JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pidato Presiden Jokowi dalam Konferensi Asia Afrika (KAA) yang mengkritik kebijakan ekonomi internasional dan juga keberadaan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) diapresiasi banyak pihak. Bahkan pidato ini dianggap sebagai pidato presiden paling berani semenjak era reformasi 1988.

Presiden Jokowi dalam pidato pembukaannya telah mengangkat harkat dan martabat Bangsa Indonesia di mata Internasional. Indonesia dengan pidato tersebut dipandang melek akan praktik-praktik kotor di balik bantuan keuangan internasional, sikap negara kaya terhadap negara miskin, termasuk sikap ambigu PBB dalam menghadapi berbagai persoalan internasional.

"Pidato Presiden Jokowi di Pembukaan KAA, jika dilihat dari substansinya maka benar-benar telah mengangkat harkat dan martabat Bangsa Indonesia," kata Politisi PDI Perjuangan Tubagus Hasanuddin di Gedung DPR RI, Senayan, Kamis (23/4).

Sejumlah lembaga keuangan internasional yang selama ini getol memberikan pinjaman seperti Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia (World Bank) dan Bank Pembangunan Asia (ADB) pun tidak lepas dari kritik keras Jokowi. Ketidakadilan global tampak jelas ketika sekelompok negara menolak perubahan realitas yang ada.

Jokowi saat itu menyatakan pandangan yang mengatakan persoalan ekonomi dunia hanya dapat diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF, dan ADB merupakan pandangan usang dan perlu dibuang. Ia bahkan berpendirian pengelolaan ekonomi dunia tidak bisa diserahkan pada tiga lembaga keuangan tersebut dan mendesak reformasi arsitektur keuangan global.

"Pidato ini cukup mencengangkan mengingat Jokowi dengan lugas mengkritik keras ketidakadilan global di bidang ekonomi," katanya.

Hal senada ditambahkan Tantowi Yahya Wakil Ketua Komisi I DPR RI yang melihat sejumlah hal menarik dalam keberanian Presiden lndonesia bersuara keras mengkritisi organisasi PBB yang bersikap pasif terhadap penindasan Israel pada Palestina. Sebab selama ini ia menilai politik luar negeri Indonesia cukup cari aman dengan pondasi bebas aktif.

"Saat Pemerintahan SBY lalu, politik luar negeri kita dibuat mandul lewat slogan Sejuta Kawan Tidak Ada Musuh," ujarnya di Gedung DPR RI, Senayan, Kamis (23/4).

Tak hanya rakyat dalam negeri yang terkejut dengan pidato keras tersebut, tapi juga dunia internasional yang ikut menyorot. Utamanya pada pernyataan Indonesia harus lepas dari ketergantungan pada lembaga keuangan dunia seperti IMF dalam membiayai pembangunan dan melanjutkan dengan modal berdikari. Ia menilai presiden amat berani melawan tirani Barat yang selama ini menjajah negara-negara ketiga dengan bantuan dana yang mengikat.

"Banggakah kita? Menurut saya seharusnya kita bangga," katanya.

Namun, untuk menyamakan isi pidato Jokowi dengan slogan Bung Karno yakni "Go to hell with your aid" masih harus dikaji ulang. Apalagi jika menyatakan hal ini sebagai sinyal upaya Pemerintah mendapat dukungan Tiongkok dan kemudian kembali dijadikan sahabat utama maka masih perlu ada pernyataan tegas.

"Soal itu cuma waktu yang bisa menjawabnya. Yang jelas, Jepang sebagai aliansi Amerika dan saudara tua kita, saat ini sangat mengkhawatirkan politik luar negeri kita yang condong ke Tiongkok," katanya.

Kekhawatiran Jepang dan Amerika Serikat itu menurutnya cukup beralasan, mengingat dalam waktu kurang dari enam bulan, Presiden Jokowi sudah berkunjung ke Beijing. "Ada kekhawatiran poros Jakarta-Beijing-Pyongyang akan hidup lagi," katanya.

Apalagi ditambah, keinginan besar Indonesia untuk bergabung di Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dan meninggalkan lembaga keuangan bentukan barat, seperti IMF. Selayaknya rakyat Indonesia ikut mendukung langkah Presiden Jokowi sebab untuk pertama kalinya Indonesia berani mengambil risiko.

"Kalau saya secara pribadi menilai langkah Pemerintah kita terkait politik luar negeri sangat berani," katanya.

BACA JUGA: