GRESNEWS - Langkah seorang tersangka perkara korupsi untuk maju sebagai kepala daerah menimbulkan pertentangan antara kaidah moral dan hukum formal. Hukum menentukan bahwa seseorang bersalah jika sudah mendapatkan vonis pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), namun, di sisi lain masyarakat juga menuntut pemimpinnya tidak memiliki cacat moral.

Kabar terbaru adalah konfirmasi dari pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) bahwa calon Gubernur Jawa Barat asal Partai Golkar Irianto MS Syafiuddin alias Yance, yang juga mantan Bupati Indramayu, masih menjadi tersangka dalam kasus penyelewengan dana dalam pembebasan lahan proyek pembangunan PLTU Indramayu pada tahun 2004. Pilkada Jawa Barat akan digelar Minggu, 24 Februari 2013. "Yance sampai saat ini masih jadi tersangka kasus PLTU," kata sumber Gresnews.com di Kejaksaan Agung, Sabtu (17/2).

""
Yusril Ihza Mahendra (Portaltiga/Gresnews.com)

Pakar hukum Yusril Ihza Mahendra kepada Gresnews.com di Jakarta, Sabtu (16/2), mengatakan seseorang yang menjadi tersangka tidak masalah bila ingin maju sebagai gubernur karena tersangka itu belum menentukan bersalah atau tidaknya seseorang.

"Selama orang itu belum diputus persidangan dan belum inkracht, orang itu belum bisa dibilang bersalah," kata mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia itu.

Menurut Yusril, untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka itu sangat mudah, hanya butuh dua alat bukti. Tetapi, tegasnya, yang menjadi masalah adalah tidak adanya batas waktu status tersangka itu. "Kalau begini, nanti bisa dimanfaatkan dan dimainkan oleh politik. Makanya harus ada batas waktu," kata dia.

Sebagai catatan, penetapan batas waktu tersangka itu baru dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) sebagai poin usulan pemerintah.
Dari sisi politik, Pengamat Politik Universitas Indonesia Iberamsjah mengatakan seharusnya tidak bisa seseorang yang sudah menjadi tersangka maju sebagai calon Gubernur Jawa Barat karena sudah mempunyai cacat moral. Walaupun dipaksakan, tegasnya, tetap saja tidak akan menang.

"Seharusnya Partai Golkar bisa memilih orang yang bersih. Kalau orang yang cacat moral tidak akan dipilih orang," katanya kepada Gresnews.com, Sabtu (16/2).

Selain itu, kata Yance, Partai Golkar sudah terindikasi sebagai partai koruptor sejak peristiwa korupsi dana Alquran.

Politisi Golkar Zulkarnaen Djabar sebelumnya menjadi tersangka korupsi penganggaran untuk proyek di Kementerian Agama, yaitu, pengadaan Alquran pada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam tahun anggaran 2011 dan 2012 serta pengadaan laboratorium komputer madrasah tsanawiyah pada Direktorat Jenderal Pendidikan Islam tahun anggaran 2011 ketika menjabat sebagai anggota Badan Anggaran DPR.
Dimintai pendapatnya secara terpisah, Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) DPP Partai Golkar Indra J Piliang mengatakan tidak mengerti sejauhmana pengaruh status Yance terhadap hasil Pilkada Jabar mendatang. "Saya tidak ngerti," ujarnya kepada Gresnews.com, Sabtu (16/2).

Cari Selamat

""
Danang Widoyoko (Perspektifbaru.com)

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko kepada Gresnews.com, Sabtu (16/2), mengatakan majunya Yance dalam Pilkada Jabar merupakan cara Yance untuk menyelamatkan diri dari kasus korupsi. "Ya, tapi ini memang sulit. Dalam proses hukum (pengadilan) belum tentu Yance bersalah," tuturnya.

Menurut Danang, Kejaksaan harus segera melakukan proses hukum terhadap Yance, sebab, jika Yance, misalnya, sudah menjadi gubernur, akan lebih sulit memprosesnya.

"Sudah saatnya Kejaksaan menunjukkan kinerjanya. Sudah capek ICW mengkritiknya tapi tidak ada keinginan lebih baik dari Kejaksaan," katanya.

Lebih lanjut Danang meminta ke depan ada undang-undang yang melarang seseorang yang sedang dalam proses hukum tidak bisa mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah.

Sebagai informasi, kasus dugaan adanya penyelewengan dana dalam pembebasan lahan untuk pembangunan PLTU I Indramayu pada tahun 2004 yang menerpa Yance ini bermula saat Panitia Pengadaan Tanah Indramayu hendak membebaskan lahan seluas 82 hektare yang rencananya akan dijadikan lokasi pembangunan PLTU di Desa Sumur Adem, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu.

Namun, dalam praktiknya, harga jual tanah digelembungkan. Harga tanah seluas 82 hektare yang semestinya Rp22.000 per meter persegi tersebut digelembungkan hingga menjadi Rp42.000 per meter persegi. Akibatnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp42 miliar.

Selain Yance, Daddy Haryadi, mantan Sekretaris P2TUN Kabupaten Indramayu, Mohammad Ichwan selaku mantan Wakil Ketua P2TUN Kabupaten Indramayu, dan mantan Kepala Dinas Pertanahan Kabupaten Indramayu ditetapkan sebagai tersangka kasus ini.

Kasus ini sempat mangkrak di Kejagung setelah Yance dijadikan tersangka pada tahun 2010. Penyidikan mangkrak karena ada putusan bebas terhadap tiga tersangka lainnya.

Ketiga terdakwa perkara korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Uap M Ichwan, Agung Rijoto, Dedi Haryadi masih menunggu putusan kasasi dari MA.Vonis MA akan menjadi pertimbangan Kejaksaan Agung untuk melanjutkan penyidikan untuk tersangka Yance atau tidak.


BACA JUGA: