JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menilik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan kewenangan DPR untuk memilih calon hakim agung, seharusnya  DPR tidak lagi memiliki  kewenangan melakukan fit and proper test. Termasuk tes pembuatan makalah yang digelar Komisi III DPR kemarin, Senin (1/9) tidak lagi diperlukan.

Meski demikian, DPR tetap mempunyai kewenangan persetujuan. "Konsepnya seperti persetujuan duta besar," kata Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya Malang Muhammad Ali Syafaat kapada Gresnews.com, Senin (1/9).

Dalam konsep, kata Syafaat, jika tidak ada alasan yang sangat kuat terkait personal calon hakim, harusnya DPR menerima dan menyetujui. Tidak perlu lagi melakukan fit and proper test karena sudah dilakukan oleh Komisi Yudisial (KY).

Karena itu, ia berpendapat, tes pembuatan makalah yang digelar DPR untuk calon hakim tidak bisa dijadikan dasar untuk menentukan kapasitasn dan kapabilitas calon hakim. "Pembuatan makalah dan kemampuan hukum sudah selesai di KY. DPR harusnya lebih melihat soal integritas," tegasnya.

Sementara Peneliti pada Indonesian Legal Rountable (ILR) Erwin Natasomal Umar berpendapat tindakan DPR bertentangan dan tidak menghormati keputusan MK. "Menurut saya seharusnya KY mengingatkan DPR soal ini. KY jangan pasif dan merasa tidak enak terhadap DPR," ujarnya kepada Gresnews.com, Senin (1/9).

Ia menegaskan, DPR hanya berwenang untuk menyetujui atau menolak calon hakim agung yang diusulkan KY, bukan melakukan seleksi lagi. Kata Erwin, alasan penolakan pun harus jelas dan beralasan.

Berkaca pada seleksi calon hakim agung pada Selasa (4/2), Komisi III DPR pernah menolak tiga calon hakim agung yang diajukan KY. Calon hakim agung Suhardjono, Sunarto, dan Anna Maria, tidak lolos di DPR, setelah tidak ada satu pun yang mendapat suara mayoritas dari anggota Komisi III yang dihadiri 48 orang setelah Komisi III sebelumnya melakukan fit and proper test.
 
Seperti diketahui Wakil Ketua KY Abbas Said menyerahkan lima nama calon hakim agung ke DPR, Rabu (20/8) lalu. Kelima calon hakim agung ini diketahui telah melewati tahapan seleksi administrasi dan uji kelayakan di KY. Seleksi meliputi penelusuran rekam jejak, uji kualitas, seleksi kesehatan dan kepribadian, serta wawancara.
 
Seleksi calon hakim agung itu, kata Abbas, diselenggarakan untuk memenuhi kekosongan 10 jabatan hakim agung, dengan komposisi Hakim Agung Kamar Agama perlu tambahan dua orang, Hakim Agung Kamar Perdata (3 orang); Hakim Agung Kamar TUN (3 orang), dan Hakim Agung Kamar Pidana (2 orang).
 
Kelimanya adalah Wakil Pengadilan Tinggi Agama Surabaya Amran Suadi dan Dirjen Badilag MA Purwosusilo untuk mengisi Kamar Agama. Kemudian Wakil Pengadilan Tinggi Pontianak Sudrajad Dimyati untuk Kamar Perdata; Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Jayapura Muslich Bambang Luqmono untuk Kamar Pidana; dan Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan Is Sudaryono untuk Kamar Tata Usaha Negara.
 
 
 

BACA JUGA: