JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sepanjang tahun 2017 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menangani 215 kasus pelanggaran obat se Indonesia. Terbanyak kasus terkait pelanggaran obat tradisional.
    
Menurut Kepala kBPOM Penny Kusumastuti Lukito, pelanggaran obat tradisional itu jumlahnya mencapai 35 persen. "Itu yang paling besar, ya. Jadi mesti hati-hati sekali masyarakat yang menggunakannya," ujar Penny di kantornya, Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat, Jumat (29/12/2017).

Sedang kasus lain yang ditangani BPOM diantaranya 25 persen pelanggaran terkait pangan, 20 persen kasus kosmetik, dan 30 persen kasus lain-lainnya. Sedang barang bukti obat dan makanan yang dimusnahkan terkait kasus tersebut mencapai Rp 112 miliar.

"Nilai ekonomi yang dimusnahkan sekitar Rp 112 miliar, mungkin lebih besar dari itu," ujar Penny.

Saat ini BPOM, sebut Penny,  sedang berfokus mengawasi penjualan obat-obat yang dijual secara online. BPOM juga akan terus melakukan penindakan di wilayah yang rawan obat dan makanan ilegal.


"Penjualan online sangat intensif. Kami juga terus melakukan informasi, edukasi, dan fasilitas juga untuk pelaku usaha agar bisa meningkatkan fasilitas produksi distribusi dengan memenuhi standar yang ada," ujarnya.

Namun menurutnya penindakan akan terus diperkuat di wilayah-wilayah. Sebab banyak juga obat yang disalahgunakan, seperti Tramadol, Rihesinetil, Ariskoprodok. "Kemarin ada PCC, kita akan terus melakukan operasi," tambahnya.

Penny menyebut, ada lima wilayah yang rawan terjadinya produksi obat dan makanan yang ilegal. "Pusat (Jakarta), Bandung, Semarang, Serang, dan Surabaya," ungkap Penny. (dtc/rm)

BACA JUGA: