JAKARTA - Indonesia telah menjadi net importir minyak yang artinya lebih banyak impor daripada ekspor. Upaya untuk menggenjot ekspor dengan melakukan eksplorasi selama ini belum berbuah hasil memuaskan. Salah satunya lewat bagi hasil dengan skema gross split.

Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan persoalan sektor hulu migas Indonesia ialah ketidakpastian yang berkaitan dengan tiga aspek, yakni ketidakpastian hukum, ketidakpastian fiskal dan proses administrasi yang tidak sederhana.

"Karena itulah ada revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2010 menjadi PP Nomor 27 Tahun 2017 tentang biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan pajak di bidang usaha hulu migas dengan maksud agar menjadi lebih menarik," kata Arcandra dalam diskusi yang dihadiri Gresnews.com, Rabu (4/12), di Jakarta.

Kementerian ESDM juga mengeluarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang skema bagi hasil yang baru yakni gross split, Arcandra mengklaim skema gross split lebih menarik dalam menjaring investor dibandingkan dengan skema cost recovery. Hal itu berdasarkan data bahwa investasi hulu migas sempat kurang dilirik pada 2015 dan 2016 ketika pemerintah menawarkan lelang blok migas menggunakan skema cost recovery.

Namun setelah itu, investasi mulai bangkit ketika pemerintah mulai menerapkan skema gross split pada 2017. Tercatat ada lima wilayah kerja yang laku dilelang menggunakan skema tersebut.

Jumlah wilayah kerja yang laku dilelang semakin bertambah menjadi sembilan pada 2018 seiring dengan tetap digunakannya skema gross split. Bahkan hingga Oktober 2019 ada tiga blok migas yang juga laku dilelang menggunakan skema tersebut.

Ia menjelaskan jika Indonesia berhasil menemukan cadangan minyak maka dibutuhkan waktu lima sampai sepuluh tahun agar minyak tersebut bisa berproduksi. Saat ini Indonesia mempunyai cadangan minyak yaitu 0,2% dari cadangan minyak dunia. Untuk gas, cadangan Indonesia hanya 1,5% dari cadangan dunia.

Sementara itu kebutuhan minyak di Indonesia sehari sekitar 1,4 juta barel dengan produksi minyak hanya mencapai 750 ribu barel per hari. Bila tak ada investasi sektor hulu minyak dan gas bumi yang masuk maka Indonesia sebagai negara memiliki kerentanan dalam ketahanan energi.

Skema cost recovery adalah pengembalian biaya operasi dalam bisnis migas yang telah dikeluarkan oleh penanam modal sebelum cadangan itu ditemukan dan bisa diproduksi secara komersial. Jika menggunakan skema cost recovery, bagi hasil atau split baru dibagi setelah penerimaan dipotong first tranche petroleum (FTP), pajak penghasilan, dan biaya yang dapat dikembalikan.

Sedangkan dalam skema gross split, penerimaan langsung dibagi di awal sesuai split pemerintah dan kontraktor. Namun demikian, dalam menghitung jatah bagi hasil ini, perusahaan migas telah memasukkan komponen biaya. Dengan begitu, hitungan penerimaan negara lebih pasti dan tidak akan terdampak jika ada pembengkakan biaya. Skema ini pun membuat perusahaan migas menentukan sendiri biaya yang sesuai untuk satu proyek yang harus ditanggungnya sehingga diharapkan semakin efisien. (G-2)

BACA JUGA: