 2015 penghapusan KTKLN belum juga berhasil menghapuskan KTKLN, lantaran revisi UU Penempatan Tenaga Kerja itu tak kunjung direvisi oleh legislatif. Untuk menengahi persoalan pemerintah sejak Desember 2015 mulai memberlakukan KTKLN Elektronik.

BACA JUGA: