JAKARTA, GRESNEWS.COM – Polemik soal pemberian honor oleh Pemprov DKI Jakarta kepada prajurit TNI dan Polri melalui Peraturan Gubernur Nomor 138 Tahun 2015 kembali mencuat. Adalah kuasa hukum warga Kalijodo yang mengalami penggusuran Razman Arief Nasution yang mempersoalkan itu.

Dia mengaku mendapatkan informasi dari salah satu kliennya Leonard Eko Wahyu, bahwa, pihak Pemprov DKI Jakarta dalam melakukan penggusuran Kalijodo mengeluarkan anggaran sangat besar untuk meminta bantuan TNI-Polri. Dasarnya adalah Pergub 138/2015 itu. "Saya minta KPK usut ini. Seru ini," tukas Razman di persidangan gugatan warga Kalijodo di PTUN Jakarta, Rabu (16/3).

Leo sendiri sebelumnya, kepada wartawan menyatakan baru mengetahui soal Pergub 138/2015 tersebut. Leo, mengatakan, ada pihak pemerintah sengaja menyimpan rapat adanya peraturan tersebut agar tidak diketahui publik.

Karena itu, Leo meragukan netralitas TNI/Polri. Seharusnya, kata dia, aparat TNI-Polri yang dibiayai negara memberi perlindungan kepada rakyat khususnya kepada warga Kalijodo dalam konteks penggusuran kemarin.

"Dengan adanya Perda ini majikan TNI/Polri ada dua. Dalam Perda itu ditulis Rp250,000 dan uang makan Rp38,000 perhari. Kalau saya kalikan dengan 600 personil yang ada di lapangan berarti Rp17 miliar uang dikeluarkan untuk kasus Kalijodo. Itu baru perhari, coba kalikan berapa hari mereka kerja," ujar Leo.

Leo menyayangkan Pergub tersebut. Menurut Leo, pemerintah malakukan pemborosan anggaran saat melakukan penggusuran di Kalijodo beberapa waktu lalu. "Pergub ini membuat kerugian negara untuk keamanan di Kalijodo, untuk mengamankan warga itu kenapa harus mengeluarkan demikian mahal?" terang Leo.

Razman sendiri mengatakan, Pergub 138/2015 itu bertentangan dengan prinsip keuangan negara UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dia mengatakan, ada pihak yang memanfaatkan kewenangannya dengan "membayar" TNI-Polri dan ini akan mengganggu netralitas pihak TNI dan Kepolisian.

"Jadi sudah ada orang yang berusaha untuk membayar TNI Polri. Angkatan Udara minta bukti kan kepada Ratna (Sarumpaet-red), nanti saya akan beritahu," ujar Razman.

Sebelumnya, Ratna Sarumpaet memang sempat meributkan hal ini lewat jejaring sosial twitter. Dia mengatakan, TNI sudah dibeli. Cuitan Ratna ini dibalas dengan sedikit jenaka oleh pihak TNI. "Ada bukti kuitansinya?" demikian cuitan balasan pihak TNI.

Menurut Razman, Pergub 138/2015, menjadi bukti penguat cuitan Ratna Sarumpaet itu. Dia menilai, TNI-Polri sudah mendapat gaji yang cukup bahkan sudah ada kenaikan gaji aparat pemerintah.

"Apakah TNI-Polri tidak cukup selama ini. Padahal PNS, hakim semua sudah dinaikkan gajinya oleh negara. Kalau ini benar, maka pernyataan Ratna Sarumpaet itu menjadi sangat kuat. Indikasi lho presumption of innocence," ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fadli Zon juga mengkritisi hal ini. Dia mengatakan, hadirnya aturan pemberian uang saku prajurit TNI dan Polri oleh Gubernur DKI Jakarta melanggar aturan. "Prajurit TNI dan Polri itu kan sudah digaji. Kenapa dikasih uang saku lagi?" katanya beberapa waktu lalu.

Beleid itu, kata politisi Gerindra tersebut, berpotensi melanggar UU apalagi pos nya berasal dari APBD DKI Jakarta. "Penggunaan APBD ada aturan-aturan yang mengikat dan tidak boleh sembarangan, tidak bisa seenaknya, jangan sampai mengarah kepada suap," tegas Fadli.

BISA MELANGGAR, BISA TIDAK - Menanggapi polemik ini, pakar hukum tata negara Margarito Kamis mengatakan, belum bisa memastikan apakah terbitnya Pergub 138/2015 melanggar atau tidak. "Pergub itu harus diletakkan pada konteksnya," kata Margarito kepada gresnews.com, Kamis (17/3).

Margarito menjelaskan, jika Pergub itu mengatur pengeluaran honorium pada kegiatan yang bersifat insidental, maka tidak ada yang salah. "Kalau diberikan dalam konteks TNI-Polri membantu pada acara katakanlah seperti penertiban, itu sah-sah saja," ujarnya.

Namun jika maksud Pergub itu memberikan dana atau honorarium rutin kepada TNI-Polri, kata Margarito, itu melanggar prinsip tertib penggunaan keuangan negara. Karena menurut Margarito, tidak boleh ada satu instansi pun menerima honorium dari dua sumber anggaran.

"Tidak boleh satu instansi atau lembaga menerima dua sumber biaya dalam satu kegiatan," ujar Margarito.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Muhammad Iqbal mengaku tidak tahu soal Pergub yang menyatakan adanya honorium kepada TNI-Polri dari Pemprov DKI. Saat diminta komentarnya, ia berkeras menyatakan tak mengetahuinya. "Saya tidak tahu soal itu ya. Kita fokus dengan kerja saja," kata Iqbal kepada gresnews.com.

Pihak TNI sendiri sebelumnya juga menilai pemberian itu sangat wajar. Ketika Kepala Pusat Penerangan TNI masih dijabat Mayjen TNI Fuad Basya, Fuad mengatakan, kebijakan itu bisa terkait dengan tugas TNI dalam bentuk tugas selain perang. Salah satunya bisa dalam bentuk membantu tugas pemerintah daerah.

Selama ini, lanjut Fuad, TNI selalu aktif membantu berbagai kegiatan dan pembangunan oleh Pemprov DKI Jakarta. Salah satunya misalnya, turut membersihkan sungai-sungai. "Tugas TNI itu salah satunya ya membantu pemerintah daerah yang sifatnya percepatan pembangunan. Kalau TNI enggak membantu, ya salah kita namanya," kata dia beberapa waktu lalu.

Ahok sendiri ketika disoal Pergub 138/2015, mengatakan, Pergub itu sudah lama terbit. Dalam beleid itu, kata Ahok, prajurit TNI-POlri yang berhak menerimanya adalah mereka yang telah membantu Pemprov DKI Jakarta dalam kerja bakti.

"Pokoknya kalau memang Satpol PP atau Dishub minta bantuan TNI Polri untuk kerja bareng, mereka dikasih honor sebesar itu," terang Ahok, beberapa waktu lalu.

Ahok menghatakan, peraturan tersebut merupakan salah satu bentuk penegasan dari Pemprov DKI terhadap standardisasi upah yang diberikan kepada para anggota TNI/Polri. Selain itu, pergub itu juga sudah disetujui DPRD DKI. "Sudah lama. DPRD juga sudah setuju," ujarnya. (Gresnews.com/Armidis Fahmi/dtc)

BACA JUGA: