JAKARTA - Bekas pengacara mantan Ketua DPR Setya Novanto, Fredrich Yunadi, menyerahkan 12 bukti baru (novum) dalam sidang lanjutan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (6/11/2020), berkaitan dengan kasus perintangan penyidikan perkara korupsi proyek e-KTP dengan tersangka Setya Novanto.

Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 7,5 tahun bagi Fredrich.

Kuasa hukum Fredrich, Rudy Marjono, menyatakan bukti baru yang diserahkan tersebut merupakan bukti-bukti yang tidak pernah diperiksa KPK. Ia berharap semua pihak menyikapi perkara kliennya itu dari sisi independensi majelis hakim. 

"Jadi jangan bikin opini yang sifatnya terkesan mengintimidasi dari pihak pertama," kata Rudy dalam persidangan yang dihadiri Gresnews.com itu.

Ia menganggap kasus yang menjerat kliennya itu bukan kasus besar lantaran Fredrich bukan terdakwa korupsi.

"Jadi dengan kami memberikan bukti-bukti baru ini agar nantinya majelis di peninjauan kembali bisa memberikan pertimbangan yang lain dari sebelumnya," kata Rudy.

Ia tidak mau merinci apa saja 12 bukti baru itu tapi ia mengungkapkan salah satunya adalah semacam pendapat hukum tentang profesionalisme advokat. Ada beberapa literatur yang memberikan penjelasan tentang profesionalisme advokat tersebut. Artinya profesi advokat itu sebenarnya tidak bisa dituntut selama dia menjalankan tugas profesinya secara legal. "Masalah apakah menghalangi atau tidak, itu ahli akan menerangkan," lanjutnya.

Salah satu literatur itu berasal dari Kanada yang, kata dia, belum pernah ada di dalam persidangan sebelumnya. "Baru kali ini," tuturnya.

Ia optimistis dengan menggunakan literatur adalah hal baru, yang harusnya dipahami kalau peradilan di Indonesia memang betul-betul menganut civil law.

Ketua Majelis Hakim Muslim menerima bukti baru yang diajukan sambil memeriksa dokumennya. Mengenai bukti literatur yang berasal dari Kanada, Muslim meminta terjemahannya dari penerjemah tersumpah.

Sidang itu sendiri digelar secara virtual atau jarak jauh, tanpa dihadiri terdakwa yang berada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Cipinang, Jakarta Timur.

Sebelum kasasi, Pengadilan Tinggi Jakarta pada 9 Oktober 2018 memutus Fredrich terbukti bersalah merintangi pemeriksaan mantan Ketua DPR Setya Novanto dalam perkara korupsi KTP-Elektronik sehingga tetap divonis 7 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 5 bulan.

Putusan itu menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama pada 28 Juni 2018 yang juga memvonis Fredrich selama 7 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan.

Namun vonis itu lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yang menuntut agar Fredrich divonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan. (G-2)

BACA JUGA: