JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tim Pengawas Pelaksanaan Ibadah Haji DPR menemukan berbgai masalah yang masih harus diperbaiki dalam pelaksanaan ibadah haji tahun ini. Isu utama yang mengemuka adalah masalah kesehatan dan masih adanya praktik yang merugikan jemaah haji seperti praktik rentenir dalam penukaran mata uang. Terkait masalah kesehatan, anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawati memberikan perhatian pada jamaah haji yang meninggal dunia karena sakit di tanah suci.

Menurutnya semua pemangku kepentingan, terlebih lagi pemerintah berkewajiban menjamin kesehatan jamaah di tempat ibadah haji. Dia juga menyarankan agar pemerintah menjamin ketersediaan petugas kesehatan haji.

"Pemerintah harus memastikan pemenuhan ketersediaan petugas kesehatan haji terlatih dan trampil, yang mana satu dokter dan dua perawat untuk setiap kloter tanpa jamaah yang masuk kategori risiko tinggi (risti) dan 2 dokter dan 3 perawat untuk kloter yang masuk kategori risiko tinggi," papar Okky, Rabu (23/8) seperti dikutip dpr.go.id.

Dia juga menekankan, pemerintah juga harus memastikan ketersediaan peralatan emergency seperti Automatic External Defibrillator (AED) portable untuk petugas kesehatan haji, fasilitas transportasi ke faskes rujukan, serta fasilitas rujukan yang memadai. Seperti diketahui, jumlah jamaah haji asal Indonesia yang meninggal dunia hingga tanggal 20 Agustus 2017 ini telah mencapai 46 jamaah.

Sebanyak 32 orang atau sebesar 70%, jamaah haji asal Indonesia meninggal karena penyakit jantung. Situasi yang nyaris sama terjadi dalam pelaksanaan ibadah haji tahun 2016, mayoritas jamaah yang meninggal dunia yakni sebesar 53 persen dari 342 jamaah lantaran penyakit jantung. "Data ini semestinya menjadi perhatian khusus pemerintah terkait kesehatan para jamaah ibadah haji," terang Okky.

Menurut Okky dalam penanganan kasus penyakit jantung yang datang tiba-tiba, bila dilakukan pertolongan yang tepat, cepat, oleh tenaga yang terlatih serta dukungan peralatan yang mendukung, akan mencapai tingkat keberhasilan hingga 65 persen. "Dengan kata lain, atas pemetaan persoalan kesehatan yang muncul saat penyelenggaraan ibadah haji, semestinya pemerintah dapat memberi perhatian khusus soal tersebut," urainya.

Terkait dengan hal terebut, jumlah jamaah haji asal Indonesia tahun 2017 ini mencapai 221.000 atau 507 kloter. Sayangnya, Kementerian Kesehatan hanya menghitung 10% dari total kloter sebagai risiko tinggi mengalami gangguan kesehatan. Padahal, kriteria yang masuk risiko tertinggi yakni usia di atas 75 tahun dan yang memiliki penyakit tertentu jika ditotal sebanyak 63%.

Sementara itu, anggota Komisi IX DPR Dewi Aryani mendesak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk terus mensosialisasian bahaya Virus MERS-CoV yang tengah tersebar di Arab Saudi kepada calon jemaah haji yang akan berangkat ke tanah suci. "Kemenkes harus mensosialisasi bahaya virus Mers-CoV kepada calon jemaah haji yang akan berangkat agar tidak ada yang terjangkit virus berbaha itu," tegas Dewi.

Politisi Fraksi PDI Perjuangan itu juga meminta kepada Kemenkes untuk melakukan langkah preventif. Salah satu upayah yang perlu dilakukan misalnya dengan menaruh poster mengenai bahya virus Mers-CoV di setiap pintu asramah calon jemaah haji, lorong rumah sakit.

"Langkah preventif itu perlu dilakukan agar jemaah tidak tertular. Misalnya dengan memberikan pemahaman akan bhaya virus melalui media poster yang ditaruh di pintu asrama, jemaah harus rajin mencuci tangan dengan sabun usai melakukan kegiatan, pemakaian masker pelindung hidung dan mulut juga perlu dilakukan terutama bila berada di kerumunan orang, dan tidak mengunjungai pertenakan," ungkapnya.

MERS-CoV atau Middle East Respiratory Syndrome merupakan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus korona. Penyakit ini ditemukan pertama kali di Saudi Arabia pada September 2012 dan telah menyebar ke berbagai negara.

Sejauh ini, kasus MERS terjadi pada orang-orang yang melakukan perjalanan atau mereka yang menetap di Arab Saudi. Pasalnya, sumber infeksi MERS adalah unta. Penderita MERS umumnya mengalami demam, batuk, dan masalah pernapasan akut parah yang bisa menyebabkan kematian.

Hal tersebut tentu penting diwaspadai oleh jemaah haji Indonesia yang akan berangkat menunaikan ibadah haji ataupun ibadah umrah untuk menjaga diri dari penularan MERS. Apalagi, hingga saat ini belum ada vaksin atau pengobatan yang dapat secara efektif melawan MERS dan penyebarannya.

PRAKTIK RENTENIR - Selain isu kesehatan, Tim Pengawas Haji DPR juga menemukan adanya praktik rentenir terhadap jamaah haji. "Kami kaget, ternyata selama ini terjadi praktik rentenir bagi jemaah haji yang ingin menukarkan uang Riyal. Kasus itu terjadi di kloter 47 JKS, yang ingin menukarkan uang Riyal pecahan 500. Untuk satu pecahan saja terkena potongan 80 riyal, berarti kalau tiga pecahan akan terpotong 240 Riyal," tegas Wakil Ketua Komisi VIII Iskan Qolba Lubis di Makkah, Selasa (22/8), seperti dikutip dpr.go.id.

Iskan mengungkapkan, praktik rentenir juga terjadi di embarkasi lainnya. Sepertinya yang terjadi di embarkasi Medan, sesuai pengakuan salah seorang jamaah. "Berdasarkan pengakuan jamaah haji kloter Medan, penukaran pecahan 500 hanya menerima 450 Riyal. Bahkan praktik semacam itu disinyalir atas sepengetahuan petugas di embarkasi tersebut," katanya.

Politisi dari F-PKS ini menegaskan praktik rentenir tidak diperbolehkan apalagi dalam penyelenggaraan haji, selain dilarang agama karena bersifat ribawi, juga sangat menzalimi jemaah haji sendiri. Menyikapi hal itu, Komisi VIII DPR akan meminta BI untuk menyiapkan pecahan 100 Riyal, sehingga memudahkan jemaah haji menukarkan uangnya.

Selain itu, Komisi VIII akan meminta Kementerian Agama melakukan investigasi di semua embarkasi sekaligus menindak para oknum pelaku. Dalam sidak juga ditemukan beberapa kekurangan pelayanan terhadap jamaah haji, seperti kasus makanan basi di Madinah dengan jumlah yang sangat banyak, sekitar 6.400 box.

"Kasus basinya makanan jemaah haji dalam jumlah banyak menandakan lemahnya pengawasan makanan yang akan disajikan, terutama jenis sayuran berkuah sehingga mudah basi," katanya.

Tak hanya itu, tim pengawasan juga menemukan rendahnya kualitas tas yang dibagikan kepada jamaah. Padahal tas merupakan identitas yang dilihat jamaah seluruh dunia. "Jemaah dari Bandung mengeluh tas yang dibagikan kualitas rendah, sehingga cepat sobek. Padahal tas terpampang identitas jamaah, dan membuat dipertaruhkan martabatnya di tengah jamaah lain seluruh dunia," kritisinya.

Sementara saat di Mekkah, Timwas sidak ke Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI). Di sana, Timwas menemukan banyak jamaah yang dirawat dari penyakit ringan seperti flu, batuk, dan pilek, hingga penyakit berat seperti jantung, stroke, dan kanker. "Ada unit gawat darurat, rawat inap, ICU hingga rawat gangguan kejiwaan. Tim dokter dan petugas kesehatan bekerja dengan baik walaupun tenaga media masih kurang," kata Ketua Tim Pengawas Haji DPR adli Zon.

Sebagaimana diketahui, Timwas Persiapan Haji terdiri dari 19 Anggota DPR, yang merupakan Anggota Komisi VIII, Komisi IX dan Komisi V. Adapan yang menjadi obyek pengawasan antara lain soal pelayanan di bidang pemondokan, katering, transportasi, kesehatan dan masalah-masalah yang muncul dalam penyelenggaraan ibadah haji.

Tim memastikan pemerintah memberi pembinaan, pelayanan, dan perlindungan pada jamaah. Juga mengumpulkan informasi dan masalah yang terjadi sekaligus jalan keluar untuk perbaikannya.

"Jamaah haji akan melakukan puncak ibadah ketika wukuf di Arafah, Musdalifah dan Mina. Di sini titik rawan karena semua jamaah haji seluruh dunia berkumpul di satu tempat pada saat bersamaan," pesan politisi asal dapil Jawa Barat itu.

BACA JUGA: