GRESNEWS - Setelah pencoblosan yang diikuti oleh serangkaian hasil perhitungan cepat sejumlah lembaga survei, masyarakat dihadapkan pada pertanyaan apakah pertarungan Pilkada Jawa Barat 2013 akan berlangsung dalam satu putaran atau dua putaran. Para pendukung pasangan Rieke Diah Pitaloka-Teten Masduki (Rieke-Teten) adalah kelompok yang hingga hari ini paling optimistis bahwa Pilkada Jawa Barat 2013 akan berlangsung dalam dua putaran sementara penyokong pasangan petahana Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar (Aher-Demiz) berada di atas angin dan meyakini Pilkada Jawa Barat 2013 akan berlangsung hanya dalam satu putaran.

Ketentuan yang mengatur mengenai penetapan calon terpilih terdapat dalam Pasal 46 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Tata Cara Pelaksanaan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah oleh Panitia Pemilihan Kecamatan, KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi, serta Penetapan Calon Terpilih, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pelantikan.

Ayat (1) berbunyi pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Ayat (2) berbunyi pabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak terpenuhi, pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih dengan Keputusan KPU Provinsi atau Keputusan KPU Kabupaten/Kota.

Ketentuan tersebut merupakan turunan dari Pasal 107 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
 
Sejumlah lembaga hitung cepat telah melansir hasil seperti Indo Barometer menempatkan urutan pemenang Aher-Demiz (32,38%), Rieke-Teten (27,18%), Dede-Lex (26,09%). Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menempatkan Aher-Demiz (32,38%), Rieke-Teten (29,07%), Dede-Lex (24,71%). Lingkaran Survei Indonesia (LSI) melansir Aher-Demiz (33,19%), Rieke-Teten (27,5%), dan Dede-Lex (25,43%).

Hingga pagi ini, PDI Perjuangan sebagai penyokong pasangan Rieke-Teten masih optimistis pilkada akan berlangsung dalam dua putaran, tidak seperti prediksi lembaga survei yang menyatakan pilkada hanya akan berlangsung satu putaran.

"Saya hormati hitung cepat, tetapi itu bukan alat, apalagi dasar untuk menangkan pasangan. Kami akan tunggu hasil KPU," ujar Ketua Pelaksana Harian DPD PDI Perjuangan Jabar yang juga Ketua Tim Sukses Rieke-Teten, TB Hasanudin.

Dia merujuk pada hasil real count yang menyebutkan dari 26 kota/kabupaten tidak ada pasangan calon yang mendapatkan perolehan suara maksimal hingga 30%.

Koordinator Media Center Tim Pemenangan Rieke-Teten, Budi Purnomo Karjodihardjo, bahkan menyatakan KPU juga harus memperhatikan kemenangan kandidat dari berbagai sisi, bukan hanya dari jumlah suara melainkan dari ketaatan mengikuti aturan pemilu dan kecurangan yang terjadi.

"Kita lihat saja nanti saat pengumuman resmi KPU, akan ada kejutan dan sikap resmi dari Tim Pemenangan Rieke-Teten yang dipimpin," tandasnya.

Sementara Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nasional (LSN) Umar S Bakry mengatakan peluang pasangan Rieke-Teten untuk masuk ke putaran dua sudah tertutup. "Kecuali kemudian timses Rieke dan Teten bisa menemukan pelanggaran dan kecurangan yang dilakukan oleh rivalnya," ungkap Umar.

Sedangkan pengamat politik Ikrar Nusa Bakti enggan berkomentar lebih jauh karena masih menunggu hasil keputusan resmi dari KPUD Jawa Barat.

"Saya masih menunggu hasil rekapitulasi dari KPUD Jabar, karena saya belum tahu hasilnya seperti apa. Menurut ketentuan perundangan jika pasangan tersebut meraih dukungan lebih dari 30 persen, otomatis dia yang terpilih, jika pasangan tersebut meraih dukungan kurang dari 30 persen, akan ada pilgub putaran dua," kata Ikrar.

Perhitungan manual dilakukan berjenjang dari tingkat Panitia Pemungutan Suara, Panitia Pemilihan Kecamatan, KPU Kabupaten/Kota dan puncaknya di KPU Provinsi. Rekapitulasi dan penetapan hasil perolehan suara di KPU Jabar akan digelar pada 3 Maret 2013.
Direktur Divisi Penelitian Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Dr. Ni´matul Huda mengatakan munculnya Pasal 107 UU Pemerintahan Daerah adalah dilatari pemikiran bahwa pemilukada langsung yang hanya satu putaran dengan peserta lebih dari dua pasangan memiliki legitimasi yang sangat rendah di hadapan publik. Kekurangan legitimasi dapat menyebabkan instabilitas pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat tidak berjalan dengan baik. Legitimasi yang rendah juga mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang sedang berkuasa.

Sementara, menurut Huda, implikasi sistemik yang ditimbulkan oleh pilkada dua putaran antara lain adalah, pertama, kandidat yang bertarung di dalam pilkada harus menyediakan biaya, tenaga dan waktu ekstraketat untuk mengantisipasi pilkada tahap kedua.

Kedua, pilkada dua putaran cenderung melahirkan fragmentasi sosial di dalam masyarakat yang kian ketat karena mengentalnya dukungan pemilih mengikuti arus kepentingan dua kandidat yang bertarung dalam putaran kedua.

Ketiga, sistem pilkada dua putaran cenderung melahirkan divided government atau pemerintahan yang terbelah. Pada satu sisi pemerintahan baru yang terbentuk berusaha menjalankan program-program pemerintahan dengan baik, tetapi pada sisi yang lain, terdapat kelompok baik di dalam pemerintahan maupun di luar pemerintahan yang tidak puas dengan kebijakan-kebijakan pemerintahan baru, terutama karena daya apresiasi mereka terhadap hasil-hasil pilkada kurang memuaskan.

Keempat, sistem pilkada dua putaran juga hanya memberikan jalan mulus bagi incumbent.

Kelima, sistem pilkada mempengaruhi penurunan angka partisipasi pemilih.

Keenam, pilkada dua putaran memberikan ruang bagi peningkatan jumlah golput.

Ketujuh, terdapat problem-problem elektoral yang ditimbulkan oleh penggunaan sistem dua putaran antara lain adalah terjadi penguatan intervensi pemerintah pusat dalam menetapkan pasangan calon yang memenangkan pilkada.

Sementara itu, survei lain menyoroti persoalan yang paling penting untuk dibenahi oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Jabar periode 2013-2018 yang berdasarkan hasil survei litbang Kompas yang digelar pada 14-18 Januari 2013, adalah ekonomi (penghasilan, pekerjaan dan harga kebutuhan pokok ) 54,8%, pendidikan (biaya dan sarana) 20,3%, kesehatan (biaya dan sarana) 16,9%, infrastruktur (air bersih, jalan, listrik dan transportasi publik) 6,0%.

BACA JUGA: