JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi III DPR RI akhirnya menolak tiga calon Hakim Agung yang diajukan oleh Komisi Yudisial (KY). Ketua Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat Pieter Zulkifli dalam pembacaan putusannya mengatakan, ketiga hakim itu ditolak karena tidak ada satupun yang mendapatkan setengah suara kuorum dari keseluruhan jumlah anggota Komisi III yang hadir. "Karena jumlah suara tidak memenuhi setengah suara kuorum, maka Komisi III DPR RI tidak menyetujui ketiga calon hakim agung," kata Pieter, di gedung DPR RI Jakarta, Selasa (4/2).

Dari tiga nama yang diajukan KY, Hakim Suhardjono mendapatkan 3 suara setuju, 44 suara menolak, sedang 1 suara abstain. Hakim Maria Ana Samiati mendapatkan 3 suara setuju, 44 suara menolak dan 1 suara abstain. Sedangkan hakim Sunarto mendapat 5 suara setuju, 42 suara menolak dan 1 suara abstain.

Anggota Komisi III yang hadir dalam pengambilan suara itu berjumlah 48 orang dari 8 fraksi, termasuk 3 orang pimpinan komisi. Mereka adalah dari Fraksi Partai Demokrat (12 orang), Fraksi Partai Golkar (8 orang), Fraksi PDIP (9 orang), Fraksi PKS (3 orang), Fraksi PAN (4 orang), Fraksi PPP (4 orang), Fraksi PKB (3 orang), Gerindra (2 orang). Wakil dari Hanura tidak hadir.

Sidang yang pada awalnya dipimpin oleh Azis Syamsuddin itu, sempat berlangsung alot dengan hujan interupsi mengenai mekanisme cara pengambilan putusan. Anggota Komisi III dari Fraksi Persatuan Pembangunan Ahmad Yani mengusulkan cara voting dengan ambang batas minimal satu calon disetujui oleh 27 atau setengah lebih satu dari keseluruhan jumlah anggota yang hadir. "Harus ada batas ambang batas, minimal 27 anggota. Di bawah itu tidak memenuhi syarat, tidak bisa," kata Yani.

Namun usul itu ditentang anggota komisi lainnya dari Fraksi Amanat Nasional Taslim Chaniago. Ia mengatakan perlu ada kesepakatan yang sama untuk ambil putusan. Menurutnya, bila tidak disetujui karena ada satu orang tidak setuju maka akan selalu sulit menentukan siapa calon yang dipilih, meski dikembalikan ke Komisi Yudisial. "Mencermati apa yang disampaikan tata cara perlu persepsi yang sama untuk ambil putusan. Bila ada satu orang tidak setuju sebaiknya tidak batal, karena tidak akan pernah ketemu," ujar Taslim.

Dalam kesempatan yang sama anggota Komisi III dari Fraksi Golkar Chairuman Harahap mengatakan mekanisme pengambilan putusan dilakukan sesuai peraturan tata tertib protokoler DPR RI. "Pengambilan keputusan adalah hak komisi, tata cara pengambilan keputusan di komisi sudah diatur tatib," kata Chairuman.

Chairuman menambahkan cara mekanisme yang diatur dalam tatib komisi yaitu melalui musyawarah mufakat atau voting. Menurutnya, karena agenda kali ini adalah untuk memilih orang, sehingga sebaiknya dilakukan voting. "Apabila terjadi kebuntuan maka sesuai aturan bisa dilakukan lobi-lobi," ujarnya. Akhirnya setelah berdebat lama, para anggota komisi sepakat melakukan voting seperti yang diusulkan Yani.

Menanggapi hasil putusan itu, anggota Komisi III dari Fraksi Golkar Nudirman Munir mengatakan bila ditolak maka KY harus mengajukan tiga nama baru. "Ya kalau ditolak, KY ajukan nama baru," kata Nudirman kepada Gresnews.com usai sidang.

Namun saat ditanya apakah hal itu merupakan bentuk protes DPR RI terhadap putusan MK yang memangkas kewenangan DPR dalam pemilihan hakim agung, Nudirman membantah. "Tidak! Ini kan karena para calonnya yang tidak disetujui saja," katanya.  

Sebelumnya, pada tanggal 9 Januari 2014 Mahkamah Konstitusi memutuskan, calon hakim agung hanya diajukan oleh KY sebagai lembaga yang independen. Hal itu dimaksudkan agar proses pemilihan hakim agung tidak diintervensi pihak manapun. Sebelum ada putusan itu, DPR berhak untuk memilih calon hakim agung. Namun sekarang DPR hanya berwenang untuk menyetujui atau menolak.

BACA JUGA: