JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyayangkan sikap pemerintah Australia yang menganggap remeh kasus penyadapan kepada sejumlah pejabat tinggi pemerintah Indonesia, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). DPR menilai langkah pemerintah sudah tepat bukan sekedar melontarkan aksi protes namun sampai menarik Duta Besar Indonesia Nadjib Riphat Kesoema di Canberra, Australia.

"Jadi apa yang dilakukan pak SBY, memerintahkan untuk penarikan Dubes kita di Australia, menunjukkan bahwa presiden sangat emosional," kata Ketua Fraksi Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf kepada Gresnews.com pada Selasa (19/11).

Nurhayati mengatakan penarikan Dubes di Australia menunjukkan sikap pemerintah sangat jelas. Pemerintah Indonesia meminta kepada Australia untuk meminta maaf dan melakukan klarifikasi secara terbuka.

Dia menjelaskan kalau ini tidak diselesaikan maka dampaknya hubungan bilateral kedua negara dapat putus. Sementara terkait desakan untuk memulangkan Dubes Australia di Jakarta, Nurhayati mengatakan, "Saya kira kita tidak perlu mengajarkan kepada Pemerintah Australia bagaimana kode etik hubungan diplomatik," imbuhnya.

Anggota Komisi I DPR Adjeng Ratna Suminar mengatakan penarikan Dubes Indonesia untuk Australia dinilai merupakan langkah yang tepat. "Apalagi penyadapan itu terjadi dalam kondisi damai dan bersahabat," kata Adjeng kepada Gresnews.com pada Selasa (19/11).

Menurut Adjeng sikap Pemerintah Australia tidak beretika dalam hubungan diplomatik negara bersahabat. Beda bila hubungan Indonesia dan Australia dalam kondisi berperang maka penyadapan menjadi hal yang lumrah.

Adjeng juga mendukung pemutusan hubungan diplomatik dengan Australia bila tak ada perubahan sikap. "Tapi perlu dipertimbangkan warga kita yang disana, jadi tidak bisa langsung memutuskan hubungan diplomatik," imbuhnya.

Anggota Komisi I dari Fraksi Hanura Susaningtyas Nefo Handayani mengatakan perihal pengusiran Dubes Australia di Jakarta perlu di verifikasi pembuktiannya. "Kalau Dubes itu kan bisanya ya minta maaf, tapi yang harus jelas adalah pembuktian penyadapan itu," kata Susan kepada Gresnews.com pada Selasa (19/11).

Dia mengatakan, Komisi I akan mempertimbangkan dan melihat kelanjutan kasus ini untuk dibawa ke Mahkamah Internasional. Dalam waktu dekat Komisi I DPR RI juga akan segera memanggil BIN dan Lemsaneg untuk meminta keterangan mengenai kasus penyadapan ini.

Presiden SBY juga mengecam tindakan penyadapan oleh pemerintah Australia. Lewat akun twitternya SBY akan meninjau ulang bentuk kerjasama antara Indonesia dengan Australia. "Saya juga menyayangkan pernyataan PM Australia yang menganggap remeh penyadapan terhadap Indonesia, tanpa rasa bersalah," kata Presiden dalam akunnya @SBYudhoyono, Senin (18/11) tengah malam.

Menurut presiden, tindakan penyadapan oleh intelejen Australia mencederai hubungan dua negara yang sudah menjalin kemitraan sejak lama. "Kita juga akan meninjau kembali sejumlah agenda kerjasama bilateral, akibat perlakuan Australia yang menyakitkan itu," tuturnya.

Oleh karena itu, Presiden SBY meminta pemerintah Australia memberikan jawaban yang jelas bagi rakyat Indonesia. "Indonesia juga minta Australia berikan jawaban yang resmi dan bisa dipahami masyarakat luas atas penyadapan terhadap Indonesia," tuturnya.

Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menegaskan pemanggilan pulang Dubes Indonesia di Australia itu dalam rangka konsultasi dengan pemerintah pusat. "Ini tidak bisa dianggap langkah yang ringan dan ini bisa menunjukkan sikap kita yang tegas dan terukur," kata Menlu Marty di kantornya dalam jumpa pers, Jalan Pejambon, Jakarta Pusat, Senin (18/11).

Indonesia juga memanggil kedua kali kepada Dubes Australia di Jakarta untuk meminta penjelasan soal penyadapan kepada Presiden SBY dan beberapa pejabat pemerintah Indonesia. Ini pemanggilan kedua setelah pemanggilan 1 November 2013 saat kabar penyadapan dilansir Der Spiegel dan Sydney Morning Herald.

Kementerian Luar Negeri juga tengah menghubungi Menlu Australia Julie Bishop untuk meminta penjelasan. Menlu Marty tengah mengintensifkan pengkajian ulang kerja sama pertukaran informasi dengan Australia. "Khususnya kita akan memastikan prinsip-prinsip prioritas dalam kerja sama antar Indonesia dan Australia. Kita tetap bersih dan rasional dalam menyikapinya. Kita tegas namun terukur. Australia, we need your answer!" ucap Marty.

Hubungan Australia dan Indonesia selama ini memang panas dingin. Konflik mewarnai perjalanan hubungan Indonesia dengan Australia. Di masa Presiden Soekarno, ketika terjadi konfrontasi dengan Malaysia, Australia turut campur dan berpihak kepada Malaysia. Militer Australia terlibat bentrok dengan TNI di Kalimantan.

Di era Presiden Habibie, ketika pemisahan Timor Timur (sekarang Timor Leste) dari Indonesia tahun 1999 hubungan keduanya kembali memanas. Indonesia menilai kambing hitam lepasnya Timor Timur karena campur tangan Australia. Di tahun ini, hubungan keduanya juga memanas di samping Australia membiarkan pelarian dari gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) masuk Australia dan kasus penyadapan Australia terhadap telepon Pemerintah Indonesia.

(Mungky Sahid/GN-04)

BACA JUGA: