JAKARTA - Komisi Yudisial, mengakui kesulitan menemukan hakim agung yang bermoral, berkualitas, dan berintegritas tinggi. Kesulitan ini diperparah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. UU itu mengharuskan KY menghadirkan setidaknya tiga calon untuk memenuhi satu lowongan hakim agung.

"Kita dipaksa UU harus ada tiga calon untuk satu slot hakim agung. Makanya kami berusaha harus sesuai kuota. Karena kalau dipaksakan lebih jauh ya kualitasnya malah kurang," kata Ketua Komisi Yudisial, Eman Suparman ketika dihubungi Gresnews.com di Purwokerto, Kamis (24/1).

Menurut Erman, menemukan hakim agung yang memnuhi kriteria seperti mencari terbaik dari yang terburuk. "Kami terus terang memilih hakim agung sulit. Seperti memilih yang terbaik dari yang terburuk," tambahnya

Di satu sisi, jika KY menyerahkan jumlah calon hakim agung yang tidak memenuhi kuota yang ada, DPR menolak menggelar uji kepatutatn dan kelayakan. Di sisi lain, Mahkamah Agung memerlukan hakim agung agar beban penanganan perkara tidak semakin menumpuk. Dari 84 calon hakim agung tersisa yang terpilih secara formal memang didapatkan hanya untuk memenuhi kuota semata. Oleh karena itu, jumlah ini pun lolos hanya berdasarkan syarat administrasi saja. "Kalau praktiknya seperti ini di mana KY harus dipaksa terus, ini tidak akan pernah maksimal," kata Erman.

BACA JUGA: