JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah Indonesia diminta mewaspadai kegiatan reklamasi yang dilakukan negara tetangga Singapura. Sebab selain menimbulkan konflik sumber daya laut, reklamasi itu juga berdampak pada melebarnya garis batas Singapura dan menyempitnya wilayah Indonesia.

Singapura merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat, dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Pertumbuhan yang sangat pesat itu mengharuskan Singapura mencari alternatif memperluas kawasan demi menopang tingkat pertumbuhan ekonominya. Singapura sejak 1960 telah memiliki rencana jangka panjang untuk memperluas wilayah daratannya.

Sejak 1978 hingga saat ini mereka gencar  melakukan reklamasi. Hingga pada tahun 1990 luas Singapura yang semula hanya 580 km persegi, pada tahun 2010 melonjak drastis menjadi 760 km persegi. Artinya dalam kurun 20 tahun Singapura telah berhasil menambah 30 persen luas daratannya. Akan tetapi reklamasi yang dilakukan Singapura beberapa kali masuk ke perairan Indonesia dan mengancam kedaulatan negara.

Singapura pun memulai reklamasi pada 1978 dan daratan Singapura terus mengalami perluasan hingga mencapai lebih dari 100 km persegi.

Menurut Profesor Hasyim Djalal, pakar hukum laut internasional, Indonesia perlu melakukan perjanjian garis batas dengan jelas kepada Singapura terkait masalah reklamasi. Walaupun reklamasi pantai tersebut adalah hak Singapura sebagai negara berdaulat, tetapi Singapura telah menghitung batas wilayah yang diukur berdasarkan hasil reklamasi. Hal ini tentunya akan berakibat semakin sempitnya wilayah Indonesia.

"Wilayah Pulau Nipah yang menjadi kerukan untuk reklamasi Singapura adalah bagian dari Indonesia," ujar Hasyim  di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (27/9).

Hasyim menegaskan, reklamasi Singapura juga menimbulkan masalah lain. Beberapa kali antara Indonesia dan Singapura telah terjadi konflik berkaitan dengan kekayaan di laut dikarenakan tidak jelasnya batas laut antara Indonesia dengan Singapura. Oleh karena itu, sangat penting bagi Indonesia untuk segera memberikan batas wilayah laut antara Batam dengan Changi. Apalagi wilayah tersebut saat ini sudah menjadi jalur perlintasan.

"Perlu perjanjian yang jelas mana wilayah Singapura dan mana wilayah Indonesia,"tegasnya.

Selain itu, Singapura juga telah menggabungkan pulau-pulau hasil reklamasinya menjadi dataran yang luas. Serta mengklaim batas lautnya berdasarkan Garis Pangkal terbaru, dengan alasan Garis Pangkal lama sudah tidak dapat diidentifikasi. Padahal, menurut Hasyim, Singapura tidak memiliki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Sehingga Singapura hanya memiliki wilayah kedaulatan dan tidak memiliki wilayah yurisdiksi.

"Walaupun agreement belum tentu menyelesaikan seluruh persoalan perbatasan dengan Singapura, hal ini penting dilakukan untuk memperjelas batas kewenangan negara," pungkasnya.

HENTIKAN REKLAMASI SAMPAI ADA PERJANJIAN - Saat ini, pemerintah Indonesia dan Singapura tengah menyelesaikan ratifikasi perjanjian batas laut perbatasan Indonesia dan Singapura di bagian Timur. Oleh karena itu, Evita Nursanty dari Komisi I DPR RI meminta Singapura segera menghentikan segala bentuk kegiatan reklamasi yang dilakukan di wilayah perbatasan timur sampai perjanjian batas laut dengan Indonesia selesai.

"Proses reklamasi perlu dihentikan terlebih dahulu sampai ada ratifikasi agreement," ujar Evita di Gedung DPR, Selasa (27/9).

Ia mengaku sangat kecewa dengan kegiatan reklamasi Singapura yang beberapa kali merangsek masuk ke wilayah Indonesia. Bahkan sampai sekarang, wilayah Pulau Nipah yang sudah sangat jelas bagian dari Indonesia terus dikeruk untuk kepentingan reklamasi Singapura, sehingga luas Indonesia terus digerus oleh Singapura.

"Penegasan batas ini perlu diterapkan juga kepada negara tetangga lain, seperti Malaysia," ujarnya.

Oleh karena itu, ia berharap pemerintah tidak hanya terfokus kepada masalah perbatasan Indonesia dan Singapura. Tetapi isu perbatasan dengan negara tetangga lain harus segera diselesaikan karena menyangkut permasalahan kedaulatan dan kepentingan konstitusi. "DPR akan segera merampungkan ratifikasi agreement ini," ujarnya.

Konflik yang melanda Indonesia dengan Singapura mengenai masalah reklamasi pantai sampai sejauh ini belum sampai ke tahap mediasi pihak ketiga. Perlu diketahui, perjanjian batas laut Indonesia dan Singapura sudah pernah terjadi dan dilakukan ratifikasinya oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Marty M Natalegawa dengan Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo, di Singapura pada 2010 dan merupakan kelanjutan dari perjanjian batas wilayah laut yang sebelumnya telah disetujui oleh kedua negara  pada tahun 1973.

Dalam UU RI No. 7 Tahun 1973 tentang perjanjian  laut wilayah kedua negara di Selat Singapura, batas laut yang ditentukan adalah Pulau Nipah dan Pulau Tuas, sepanjang 12,1 kilometer. Perundingan ini telah berlangsung sejak tahun 2005, namun demikian masih ada beberapa titik perbatasan yang belum disepakati. Khususnya di wilayah timur sehingga berpeluang terjadinya konflik kedua negara.

Untuk membendung reklamasi Singapura, Indonesia telah melakukan kebijakan untuk memperketat ekspor pasir lautnya ke Singapura, sebab diduga banyak kapal Singapura yang melakukan pencurian pasir laut. Selain itu pengawasan juga dilakukan kepada setiap kapal yang mengangkut pasir laut dari wilayah Indonesia ke Singapura.

BACA JUGA: