JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring mengancam akan menutup usaha operator  telekomunikasi  Indonesia,  jika terbukti melakukan kerjasama dengan intelijen Australia untuk melakukan penyadapan terhadap para pejabat Indonesia.

Pernyataan tersebut ditegaskan Tifatul menyikapi geger penyadapan pemerintah Australia kepada sejumlah pejabat Indonesia seperti dilansir sejumlah media asing. Tifatul menduga praktik penyadapan yang dilakukan pemerintah Australia dilakukan melalui Base Tranceiver Station (BTS) dan satelit Indonesia. "Praktik penyadapan dilakukan karena ada celah dimana para operator kurang pengawasan, kemudian dilakukan oleh para penyadap dengan konsisten," kata Tifatul di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Kamis (21/11).

Namun Tifatul mengungkapkan bentuk penyadapan berbeda-beda. Diantaranya dengan memasang software komunikasi data kepada handset pengguna. Software tersebut di dalamnya dapat merekam pembicaraan pengguna handset. Tapi Tifatul mengoreksi, tidak semua handset ditanami software penyadapan.

Untuk menanggulangi kasus ini Tifatul telah mengumpulkan seluruh operator telekomunikasi. Dari pertemuan tersebut dihasilkan tujuh butir instruksi kepada operator telekomunikasi. Tujuh butir intruksi tersebut dinamainya Pengawasan Penyadapan Salah Kaprah (WASPADALAH),  yaitu;  pertama, memastikan kembali keamanan jaringan yang digunakan sebagai jalur komunikasi RI-1 dan RI-2 sesuai Standard Operating Procedure (SOP) pengamanan very-very important person (VVIP).

Kedua, memeriksa ulang seluruh sistem keamanan jaringan. Ketiga, mengevaluasi outsourcing jaringan (kalau ada) perketat perjanjian kerjasama. Keempat, memastikan aparat penegak hukum yang berwenang melakukan penyadapan yaitu KPK, Kepolisian, Kejaksaan, BIN dan BNN. Kelima, memeriksa apakah ada penyusup-penyusup gelap penyadapan oleh oknum swasta atau ilegal.

Keenam, melakukan pengujian (audit) terhadap sistem perangkat lunak yang digunakan apakah ada ´back door´ atau ´boot net´ yang dititipkan oleh vendor. Ketujuh, melakukan pengetatan aturan terkait perlindungan data pelanggan, registrasi, informasi, pribadi sebagai modern licensing.

Untuk itu, Tifatul meminta kepada semua operator telekomunikasi memberikan klarifikasi melalui jawaban terkait penyadapan Australia kepada pemerintah Indonesia sejak tahun 2007-2009. Tifatul memberikan waktu seminggu kepada seluruh operator untuk memberikan klarifikasi. "Kami minta jawaban sepekan dari mereka dari tahun 2007 sampai tahun 2009," kata Tifatul.

Namun Tifatul memastikan para operator telekomunikasi Indonesia tidak ada yang bekerjasama dengan intelijen Australia untuk menyadap para petinggi negara mengingat core business operator telekomunikasi bukan untuk membocorkan informasi dan nekat untuk menyalahgunakan wewenangnya.

Namun jika perusahaan operator telekomunikasi Indonesia terbukti melakukan kerjasama dengan intelijen asing untuk melakukan penyadapan, Tifatul akan segera melakukan penutupan usaha operasi bagi operator telekomunikasi Indonesia. "Kalau memang terlibat ini kan melanggar undang-undang, bisa ditutup usaha telekomunikasi. Jadi kita dengar dulu jawaban mereka," kata Tifatul.

Sementara itu, Direktur Networking PT Telkomsel, Abdus Somat Arief, menyatakan sepakat dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring untuk memberikan jawaban dalam waktu seminggu. Arief mengaku selama seminggu pihaknya akan melakukan pendalaman terhadap perusahaan meskipun selama beroperasi perusahaan selalu menjalankan pengawasan sesuai standar yang berlaku.

Apalagi, secara keamanan perusahaan sudah semakin bertambah dan telah terdapat security khusus berlisensi  ISO bahkan setiap tahun keamanan perusahaan diperbarui. "Penyadapan kami sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata Arief.

Arief juga menjamin perusahaannya tidak terdapat penyusup yang menyamar sebagai karyawan dan penyadapan dilakukan sesuai dengan kontrak formal sesuai dengan aparat penegak hukum masing-masing

Direktur and Chief Wholesale & Infrastructure Office PT Indosat Tbk (ISAT), Fajri Sentosa, mengatakan selama ini pihaknya sesuai dengan prosedur dalam menjalankan usaha komunikasi. Bahkan pihaknya sudah melakukan audit terhadap sistem perangkat lunak. "Tidak ditemukan sama sekali, kita sesuai dengan prosedur serta UU yang berlaku," kata Fajri.

Soal kemungkinan terjadinya penyusupan di dalam perusahaan telekomunikasi itu. Fajri mengaku belum mengetahui.  "Saya tidak tahu itu. Saya belum dengar kalau ada penyusupan," kata Fajri. (Heronimus Ronito/GN-02)

BACA JUGA: