JAKARTA, GRESNEWS.COM - Masalah ekonomi liberal dan tidak bersatunya basis pendukung partai politik (parpol) Islam menjadi sorotan utama acara Halaqoh Kebangsaan Refleksi Akhir Tahun 2014 yang diselenggarakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan Fraksi PPP MPR RI.

Ketua MUI Din Syamsuddin menilai telah terjadi distorsi pasca reformasi sehingga Indonesia mengalami kegamangan, dipengaruhi liberalisasi, sekularisasi, dan menjadi efek domino di segala sisi. Ia menengarai bahwa demokrasi negara telah mengarah pada liberalisme dengan indikasi kekuatan pemilik modal dan ekonomi sangat dominan. Anggapan ekonomi yang sudah bagus ditampik dengan fakta lapangan yang menyatakan banyak masyarakat belum merasakan kemajuan ekonomi, apalagi mencapai taraf sejahtera.

"Makanya persoalan ini harus segera dicarikan solusinya," katanya saat acara tersebut di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Senayan, kemarin.

Ia membeberkan data mengenai peringkat kemiskinan Indonesia yang menempati angka 137 dari 261 negara. Belum lagi Indeks yang mencapai 0.41 pada 4 tahun terahir. Artinya kesenjangan sosial sudah tinggi dan masuk zona merah. Tiap satu orang kaya berbanding 41 orang miskin di Indonesia. Ditambah mayoritas orang kaya merupakan orang-orang non muslim.

"China pada pertengahan abad ini lebih akan melebihi negara-negara Islam lain," duganya.

Dengan berkaca pada data tersebut, perlu diakui cita-cita Indonesia yang maju, adil, berdaulat, makmur, dan berkeadilan terjadi deviasi distorsi dalam pencapaiannya. Sehingga segala sisi kini dilandaskan liberalisasi, bahkan pada kehidupan politiknya sekalipun. Dampaknya terjadi pada partai Islam, ormas Islam, dan lembaga pendidikan Islam dimana terjadi kemunduran pada kesemuanya.

"Ini memerlukan evaluasi dan kesediaan semua pihak untuk memilih mana yang terbaik bagi bangsa Indonesia," katanya.

Sehingga setelah evaluasi diharapkan tampil penguatan politik, ekonomi dan budaya umat Islam. Ia mengaku sering merasa terjadi ketidakadilan terhadap 207 juta muslim di negeri ini. Sebab ormas dan partai Islamnya malah tidak mendapat perhatian, diperlihatkan secara numerical angka yang tak mencapai 50% dan perolehan suaranya turun di setiap pemilu. "Sayangnya gagasan saya untuk membentuk koalisi strategis tak menjadi
kenyataan," katanya.

Ketua MPR, Zulkifli Hasan pun berpandangan serupa, selama ini ia melihat basis Islam terpecah sehingga banyak melahirkan partai-partai Islam kecil. Dengan PPP yang lolos sebagai partai Islam bertahan hingga saat ini. "Tapi isu perpecahan semakin memperburuk realitas itu," jelasnya dalam kesempatan yang sama. Ia pun berharap PPP yang merupakan satu-satunya partai Islam bisa segera bersatu.

Selain pecahnya basis Islam, kekuatan MPR yang tak sejaya dulu juga  menjadi perhatiannya. Ia seperti mengeluhkan kejayaan MPR saat dapat mengangkat dan memberhentikan presiden. Namun kini, MPR berkedudukan setara dengan lembaga lainnya. "Tapi ada penguatan lewat tata tertib, MPR sudah ada Badan Pengkajian untuk menjalankan tugas pokok MPR sebagai pengkaji sistem ketatanegaraan," ujarnya.

Demokrasi yang dijalani saat ini yang akan dikaji dalam lembaga pengkajian. "Apakah sudah benar sistem one man one vote? Apakah benar para pemilik modal bahkan DPR yang menentukan haluan politik," ujarnya.

BACA JUGA: