JAKARTA, GRESNEWS.COM - Anggota Komisi IX DPR RI, Amelia Anggraini mengapresiasi kerja pengawasan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang mampu mengungkap kasus makanan berformalin pada industri kikil dan krupuk kulit di Kalideres, Jakarta Barat, Rabu (11/03).
 
"Saya mengapresiasi pengawasan BPOM yang kembali menemukan makanan berformalin pada industri kikil dan krupuk kulit di kompleks PIK Kopti, Semanan, Kalideres," kata Amelia dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Sabtu (14/3).

Amelia berharap agar BPOM semakin gencar melakukan pengawasan, serta meminta BPOM daerah lebih maksimal lagi melakukan pengawasan terhadap semua industri yang ada di wilayah daerah kewenangannya. "BPOM daerah harus lebih maksimal berkoordinasi dengan pihak kepolisian di semua tingkatan dan merangkul masyarakat seperti perguruan-perguruan tinggi serta organisasi kepemudaan dalam melakukan pengawasan," ujarnya.
 
Menurut dia, hampir setiap bulan BPOM menemukan industri makanan berformalin. Ini berarti, produsen makanan siap saji dan makanan kemasan sudah sangat memprihatinkan. Pasalnya, makanan berformalin sangat membahayakan hidup masyarakat. Politisi NasDem ini meminta aparat hukum untuk memberi efek jera terhadap pelaku industri yang memakai formalin.
 
"Jangan ada keringanan hukuman karena memberi formalin pada makanan itu adalah membunuh para konsumen secara tidak langsung, dan ini adalah kejahatan kemanusiaan," tegas Amelia yang berasal dari Dapil Jateng VII ini.
 
Ia juga meminta polisi agar  memproses pelaku untuk dikenai sanksi sesuai perbuatannya. Kata Amelia, hingga saat ini berita-berita terkait hukuman terhadap para pelaku sebelumnya tidak pernah dipublish, dan ini mungkin yang mengakibatkan pelaku lainnya merasa hukuman bagi mereka sangat longgar.
 
Amelia juga mendesak polisi untuk segera memasang garis polisi di enam lokasi tempat pembuatan kikil tersebut. Karena itulah, dirinya meminta pihak kepolisian agar memberi garis polisi untuk keperluan barang bukti terhadap lokasi tersebut.

Sebelumnya, Unit Krimsus Polres Jakarta Barat menggerebek 6 industri rumahan yang memproduksi kikil berformalin di Wilayah Kalideres, Jakarta Barat. Dari 14 orang yang diamankan, 13 dijadikan tersangka, dan 1 masih diperiksa. Polisi berharap hal itu bisa memberi efek jera.

Kanit Krimsus Polres Jakarta Barat AKP Victor Inkiriwang mengatakan, pihaknya akan terus melakukan pemantauan dan akan menggerebek industri rumahan yang disinyalir mengolah makanan yang mengandung bahan-bahan berbahaya seperti formalin. "Ini supaya para pengusaha nakal jera, dan masyarakat juga tahu bahwa formalin tidak baik buat kesehatan," kata Victor di Polres Jakarta Barat, Kamis (12/3) kemarin.

"Saat ini masih formalin saja. Tapi jika memang ada produsen bahan makanan lain yang menggunakan zat kimia jahat juga akan ditindak," sambung Victor. Ia berharap masyarakat melaporkan jika ada industri rumahan yang dicurigai memproduksi makanan tak sehat.

Diterangkan Victor, 6 industri rumahan di Kalideres, Jakarta Barat, diketahui memproduksi kikil berformalin dan memasarkannya ke daerah Jakarta dan Tangerang. Formalin digunakan para pelaku agar kikil lebih kenyal dan tahan lama.

Vicktor menegaskan formalin sangat berbahaya bagi tubuh jika dicampurkan ke makanan. Pihaknya akan menindak tegas jika ada industri rumahan yang memproduksi makanan dengan campuran formalin.

Ditambahkan Victor, dirinya meminta agar masyarakat lebih waspada. Membeli makanan jangan sembarangan, apalagi harga yang ditawarkan jauh lebih murah dari harga pasaran. "Diharapkan masyarakat lebih teliti dalam membeli," tutup Victor.

Sementara itu, ke-13 orang yang dijadikan tersangka karena memproduksi kikil berformalin di kawasan Kalideres, Jakarta Barat diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara akibat kejahatan yang mereka lakukan. Mereka dikenakan Pasal 136 jo Pasal 75 UU no 18 tahun 2012 tentang pangan dan atau Pasal 62 Ayat (1) jo Pasal 8 Ayat (3) UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.

Kasat Reskrim Polres Jakarta Barat, AKBP Putu Putra Sadana mengatakan, dijerat Pasal tentang pangan dan perlindungan konsumen, para pelaku dihukum maksimal 5 tahun penjara. "Hukumannya maksimal 5 tahun penjara," terangnya. (dtc)

BACA JUGA: