DARI perkara korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) menjalar ke perebutan saham Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). Bom panas ada di tangan Pengadilan.

Pihak Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut menilai Hary Tanoesoedibjo suka menghalalkan segala cara untuk mendapat keinginannya, terutama dalam sengketa kepemilikan saham PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI).

Kuasa hukum Tutut, Hary Ponto, menduga terdapat kebohongan yang dilakukan pemilik PT Media Nusantara Citra Tbk itu dengan tujuan ingin meraup untung banyak dalam proses go public di pasar modal. Caranya, dengan menggunakan status selaku  perusahaan yang memiliki banyak televisi di Indonesia.

"Ini kan clear semua untuk MNC. Jadi mereka waktu go public bisa mencapai Rp4,5 triliun. Jadi memang dia (Hary Tanoe) membereskan utang sampai mengambil alih secara melawan hukum TPI supaya ada benefit  lebih jauh. Ada kepentingan, bahwa ada RCTI, ada Global TV dan ada TPI di bawah MNC semua, itu membuat MNC jadi seksi kan," kata Hary Ponto, kepada primaironline.com, Kamis (10/3).

Padahal, kata dia, untuk TPI jelas terdapat sengketa kepemilikan saham yang sudah berlangsung sejak lama dengan PT Berkah Karya Bersama (BKB). Hary mengatakan, sengketa ini dimulai jauh sebelum penawaran umum  saham perdana PT MNC di pasar modal dan tindakan PT BKB memindahkan 75 persen saham yang direbut  dari Tutut kepada MNC.

Hary menegaskan sengketa ini sudah muncul terkait dengan pelunasan utang TPI yang dilakukan oleh PT Berkah Karya Bersama (BKB) milik Hary Tanoesoedibyo. Tutut sendiri memiliki utang senilai US$55 juta. BKB menawarkan pelunasan utang itu.

Untuk melunasi itu, dibuatlah Investment Agreement tertanggal 23 Agustus 2002 guna menyelesaikan utang-utang TPI saat dimiliki Tutut. Dalam perjanjian disebutkan, ada tiga opsi untuk menyelesaikan utang.  Pertama, tawaran pemgambilaihan saham Tutut di TPI. Kedua, BKB menawarkan utang diselesaikan dengan nilai Rp630 miliar. Ketiga,  sebanyak 75 persen saham Tutut dibeli BKB senilai Rp210 miliar.

Pada akhir 2004 sudah ada pembicaraan. Tutut mengatakan bakal mengganti seluruh utang-utang yang dibayarkan oleh PT BKB berikut bunga. "Tetapi secara tiba-tiba BKB mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham luar Biasa (RUPSLB) tertanggal 18 Maret 2005 dengan mengaku mendapat kuasa dari Tutut bahwa kepemilikan 75 persen  saham dialihkan," kata Hary.

Hary menjelaskan, sebelum RUPSLB tanggal 18 Maret 2005, Tutut dan pemegang saham lainnya yakni PT Tridan Satriaputra Indonesia, PT Citra Lamtoro Gung Persada, dan Yayasan Purna Bhakti Pertiwi mengadakan RUPSLB tertanggal 17 Maret 2005 yang tujuannya untuk merombak jajaran direksi dan dewan komisaris TPI.

Keputusan tersebut kemudian dilaporkan ke Menteri Hukum dan HAM melalui fasilitas sistem administrasi badan hukum (Sisiminbakum) Departemen Hukum dan HAM. Tapi, fasilitas tersebut tidak dapat diakses sehingga anggaran dasar sebagaimana RUPSLB 17 Maret tidak dapat dimasukan. Anehnya, anggaran dasar hasil RUPSLB 18 Maret yang diajukan BKB dapat diproses dalam Sisminbakum.

Dalam gugatannya dengan nomor 10/PDT.G/2010/PN. JKT. PST, mewakili Tutut, Hary menggugat PT BKB telah melakukan perbuatan melawan hukum. Pada intinya, gugatan terkait dengan penggunakaan kuasa tidak sah dalam RUPSLB yang mendelusi saham Tutut serta adanya pemblokiran akses sisminbakum.

Perkara ini sendiri, menurut Hary, sudah menjelang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Pada pekan depan, Kamis (17/3) para pihak diminta memberikan kesimpulan sebelum majelis hakim menjatuhkan putusan.

Namun ada yang janggal dari Hary Tanoe dalam perkara ini. Menurut Hary Ponto, dalam kesaksiannya Hary Tanoe telah melakukan kebohongan di pengadilan. Biaya yang sudah dikeluarkan saat mengelola TPI dan membayarkan utangnya Tutut diklaim sudah mencapai US$ 80 juta. Padahal, Hary Ponto memastikan bahwa PT BKB sendiri pernah mengirim surat secara resmi pada Januari 2005 bahwa biaya yang dikeluarkan hanya Rp623 miliar sudah termasuk dengan bunga.

Selain itu, PT BKB juga sudah pernah mengklaim bahwa terdapat kemungkinan kerugian yang perlu diganti sehingga angkanya berubah menjadi Rp680 miliar untuk total seluruhnya. Pada akhirnya PT BKB menawarkan lagi bahwa ongkos yang dikeluarkan adalah Rp630 miliar. Meskipun, berdasarkan penilaian Tutut biaya yang dikeluarkan BKB hanya Rp363 miliar ditambah US$10 juta

"Bagimana mereka bisa mengatakan pengeluarannya itu semua 80 juta USD. Ini kan equal dengan Rp800 miliar," kata Hary. "Untung keterangan Hary Tanoe tidak di bawah sumpah, kalau di bawah sumpah saya laporkan ke polisi dia," jelas Hary.

Terkait blokir Sisminbakum, Hary Tanoe juga mengaku tidak mengenal PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD). Padahal, menurut Hary Ponto, Komisaris PT SRD Hartono Tanoeseodibyo adalah kakak dari Hary Tanoe.

Hary Ponto melanjutkan, keterkaitan Hary Tanoe dengan Sisminbakum ini erat. Foto-foto yang dirilis oleh mantan Direktur Utama PT SRD Yohanes Waworuntu menunjukan bahwa hubungan dekat tersebut. "Foto-foto peresmian sisminbakum itu menunjukan Hary Tanoe ada disitu, Hartono ada di situ," jelasnya.

Namun, ia maklum jika kini Yohanes Waworuntu mencabut intervensi dalam perkara ini karena ada pengaruh dari keluarga Tanoe. Apalagi, menurut Hary Ponto, saat ini Yohanes sedang dipenjara dalam kasus Sisminbakum.

"Ya itu memang kalau di tesimoniya kan ada rekaman si Yohanes, dia pernah bikin press conference bahwa dia yang dikorbankan segala macam. Memang mungkin saja ada deal-deal dan bisa kita maklumi bahwa kemungkinan itu bisa terjadi," jelasnya.

Menanggapi tudingan Ponto, kuasa hukum PT Berkah Karya Bersama (BKB) Andi F. Simangunsong yakin menang di pengadilan. Sebab sudah ratusan bukti diajukan ke persidangan.

"Juga PT Berkah sudah membutkikan bahwa di tahun 2006 PT Berkah sudah mengalihkan kepemilikan TPI kepada MNC. BKB juga mmebuktikan bahwa di tahun 2007 MNC sudah melakukan IPO dengan pengumuman di koran dan public expose. Jadi PT Berkah sudah melaksanakan kewajiban dan membayar harganya," ujar Andi, Jumat (11/3).

(aka)

BACA JUGA: