JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pembatasan Peninjauan Kembali (PK) yang tengah menjadi perdebatan seru diantara hakim Agung dan hakim konstitusi, diangkat menjadi tema untuk menguji calon hakim agung dalam kegiatan seleksi hakim agung.  

Salah satu penguji calon hakim agung, Abbas Said, menganggap pembatasan peninjauan kembali sebagai ´jalan buntu´ untuk ditemukannya keadilan dalam penyelenggaraan hukum. "Apalagi tidak ada yang bisa memastikan kapan novum ditemukan. Sehingga permohonan PK dengan sendirinya seharusnya tidak bisa dibatasi," katanya.

Abbas menambahkan Mahkamah Konstitusi pernah mengeluarkan putusan peninjauan kembali (PK) bisa dilakukan berulang kali. Persoalannya ia melihat pada prakteknya ada sejumlah PK yang diajukan berkali-kali. Tapi nyatanya PK lebih dari sekali ditolak.

"Apa kira-kira dasar pemikiran ketika waktu itu PK boleh lebih dari sekali? Saudara calon masih ikut dalam putusan tersebut di MK. Tapi pengejawantahannya panitera tidak mau mengirimkan ke Mahkamah Agung. Padahal maksud MK PK berkali-kali itu agar diperiksa khawatir ada kekhilafan hakim. Sehingga seperti formalitas saja. Bagaimana alur pikiran calon saat itu?" ujar Abbas dalam wawancara terbuka calon hakim agung di Auditorium Komisi Yudisial, Jakarta, Jumat (22/5).

Menanggapi hal ini, calon hakim Achmad Fadlil Sumadi, yang pernah menjadi hakim konstitusi, menyatakan saat persoalan PK diujimaterikan, ia menjawab dalam penyelenggaraan hukum terdapat dimensi moral. Salah satu dimensi moral dalam hukum adalah keadilan. Sementara dalam proses peradilan terdapat hal yang menonjol yaitu kepastian hukum dan kemanfaatan. Persoalan kepastian hukum telah selesai dengan adanya upaya hukum normal. "PK adalah upaya hukum yang tidak normal atau luar biasa," ujar Achmad pada kesempatan itu.

Sehingga ia berpendapat karena PK adalah upaya hukum luar biasa maka tidak diperlukan tenggang waktu dan jumlah pengajuan PK. Tapi bergantung alasan-alasan yang memungkinkan kenapa orang dapat mengajukan PK. Alasan tersebut harus bergantung pada novum. Sementara novum itu sendiri tidak dapat ditentukan kapan ditemukan.

Achmad mencontohkan ketika ada seorang pemohon PK mengajukan PK dengan alasan kekhilafan hakim dan tidak terbukti. Tapi kekhilafan tersebut terbukti setahun kemudian setelah ada novum yang ditemukan. Atas contoh tersebut, ia pun mempertanyakan keadilan yang dijunjung tinggi oleh hukum. Sebab jalan masuk mencari keadilan lewat PK sudah ´dibuntukan´ melalui pembatasan PK.

Untuk diketahui, saat ini KY sedang menyeleksi calon hakim kamar pidana, kamar perdata, kamar agama, kamar tata usaha negara dan kamar militer. Setelah melalui uji seleksi kepribadian, sebanyak 18 calon hakim agung kini tengah melalui tahapan wawancara oleh penguji yang terdiri pihak KY, MA, dan ahli di bidangnya.

BACA JUGA: