JAKARTA, GRESNEWS.COM – Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) melakukan terobosan dengan memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) buat Pegawai Negeri Sipil yang kini disebut Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal tersebut tercantum dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016.

Namun pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla berencana tidak menaikkan gaji ASN tahun depan. Pemberian THR ini terdapat dalam pokok-pokok kebijakan belanja pemerintah pusat yang tertera dalam Nota Keuangan 2016. Dalam nota tersebut, ASN akan mendapatkan THR satu kali gaji pokok.

Tujuannya adalah mempertahankan tingkat kesejahteraan aparatur pemerintah dengan memperhatikan tingkat inflasi, dan memacu produktivitas dan peningkatan pelayanan publik. Pemberian THR bagi ASN ini sendiri rencananya diberikan mulai 2016.
 
Dalam hitung-hitungan pemerintah dengan kebijakan ini, maka penghasilan bersih atau take home pay para aparatur pemerintah dalam satu tahun diperkirakan meningkat dibanding insentif yang diterima pada 2015. Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Dwi Wahyu Atmaji mengingatkan kepada ASN yang menerima tunjangan tersebut agar meresponsnya dengan memberikan kinerja lebih baik dalam memberikan pelayanan kepada publik.

"Secara umum memang kesejahteraan ASN itu belum seperti yang kita harapkan bersama. Kalau memang ada kebijakan seperti itu, kami dari kementerian mengapresiasi hal tersebut," ujarnya kepada gresnews.com, Kamis (20/8).

BERHEMAT - Tahun depan pemerintah akan memberikan THR kepada PNS serta anggota TNI/Polri. ‎Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, pihaknya masih mengkaji kelanjutan rencana ini. Saat ini, kebijakan pemberian THR baru akan dilakukan di tahun anggaran 2016 saja.

"‎Sementara 2016. Kalau jangka panjang nanti kami lihat," ujar dia ditemui di Gedung DPR /MPR, Jakarta, Selasa (18/8).

Kementerian Keuangan akan melakukan evaluasi apakah kebijakan pemberian THR bagi PNS cukup efektif mengerek pendapatan PNS sekaligus mengurangi beban negara. Menurutnya, bila dana ini diberikan dalam bentuk kenaikan upah, maka akan ada biaya tambahan yang harus dialokasikan oleh pemerintah untuk membayar pensiun PNS. Dan besaran kenaikan dana pensiun tersebut sulit diprediksi.

Bila tak diambil kebijakan serius, hal ini berpotensi menyebabkan adanya unfunded pensiun atau pensiun yang tidak bisa dibiayai akibat menurunnya kemampuan negara untuk menyediakan dana yang cukup untuk membayar tunjangan pensiun PNS.

"Kalau untuk mengurangi unfunded-nya efektif dan efisien bisa dilanjutkan. Tapi hitung-hitungannya jelas lebih efisien," ujar dia.

Menurutnya, jika bentuknya kenaikan gaji, maka bisa terpotong oleh kebutuhan dana pensiun PNS yang dikelola oleh PT Taspen (Persero). Para PNS yang sudah pensiun juga akan dapat THR. "Insya Allah tapi tidak full (penuh), karena kemampuan fiskal terbatas. Karena selama ini pensiun kalau naik gapok tidak setinggi PNS, tapi sudah lumayan buat bantu pensiun juga," ujarnya.

Selama ini, kata Askolani, kenaikan gaji PNS selalu kena potong dana THT tiap bulan. Bila ada kekurangan, maka akan ditutupi oleh pemerintah menggunakan APBN.

"Taspen menghitung beban pensiun ada kenaikan gaji 5 persen per 2 tahun, tapi tiap tahun ternyata naik malah 6 persen, itu kan harus ditutupin untuk pendanaan pensiun ke depan. Itu namanya unfunded. Ujung-ujungnya minta ke pemerintah juga. Itu juga harus dicicil pemerintah. Misalnya 5 tahun ada unfunded Rp 3-5 triliun, itu kita cicil ke Taspen supaya uang pensiunan PNS tidak berkurang. Itu dampak kenaikan kalau naikan gapok," jelasnya.

Ia mengatakan, pencairan THR dan gaji ke-13 belum tentu berbarengan. Bisa jadi gaji ke-13 diberikan untuk biaya pendidikan anak yang dicairkan pada tengah tahun. "THR pas lebaran cairnya, gaji ke-13 pas anak sekolah. Itu bantu buat anak sekolah," ucapnya.

TERGANTUNG POSTUR KEUANGAN - Ketua Komisi Pemerintahan DPR RI Rambe Kamarulzaman menanggapi dingin rencana pemerintah tersebut. Ia cenderung melihat terlebih dahulu postur anggaran 2016 yang segera dibahas oleh DPR bersama dengan pemerintah, sebelum memutuskan memberikan THR kepada ASN.

"Jadi itu tergantung postur keuangan jangan-jangan uangnya tidak ada lagi," ujar politisi Golkar ini kepada gresnews.com, Kamis (20/8).

Rambe tetap mendukung pemberian apresiasi bagi kinerja birokrat apabila kinerja memuaskan dan sesuai dengan harapan. Namun sebelum itu hendaknya jajaran birokrat terlebih dahulu meningkatkan kinerjanya baik dalam hal tata administrasi maupun aparaturnya sendiri dalam melayani masyarakat di daerah-daerah.

Hal senada juga disampaikan oleh pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy. Secara hitung-hitungan ekonomi Noorsy mengakui bila pemberian THR tersebut akan memberikan dampak positif terhadap tabungan yang dimiliki oleh ASN.

Tetapi dia tidak yakin bila pemberian THR tersebut akan berbanding lurus dengan peningkatan kinerja pemerintahan dan birokrasi itu sendiri. Noorsy mencontohkan sejak reformasi birokrasi hanya fokus kepada Bea Cukai dan Pajak yang mendapatkan remunerasi terbesar.

Itu sudah menimbulkan ketimpangan dan ketidakadilan di kalangan ASN sendiri. Tetapi hasilnya juga tidak sesuai dengan harapan. "Indikatornya masih ada pegawai Bea cukai dan Pajak yang tertangkap KPK." ujar Noorsy kepada gresnews.com, Sabtu (15/8).

Noorsy juga mempertanyakan soal motif pemberian tunjangan ini sebagai mekanisme untuk menginjeksi semangat kerja dikalangan birokrat. Menurutnya itu tidak akan berpengaruh besar karena masalah yang dihadapi oleh internal ASN adalah adanya iklim kerja baru yang membuat mereka tidak maksimal dalam bekerja.

"Tidak, karena ada budaya kerja baru yang dilembagakan yaitu lelang (jabatan) Aparatur Sipil Negara yang tidak melahirkan trust, tidak memberikan iklim kerja yang bagus, dan tidak memberikan iklim kerja yang positif. Itu masalahnya. Jadi ini belum tentu memperbaiki kinerja," ujar mantan anggota DPR RI periode 1997-1999 itu.

PERBAIKI SISTEM LEBIH DULU - Noorsy menyarankan agar pemerintah sebelum memberikan THR terlebih dahulu memperbaiki mekanisme sistem pelaporan pekerjaan dan prestasi. Setelah itu berjalan baru memperbaiki kesejahteraan ASN.

Pada 2015 lalu APBN telah mengangarkan kenaikan gaji bagi ASN sebesar 6 persen dari gaji sebelumnya di tahun 2014. Tetapi kinerja kementerian pada tahun ini justru tidak sesuai dengan harapan. Sampai bulan Juli lalu, serapan anggaran baru mencapai 46 persen.

Kritik juga dilontarkan oleh Manajer Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparasi Anggaran (Fitra) Apung Widadi. Baginya pemberian THR itu merupakan bentuk pemborosan keuangan negara yang tengah seret.  "Menteri Keuangan memanjakan pegawai dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak dengan kenaikan insentif tapi hasilnya pajak hanya naik 86 triliun," ujarnya kepada gresnews.com, Sabtu (22/8).

Apung menilai kesejahteraan PNS selama ini sesungguhnya sudah tercukupi oleh negara. Pemberian THR justru akan berdampak negatif terhadap kesenjangan ekonomi yang ada di Indonesia. Apalagi APBN sebenarnya tidak mencukupi untuk mengalokasikan dana bagi tunjangan ini.

"THR ASN akan berdampak pada kesenjangan rayat Indonesia. Apalagi defisit APBN kita sudah Rp 222 triliun. Bisa tambah miskin negara kita," ujarnya.

Apung menilai kinerja kementerian yang baru menyerap 46 persen dari APBN menjadi alasan belum layaknya ASN menerima apresiasi berupa THR ini. Terlebih lagi ini, kebijakan ini bertolak belakang dengan pidato presiden Jokowi di hadapan Sidang Paripurna DPR RI tentang efektifitas dan efisiensi anggaran. "Kalau ini terjadi maka di masa pemerintahan Jokowi, ASN diberikan anggaran yang sangat besar dengan kinerja yang belum memuaskan," pungkasnya. (dtc/Lukman Al Haris)

BACA JUGA: