GRESNEWS.COM - Masih sangat banyak pekerjaan rumah yang menunggu sektor pertambangan. Pengawasan pemegang hak Izin Usaha Pertambangan yang belum maksimal, syarat-syarat ekspor yang belum terpenuhi, hingga upaya reklamasi tak sepenuh hati.

Makanya, meski pertambangan termasuk salah satu bisnis yang sangat menjanjikan, penerimaan negara dari sektor ini belum terlalu signifikan. Keprihatinan tersebut disampaikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Ali Masykur Musa kepada Gresnews.com.

Soal Masa Depan

"Merujuk UUD 1945 Pasal 33, yang menetapkan perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, artinya pembangunan ekonomi, termasuk pemanfaatan sumber daya alam jangan hanya untuk kepentingan generasi saat ini saja," bilang Ali.

"Tetapi juga harus memperhatikan kepentingan generasi mendatang, yang diikuti dengan upaya-upaya perlindungan lingkungan hidup," tambah pria kelahiran Tulungagung ini. Selain itu, dia juga mengingatkan kepada Pemerintah agar perijinan sektor tambang dikendalikan.

"Ambil contoh produksi batubara Indonesia yang sebagian besar diekspor ke berbagai negara, hanya sebagian kecil saja yang dikonsumsi di dalam negeri. Namun kontribusinya hanya 5% dari total realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)," beber Ali. 

Pria yang menjadi anggota BPK sejak 2009 ini bercerita, BPK pada tahun 2010 dan 2011 melakukan pemeriksaan atas pengelolaan pertambangan batubara di Pulau Kalimantan. Pemeriksaan tersebut dilakukan terhadap 247 perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara di tujuh kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.

Di sana mereka menemukan sejumlah fakta yang mengecewakan. Ternyata ada 64 perusahaan yang tidak membuat rencana kegiatan reklamasi pascatambang dan 73 perusahaan tidak menyetor dana jaminan reklamasi. "Selain itu, dari areal bekas penambangan PKP2B seluas 100,88 ribu ha itu, baru direklamasi seluas 47,80 ha saja," papar Ali.

Kementerian ESDM sendiri, kata Ali, belum menerbitkan peraturan tentang pengawasan dan sanksi pengelolaan usaha pertambangan mineral dan batubara, sehingga Pemerintah Daerah tidak memiliki pedoman baku dalam melaksanakan tugas pengawasannya. Khususnya mengawasi pelanggaran yang dilakukan para pemegang IUP.

Ali Masykur Musa mendesak aparat penegak hukum memberikan sanksi yang tegas terhadap perusahaan yang melanggar, agar terjadi efek jera sehingga tidak terulang lagi.

Clear & Clean

"Selain itu, kami juga mendorong pemerintah untuk meningkatkan pengendalian dan pengawasan terhadap pengusahaan pertambangan batubara, antara lain melalui upaya percepatan pelaksanaan Program "Clean and Clear" oleh Kementerian ESDM," ujarnya.

Program ini, lanjut Ali, bertujuan menertibkan perusahaan-perusahaan pertambangan yang bermasalah ("Non-Clean and Clear"), terutama masalah tunggakan royalti, tumpang tindih lokasi pertambangan, dan tidak adanya izin lokasi penambangan dari Menteri Kehutanan.

"Sampai tahun 2012, Kementerian ESDM baru menetapkan 1.992 perusahaan yang lolos Program "Clean and Clear" atau 51,45% dari total 3.871 perusahaan," tandasnya.

Data Ditjen Minerba Kementerian ESDM menunjukkan, seperti dikutip dari situs resminya, jumlah IUP yang dinyatakan "Clean and Clear" pada Mei 2012 sebanyak 4.386 IUP. Tertuang dalam pengumuman hasil rekonsiliasi IUP yang ketiga. Kebanyakkan IUP yang "Clean and Clear" itu adalah IUP batubara.

Menurut peraturan, pemegang IUP operasi produksi wajib menyampaikan tiga hal untuk mendapatkan sertifikat "Clean and Clear". Pertama, persetujuan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPK) atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

Kedua, menyampaikan laporan eksplorasi lengkap dan studi kelayakan. Ketiga, menyampaikan bukti setor pembayaran iuran tetap dan iuran produksi (royalti) sampai dengan tahun terakhir.

Pakta Integritas

Sertifikat IUP "Clean and Clear" adalah salah satu syarat dari total 5 syarat, jika eksportir ingin mendapatkan rekomendasi dari ESDM. Selain sertifikat IUP "Clean and Clear", syarat kedua adalah pengusaha tambang mineral wajib menyerahkan rencana kerja (business plan) pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.

Syarat ketiga, perusahaan telah melunasi kewajiban pajak dan PNBP-nya kepada negara. Keempat, perusahaan harus menandatangani "Pakta Integritas" dengan Pemerintah, yang isinya berjanji akan menjaga lingkungan dan pada 2014 berjanji tidak akan ekspor bahan mineral mentah. Kelima, membayar bea keluar 20% sesuai ketentuan pemerintah.

Jika para pemegang IUP operasi produksi mineral tidak atau belum dapat memenuhi semua persyaratan itu, maka tidak dapat diproses rekomendasi untuk penjualan bijih (raw material atau ore) mineral keluar negeri sesuai dengan peraturan yang berlaku. (DED/GN-02)

BACA JUGA: