JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sengketa perbatasan masih menjadi pekerjaan rumah pemerintahan Jokowi yang harus segera dituntaskan. Sebab persoalan kejelasan batas wilayah laut dan darat kerap memicu konflik antarnegara.

Salah satu sengketa batas wilayah yang ditargetkan diselesaikan pemerintah Jokowi adalah penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)  di kepulauan Miangas, Kabupaten Talaud, Sulawei Utara. Selama ini belum disepakatinya batas zona laut  ini kerap memicu konflik dan sengketa antara Indonesia dan Filipina.

Konsisi itu juga kerap menimbulkan insiden pelanggaran batas wilayah dan tumpang tindih klaim, khususnya mengenai pemanfaatan hingga eksplorasi sumber daya perikanan dan laut. Belum lagi potensi bentrok antarnelayan kedua negara karena saling klaim sumber daya alam.

Untuk itu Kementerian Luar Negeri tengah melakukan upaya penyelesaian perundingan batas wilayah dengan negara Filipina. Walaupun selama ini secara teritori, pulau Miangas masuk wilayah Indonesia, namun kaburnya garis Zona Ekonomi Eksklusif telah memicu ancaman serius. Posisi pulau yang sangat berdekatan dengan dua negara itu sering menyebabkan insiden atau ketegangan bilateral Indonesia dan Filipina.

Direktur Perjanjian Politik, Keamanan dan Kewilayahan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Octavino Alimudin mengatakan, persoalan kawasan tidak terlepas dari dimensi lintas batas. Terkait pulau Miangas, kata Octavino, kini Kemlu telah menentukan sikap melalui naskah akademik tentang kejelasan garis ZEE perairan Miangas. "Pembahasan naskah akademik itu sudah berlangsung tahun 2014 lalu," kata Octavino yang biasa disapa Octa kepada gresnews.com, Kamis (9/7).

Menurutnya penentuan garis ZEE antara Indonesia dan Filipina itu sedang diproses. Bahkan naskah tersebut telah diajukan kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk ditindaklanjuti. Maksud penyerahan kepada Kemenkumhan itu untuk meminta pandangan dari para pakar, kordinasi dan pertimbangan hukum mengenai penerapan regulasi batas kedua negara.

Octa menilai, persoalan ZEE kedua negara perlu segera dirampungkan. Sebab,  selama ini persoalan tersebut kerap menimbulkan insiden pelanggaran batas wilayah dan tumpang tindih klaim. Khususnya mengenai pemanfaatan hingga eksplorasi sumber daya perikanan dan laut.

PROSES PERJANJIAN - Persoalan ini sebenarnya telah mulai diselesaikan pada tahun 2009 lalu. Pemerintah Indonesia pernah merundingkan posisi pulau yang memiliki luas sekitar 3,15 km²  itu termasuk potongan garis di perairan pulau. Sebab keberadaanya seringkali menimbulkan kontradiksi,  karena sama-sama dijadikan batas wilayah Indonesia maupun Filipina.

Disamping itu, selama ini Filipina kerap mengklaim hak-haknya di perairan Miangas terutama wilayah pengelolaan sumber daya hayati dan non hayati. Tidak adanya kejelasan ZEE juga turut membuat nelayan kedua negara kerap bersitegang dan saling klaim potensi kekayaan laut.

Bahkan, kapal patroli Filipina sering terlibat insiden klaim dengan otoritas perbatasan Indonesia. Octa mengungkapkan, insiden tersebut diketahui melalui alat monitor radar pengawasan perbatasan. Untuk itu, perlu ada upaya penyelamatan potensi kekayaan yang ada, agar memberikan keleluasaan kontrol armada patroli KKP.

"Seandainya batas ZEE sudah jelas, kita berhak mengelola dan punya hak mengambil tindakan apabila Filipina secara bebas masuk mengambil potensi sumber daya di daerah itu," tegas Octa.

Namun, Octa mengatakan, klaim itu hanya berlaku pada wilayah pengelolaan sumber daya alam. Terlepas dari itu, semua negara bisa melintas untuk keperluan pelayaran dengan catatan dilarang melakukan pelanggaran seperti eksplorasi ataupun eksploitasi.
 
Kementerian Luar Negeri mengungkapkan naskah akademik perbatasan yang telah memasuki tahapan realisasi itu. Selanjutnya akan melalui serangkaian proses sebelum perjanjian diimplementasikan secara bilateral.

Pertama, naskah akademik perbatasan diserahkan kepada Kemenkumham. Setelah itu, atas dasar pengesahan dan kesepakatan Kemenkumham, naskah disampaikan ke Presiden. Setelah disepakati Presiden selanjutnya dibawa dalam pembahasan Dewan Perwakilan Rakyat agar nantinya diproses menjadi Rancangan Undang-Undang (RUU).

Ketika diproses DPR melalui pembahasan dengan Komisi terkait dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), pengesahan naskah akan dibawa ke sidang paripurna untuk diundangkan.

Octa mengatakan, saat ini Filipina juga tengah membahas agenda yang sama mengenai batas wilayah dengan Indonesia. Octa mengaku, Kemlu sebelumnya sempat menjalin pembahasan bilateral dengan Filipina terkait inisiatif pemerintah soal ZEE pulau Miangas. Apabila menemui kesepakatan, maka kedua negara rencananya akan mengatur waktu pertukaran piagam ratifikasi yang ditandatangani Menlu masing-masing.

"Kita harapkan perjanjian ini bisa selesai tahun 2015. Jika piagam ratifikasi sudah dipertukarkan, maka saat itu juga status kepemilikan pulau dan perairan Miangas akan semakin jelas," terangnya.

ATURAN DAN PERJANJIAN ZEE - Menurut Konvensi Jenewa 1958 tentang Hukum Laut, kriteria penentuan lebar landas kontinen maksimum 12 mil laut. Zona ekonomi eksklusif merupakan sebuah manifestasi bagi negara-negara pantai untuk melakukan pengawasan dan penguasaan terhadap segala macam sumber kekayaan laut.

Hal itu ditegaskan dalam Pasal 56 Konvensi Jenewa 1958, dimana ZEE suatu wilayah memberikan hak sepenuhnya kepada negara untuk keperluan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan alam baik hayati maupun nonhayati seperti produksi energi dan lainnya.

Secara historis, penentuan batas Filipina dan Indonesia pernah melalui perundingan yang alot. Sekedar diketahui, pada awalnya, Pulau Miangas yang masuk dalam kecamatan Nanusa, Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara diklaim pemerintah Filipina sebagai milik mereka atas dasar ketentuan konstitusi Filipina yang ketika itu mengacu pada Perjanjian Paria (Treaty of Paris 1898). Sementara Indonesia juga mengklaim hak yang sama berdasarkan prinsip (the archipelagic principles) sesuai Konvensi PBB tentang hukum laut UNCLOS 1982.

Sebagai gambaran jarak Pulau Miangas dengan Kecamatan Nanusa adalah sekitar 145 mil, sedangkan jarak ke Filipina hanya 48 mil. Penduduk di pulau itu yang mencapai 678 jiwa, berasal dari suku Talaud juga telah melakukan kawin mawin dengan warga Filipina karena kedekatan jarak tersebut. Bahkan mata uang yang digunakan di pulau tersebut sebagian mata uang Filipina yakni Peso.  

Singkatnya, setelah melalui berbagai cara, akhirnya penyelesaian teritori pun disepakati kedua pihak melalui putusan Mahkamah Arbitrase Internasional 4 April 1928 silam yang menyebutkan bahwa wilayah Pulau Miangas adalah milik Indonesia. Saat itu kesepakan Filipina dilakukan dengan pihak Belanda  yang kala itu menjajah Indonesia. Belanda sendiri menguasai Miangas sejak 1677, sementara Filipina memasukan pulau ini ke dalam peta wilayahnya  sejak 1891.

Mengingat pentingnya nilai kawasan ZEE, Indonesia sebagaimana diketahui telah memiliki Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1984 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Laut di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

KETEGANGAN BARU - Penetapan ZEE yang kini tengah digarap pemerintah bukan tanpa dampak. Penetapan itu dinilai dapat memicu ketegangan baru di kawasan antara Indonesia dan Filipina.

Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana mengatakan, sesuai ketentuan dan aturan internasional, Indonesia tidak bisa secara sepihak menentukan garis ZEE tanpa ada perundingan bilateral terlebih dahulu.

"Itu harus dinegosiasikan dulu. Tidak mungkin Indonesia secara sepihak menentukan batas. Nanti bisa memunculkan ketegangan dengan Filipina," ujar Hikmahanto dihubungi gresnews.com, Kamis (9/7).

Ia mengatakan, pada umumnya produk hukum atau ratifikasi perjanjian antar dua negara berisi dua pasal yaitu pernyataan soal pengesahan dan tanggal diberlakukannya suatu aturan atas konsensus pihak-pihak terkait. Namun, Ia mengingatkan langkah pemerintah yang sangat agresif merebut perairan Miangas berpotensi  menuai protes penolakan dari Filipina.

"Secara unilateral kita diklaim agresif. Solusinya, perlu dibawa ke meja perundingan atau diserahkan kepada mahkamah internasional," katanya.

Menurut Hikmahanto, selama ini pemerintah sering melayangkan protes atas pemanfaatan wilayah perairan disekitar Miangas. Namun peringatan Indonesia sering diabaikan karena dianggap tidak memiliki hak klaim.

Berkaca pada konteks pulau Miangas, lanjut Hikmahanto, ketegangan kedua negara dipicu oleh adanya kesamaan klaim hak tanpa kesepakatan batas perairan yang jelas. Ia mencontohkan, klaim nelayan Filipina dan Indonesia di perairan Miangas menjadi bukti konkret masih adanya masalah perbatasan kedua negara.

Sementara, Juru Bicara Kemlu Arrmanatha Nasir mengatakan pemerintah tidak memiliki motif lain selain penyelesaian masalah batas Indonesia-Filipina. Ditemui gresnews.com di gedung Palapa, Kemlu, Arrmanatha  menyebut tujuan penyelesaian masalah batas tersebut sebagai upaya penting Indonesia menyelesaikan sengketa dengan negara-negara tetangga. Upaya tersebut ditempuh melalui kesepakatan perundingan bilateral.

BACA JUGA: