-
Ada Korupsi Investasi Gas Bumi di Sumsel Sedang Disidik Kejagung, Dugaan Kerugian Negara Rp711 Miliar
Sabtu, 26/06/2021 20:11 WIBProduksi Migas Tak Sesuai Target, Ada Apa di SKK Migas?
Senin, 20/01/2020 19:04 WIBSkema Gross Split Pilihan Menggenjot Investasi
Rabu, 04/12/2019 21:17 WIBPerizinan Masih Menjadi Masalah di Bisnis Migas
Senin, 14/10/2019 12:57 WIBKontrak Migas Gross Split Dinilai Dongkrak Pendapatan Hulu Migas
Senin, 08/01/2018 09:56 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Pendapatan hulu migas nasional dinilai mulai membaik. Hingga akhir tahun 2017 disebutkan, penerimaan migas bagian Pemerintah tercatat mencapai US$ 13,1 miliar atau mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya.
Menurut Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Agung Pribadi, peningkatan pendapatan hulu migas pada 2017 ini mengindikasikan 4 fakta penting, yakni. Pertama, penerimaan migas bagian Pemerintah sebesar US$ 13,1 miliar tahun 2017, lebih besar dari cost recovery pada tahun yang sama sebesar US$ 11,3 miliar. "Ini pertama kali terjadi sejak 3 tahun terakhir. Tahun 2015 dan 2016, penerimaan Pemerintah selalu lebih kecil dari cost recovery," tutur Agung, seperti dikutip esdm.go.id.
Kedua, penerimaan migas Pemerintah tersebut lebih besar dibanding tahun sebelumnya yang hanya membukukan nilai sebesar US$ 9,9 miliar. "Artinya, naik US$ 3,2 miliar dibanding tahun 2016," ujar Agung.
Cost recovery migas yang merupakan faktor yang mempengaruhi penerimaan migas Pemerintah, menurut Agung, juga lebih rendah dibanding tahun sebelumnya.
"Cost recovery tahun 2017 sebesar US$ 11,3 miliar, lebih rendah dibanding tahun lalu sebesar US$ 11,5 miliar. Saya kira ini adalah buah dari efisiensi yang terus didorong oleh Menteri ESDM dan Wamen ESDM selama lebih dari setahun terakhir ini," tambah Agung.
Penerimaan migas jika dilihat dari unsur Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), besarannya juga bisa dibilang melebihi target dalam APBN-P 2017.
"PNBP migas tahun 2017 lebih besar dari target APBN-P 2017. PNBP migas tercatat sebesar Rp. 85,6 triliun atau 112% dari target APBN-P 2017 sebesar Rp. 76,7 triliun," tegas Agung.
Agung mengatakan bahwa lelang blok migas dengan skema gross split tahun 2017 juga ditutup dengan menggembirakan. "5 blok migas diminati oleh 7 kontraktor. Dari 5 blok tersebut, ada satu blok migas yang diminati oleh 3 kontraktor, yaitu Andaman II. Upaya Pemerintah mendorong efisiensi melalui kontrak migas gross split mulai membuahkan hasil," tegas Agung. (rm)Banyak Kecurangan, Kemendag dan Kementerian ESDM Didesak Audit Ulang Dspenser SPBU
Sabtu, 06/01/2018 11:02 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Perdagangan dan Kementerian ESDM didesak untuk melakukan audit ulang terhadap penggunaan dispenser Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Menyusul ditemukannya banyak dispenser SPBU yang takarannya tidak sesuai ketentuan.
Kementerian Perdagangan dan Kementerian ESDM tak menerapkan standar dispenser secara baik dan hanya mengandalkan hasil akhir dalam bentuk uji tera.
Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtar Tompo mengatakan selama ini Kementerian Perdagangan dan Kementerian ESDM tak menerapkan standar dispenser secara baik dan hanya mengandalkan hasil akhir dalam bentuk uji tera.
Untuk itu ia meminta agar BPPT melakukan audit teknologi terhadap semua dispenser di SPBU. Mwenurutnya beberapa waktu lalu di Semarang, Jawa Tengah misalnya, ia menemukan di sebuah SPBU dengan melakukan uji volume BBM. Pada alat takaran 20 liter ternyata ada kekurangan sebasar -0,7. Jika ini dibagi 20 liter, maka didapatkan hasil -0,35 tiap liternya.
"Saya Melakukan pembagian 100 untuk mendapatkan nilai persentase. Jadi 0,35 : 100 : 0,0035 dikali rupiah. Jadi, 0,0035 : 20 liter : @ Rp 6.550 : Rp 131.000. Tiap 0,0035 kali 131.000 : Rp 458 (untuk 20 liter), jika dibagi 20 liter tadi, berarti ada kekurangan Rp 22,9 tiap liternya. Nah, di SPBU itu rata-rata BBM terjual 18-19 kilo liter per hari. Silakan dikalikan sendiri. Ini satu dari beberapa fakta yang terjadi," ungkap Mukhtar, Jumat (05/1).
Jika pengurangan itu dikalikan dengan berapa banyak BBM terjual tiap hari, bulan, dan tahun, berapa banyak kerugian konsumen dan berapa banyak pula keuntungan yang diraup pemilik SPBU. Padahal kekurangan volume itu atas hak pembeli BBM.
Sementara di Indonesia diketahui terdapat kurang lebih 7600 SPBU. Politisi Hanura meminta agar alat ukur di setiap SPBU dipastikan terukur dengan adil. Ia menilai hal yang mungkin dianggap kecil ini, perlu dicarikan solusinya agar tidak terus menerus merugikan masyarakat.
Diakui Mukhtar kewenangan uji tera saat ini saat ini sedang dalam masa transisi untuk dilimpahkan dari Dinas Perdagangan Provinsi ke Dinas Perdagangan Kabupaten/Kota. Sayangnya, pelimpahan ini tak didukung dengan SDM yang memadai. Alat tera dari Kementerian Perdagangan lewat Direktorat Metereologi telah dibagi secara masif ke setiap kabupaten/kota lewat UPTD masing-masing. Faktanya, SPBU justru tak siap dengan SDM-nya.
Ia menilai SPBU memang belum siap dengan SDM dan peralatannya. Pertamina sendiri mengeluhkan atas banyaknya permintaan tera ulang yang lambat direspon pemerintah. Akibatnya, beberapa alat ukur tidak segera bisa dioperasikan.
"Persoalan ini jadi pintu masuk bagi pelaku usaha BBM yang bermental buruk dengan mengurangi volume takaran. Hak masyarakat pun tergerus," keluh politisi dapil Sulsel I , seperti dikutip dp.go.id.
Kecurangan pelaku usaha SPBU, menjadikan Pertamina menanggung citra buruk. Mukhtar menilai perlu ada upaya maksimal dan koordinasi antara Pertamina, Kementerian ESDM, dan Kementerian Perdagangan untuk memastikan volume BBM yang dijual ke masyarakat tidak berkurang. Untuk itu, BPH Migas bisa menjembatani persoalan krusial ini.
"Saya sendiri merekomendasikan BPPT untuk membuat alat tera BBM digital. SPBU Wajib melakukan tera ulang secara berkala sesuai aturan. Dengan begitu, jika ada masyarakat yang merasa dirugikan, bisa komplain langsung ke SPBU setempat. (rm)Kilang Petra Arun Tak Beroperasi Wilayah Sumut Kesulitan Pasokan Gas
Selasa, 26/12/2017 13:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dalam beberapa pekan terakhir pasokan gas bumi ke pelanggan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) di wilayah Medan, Sumatera Utara mengalami gangguan. Gangguan pasokan itu akibat belum kelarnya fasilitas pengolahan gas di kilang PT Petra Arun Gas (PAG). Belum beroperasinya kilang PAG itu, mengakibatkan pasokan gas di Sumatera Utara yang dipasok dari Aceh mengalami gangguan.
Sekretaris Perusahaan PGN, Rachmat Hutama membenarkan, pasokan gas ke pelanggan di Sumatera bagian Utara dalam beberapa pekan ini mengalami beberapa hambatan, jika sebelumnya di awal Desember pasokan terganggu akibat fasilitas produksi gas milik PT Pertamina Hulu Energi (PHE) North Sumatera Offshore (NSO) yang berhenti beroperasi karena cuaca buruk atau terjadi badai. "Saat ini pasokan gas kembali terganggu akibat adanya perbaikan di fasilitas pengolahan gas milik PT Petra Arun Gas (PAG)," ujarnya.
Menurutnya PHE NSO tidak bisa mensuplai gas ke PGN karena gas bumi harus melalui proses pemisahan sulfur melalui sulfur removal unit (SFU) di fasilitas PAG. Juga adanya kendala tak tersediannya bahan kimia amina tersier, untuk melakukan proses pemisahan sulfur.
Saat ini PAG sedang melakukan pengadaan bahan kimia MDEA untuk menurunkan kadar sulfur hingga. Sehingga diperkirakan minggu ke-3 Januari 2018, pasokan gas dari PHE NSO ke PGN akan tergantung dari kesiapan fasilitas di PAG.
"Berdasarkan informasi yang kami terima, pasokan normal sepenuhnya akan Selesai pada minggu ke-3 Januari. Selama perbaikan belum selesai, pasokan gas dari PHE NSO juga tidak bisa dilakukan," ujar Rachmat, dalam keterangannya Senin (25/12).
Ia mengakui, proses perbaikan memakan waktu cukup lama. Sehingga akan berdampak besar bagi pelanggan PGN di Sumatera bagian Utara, seperti para industri di Medan. Bersama Pemerintah melalui Kementerian ESDM, BPH Migas, SKK Migas, dan Pertamina, PGN sedang berupaya mencari pasokan alternatif lain.
"Kepada pelanggan, kami mohon maaf akibat terhambatnya pasokan gas di luar kuasa PGN, kami bersama pemerintah dan stakeholder lainnya sedang berupaya semaksimal mungkin untuk mencari tambahan pasokan gas lain," ungkap Rachmat.
Rachmat mengatakan, salah satu opsi pasokan gas yang sedang diupayakan gas dari Blok A yang dikelola Medco di Aceh atau dari pasokan gas alam cair (LNG) di Terminal Arun. (dtc/rm)Pertamina Ambil Alih Delapan Blok Migas Terminasi
Kamis, 23/11/2017 13:15 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan mengambil alih 8 (delapan) blok migas terminasi (berakhir masa kontrak) pada 2018. Pengelolaan sebagian blok terminasi itu akan diserahkan pemerintah kepada PT Pertamina (Persero) melalui penugasan.
"Pertamina diberi penugasan oleh Pemerintah (kelola) delapan blok," jelas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Ego Syahrial di Gedung Kementerian ESDM Jakarta, Selasa (21/11).
Delapan blok yang berakhir masa kontraknya itu, yakni Blok Sanga-Sanga, Blok South East Sumatera (SES), Blok Tuban, Blok Ogan Komering, Blok NSO, Blok Tengah, Blok East Kalimantan, dan Blok Attaka.
Namun dari delapan blok yang diberikan, dua blok diantaranya dikembalikan Pertamina kepada Pemerintah. "Pertamina tidak ingin melanjutkan dan mengembalikan kepada Pemerintah, yaitu East Kalimantan dan Attaka," jelas Ego.
Menurut Ego, kedua blok tersebut pun akan dilelang secara khusus. Ia memperkirakan pelaksaan waktu lelang akan dilakukan awal 2018.
"Singkat kata, dua ini akan dilelang terbuka dan sedang berproses. Kita sedang menyusun Terms and Conditions (TnC), menyusun bid dokumen dan akan dilelang terbuka di awal tahun," tutur Ego, seperti dikutip esdm.go.id.
Ego mengaku hingga saat ini sudah banyak operator yang berminat terhadap kedua blok tersebut dan diprediksi lebih cepat dari lelang tahap kedua.
Sementara itu, blok NSO dan Tengah, menurut Ego, akan digabungkan dengan blok terdekat demi menciptakan bisnis migas yang efektif. Blok NSO akan disatukan dengan wilayah operasi NSB, sedangkan pengoperasian Blok Tengah akan disatukan dengan pengelolaan Blok Mahakam.
"Permintaan Pertamina agar (blok Tengah) digabungkan ke Mahakam. Setuju. Kita kasih langsung," ujar Ego. Apalagi, wilayah kerja NSB dan Tengah juga sudah dikelola oleh Pertamina.
Sedang pengelolaan untuk empat blok lainnya, seperti Sanga-Sanga, Tuban, Blok South East Sumatera (SES) dan Ogan Komering Pertamina bersedia mengelola blok tersebut. Namun demikian, Ego menegaskan bahwa penyerakan pengelolan blok-blok itu kepada Pertamina, pemerintah tetap menetapkan beberapa ketentuan.
"Walaupun Pemerintah sudah mengasih Pertamina penugasan, tapi tidak serta merta dengan proposal begitu saja," tegas Ego,"
Blok yang dialih kelola oleh Pertamina harus tetap menjaga kapasitas produksi dan biaya cost per barel. "Posisi Pemerintah dalam proses alih kelola ini yang dipegang adalah satu, produksinya tidak boleh turun. Dua, biaya cost per barelnya gak boleh meningkat," ujar Ego.
Pihaknya juga menegaskan akan tetap mengavalusi dan memberikan kesempatan kepada operator existing. "Kalau mereka bisa menawarkan sesuatu yang sangat spektakular, bisa meyakinkan Pemerintah produksi malah naik. Kita kasih ke existing, tapi kita akan kasih terlebih dahulu kepada Pertamina untuk evaluasi," ungkap Ego.
Ego mengakui, bahwa seluruh operator existing dari empat blok tersebut masih berminat melanjutkan pengelolaan blok tersebut. Pemerintah juga mempersilahkan apabila dalam perjalanannya, Pertamina bermitra dengan operator existing. "Kalaupun ada proses B to B kepada Pertamina. Ya, silahkan saja tanpa sepengtahuan kita," tambahnya.
Sedang syarat lainnya, adalah kewajiban gross split dengan masa kontrak 20 tahun. "Masa kontrak blok tersebut akan diganti mengikuti masa kontrak baru dengan sistem gross split," pungkas Ego. (rm)Oktober, BPH Migas Akan Gelar Operasi Patuh Penyalur BBM
Kamis, 05/10/2017 20:04 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mulai Oktober 2017, Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa (Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi/BPH Migas) akan menggelar Operasi Patuh Penyalur (OPP) Bahan Bakar Minyak (BBM) Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Anggota Komite BPH Migas Muhammad Ibnu Fajar mengatakan Operasi Patuh Penyalur dilaksanakan sesuai kewenangan BPH Migas. Kewenangan itu adalah kewenangan mengenai pengaturan dan pengawasan dalam kegiatan distribusi dan penyediaan BBM. maka akan dilaksanakan kegiatan Operasi Patuh Penyalur yang sepenuhnya akan dilakukan pada awal 2018.
"Hari ini kami telah berkoordinasi dengan beberapa instansi dan lembaga, diantaranya Direktorat Metrologi Kementerian Perdagangan, Direktorat Jenderal Migas, dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) terkait dengan pengamanan kegiatan operasi," ujar Ibnu seperti dikutip esdm.go.id.
Ibnu menambahkan, kegiatan OPP tersebut merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat mengenai lembaga penyalur yang merugikan masyarakat dalam hal volume dispenser yang masuk ke BPH Migas. Selain itu, masalah legalitas juga menjadi dasar pelaksanaan OPP. "Sebagai contoh beberapa minggu yang lalu, ada SPBU yang izinnya sedang diurus, tetapi (kenyataanya) SPBU sudah jadi," ungkap Ibnu.
OPP akan dimulai pada Bulan Oktober 2017 di 5 lokasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) serta sebagian Jawa Barat. Lalu akan dilanjutkan dengan OPP untuk wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) yang terkait dengan program BBM Satu Harga, dilaksanakan Bulan November hingga Desember 2017. Sedang secara nasional OPP di seluruh wilayah Indonesia akan dilanjutkan pada tahun 2018.
"Tahap awal kegiatan pengawasan ini hanya dilakukan di Jabodetabek dan sebagian Jawa Barat sampai dengan akhir tahun, secara random kita lakukan uji petik ke beberapa lokasi. Kemudian nanti secara nasional kita lakukan di 2018, karena memang terkait dengan anggaran di 2018," jelas Ibnu.
Pengawasan secara nasional akan dilaksanakan dengan cara uji petik berdasarkan laporan dari masyarakat. "Untuk pengawasan nasional, sistemnya uji petik tetapi kita akan berdasarkan laporan dari masyarakat. "Ada laporan masuk yang kita prioritaskan. Di website BPH Migas ada pengaduan itu yang menjadi basis kita," ujar Ibnu.
OPP menurutnya, akan dilakukan kepada Badan Usaha yang berizin. Pihaknya akan bekerja sama dengan Ditjen Migas yang memiliki kewenangan mengeluarkan izin, Direktorat Metrologi yang memiliki kewenangan untuk peneraan. Selain itu kita juga bekerja sama dengan Badan Usaha, yakni Pertamina dan AKR, karena memang badan usaha ini memiliki penyalur yang akan menjadi objek dari OPP.(rm)Jonan Temui Bos Chevron, Bahas Proyek Gas Laut Dalam Kutai Basin
Kamis, 27/07/2017 14:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, menemui petinggi Chevron di Chevron Headquarter, Selasa (25/7).Pertemuan Jonan dengan sejumlah petinggi Chevron dalam rangka membahas pengembangan gas laut dalam di Kutai Basin, Kalimantan Timur yang dikenal dengan Indonesia Deepwater Development (IDD). Proyek pertama, Lapangan Bangka telah berproduksi sejak Agustus 2016. Sedang untuk Gendaho-Gehem ditargetkan akan mulai produksi pada 2022.
"Serta membahas kerjasama penggunaan fasilitas (Floating Production Unit/FPU) Jangrik dengan Eni untuk gas dari Gendalo-Gehem," ujar Jonan usai pertemuan dengan Presiden Chevron North America Exploration and Production, Jeff Shellebarger dan President Chevron Environmental Management Company, Mary Boroughs, seperti dikutip esdm.go.id.
Menanggapi permintaan itu, pihak Chevron menjelaskan bila produksi Eni Merakes juga masuk ke Jangkrik, maka pada 2029 FPU Jangkrik kapasitasnya akan penuh dan tidak dapat menampung gas dari Gendalo-Gehem. Sebab diperkirakan Lapangan Gehem akan menghasilkan gas sebanyak 420 juta kaki kubik per hari (mmscfd). Sedangkan Gendalo sekitar 700 mmscfd.
Selain gas, kondensat yang dihasilkan Gendaho-Gehem diperkirakan mencapai sekitar 50 ribu barel per hari. Sementara, kapasitas produksi FPU Jangkrik sebesar 450 mmscfd, bahkan diharapkan bisa meningkat hingga 800 mmscfd.
Menjawab hal tersebut, Menteri Jonan menyatakan akan meminta SKK Migas untuk kembali mendiskusikannya baik dengan Chevron maupun Eni. "Sebagai follow up, saya minta SKK Migas diskusi lagi dengan kedua belah pihak," ujar Jonan.
Dalam kesempatan itu, Chevron juga menyampaikan bahwa saat ini mereka tengah mengembangkan sumber daya nonkonvensional ini di wilayah Marcellus Shale, Delaware Basin, dan Permian. Chevron juga telah menerapkan teknologi lanjutan EOR yang digunakan untuk meningkatkan produksi minyak di lapangan migas tua serta target dan realisasi program kerja drilling & completion. (rm)ExxonMobil Kembalikan Wilayah Kerja East Natuna
Jum'at, 21/07/2017 21:14 WIBPerusahaan migas asal Amerika Serikat (AS) yang merupakan salah satu anggota konsorsium untuk Blok East Natuna, ExxonMobil, menilai secara keekonomian Wilayah Kerja East Natuna tidak masuk dalam portofolionya karena kandungan CO2 yang sangat tinggi sampai 72%. Exxon mengirim surat ke Menteri ESDM Ignasius Jonan menyatakan bahwa dengan kondisi saat ini ladang gas terbesar Indonesia ini tidak ekonomis untuk digarap, sehingga memutuskan untuk tidak ikut serta dalam pengembangannya.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar menilai positif keputusan Exxon karena status Blok East Natuna jadi jelas. Pemerintah bisa menyerahkan ladang gas ini sepenuhnya kepada PT Pertamina (Persero). "Kita minta kalau enggak ada progres, pemerintah minta ini dikembalikan, dan pemerintah memberikannya ke Pertamina. Hasil evaluasi mereka, akhirnya mereka mengatakan silakan diberikan 100% ke Pertamina," kata Arcandra saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (21/7).
Sebelumnya status Blok East Natuna tidak jelas, apakah Exxon masih memiliki hak untuk mengelolanya atau tidak. Ada perbedaan pandangan antara ExxonMobil dan pemerintah. "Selama ini kontrak Exxon belum clear. Ada perbedaan persepsi tentang kontrak PSC-nya. Ada argumen-argumen yang punya sudut pandang berbeda, ini juga yang menyebabkan terkatung-katungnya East Natuna," ujarnya.
Kini Exxon mengembalikannya ke pemerintah, dan pemerintah memberikannya 100% ke Pertamina. Data-data mengenai cadangan migas di East Natuna, kondisinya, dan sebagainya juga diserahkan Exxon pada pemerintah. "Mereka janji data-data mereka dari tahun 1970-an akan diserahkan semuanya ke pemerintah. Ini lompatan besar," tukas dia.
Selama ini, kata Arcandra, pemerintah ingin pengembangan Blok East Natuna dikebut, tapi Exxon tidak sepakat karena takut rugi. Dengan adanya surat dari Exxon, keputusan berada sepenuhnya di tangan pemerintah. Jadi pengembangan bisa dipercepat sesuai keinginan pemerintah.
Meski pemerintah sudah menawarkan bagi hasil sebesar 100% untuk kontraktor, menurut hitungan Exxon Blok East Natuna tetap belum cukup ekonomis. Pemerintah saat itu hanya ingin mengambil dari pajak saja tapi tetap juga tak digarap.
Walaupun tidak ikut memegang Hak Partisipasi, Exxon masih bersedia membantu pemerintah untuk mengembangkan Blok East Natuna, misalnya dalam hal penyediaan teknologi.
"Teknologi pengelolaan CO2, hanya beberapa company yang punya, salah satunya Exxon. Kalau Pertamina membutuhkan bantuan teknologi, mereka bersedia," ungkap Arcandra. (dtc/mfb)DPR Minta SKK Migas Siapkan Strategi Tingkatkan Lifting Migas
Selasa, 18/07/2017 07:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS,COM - Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu meminta Kepala SKK Migas segera mempersiapkan strategi meningkatkan lifting migas dalam kondisi harga minyak dunia yang sedang rendah. "Komisi VII mengingatkan kembali sejauhmana yang dicapai dalam pengembangan dan pengendalian lifting Migas, serta sejauh mana Dirjen Migas memantau pemanfaatan dan pembangunan floating production, storage and offloading (FPSO) untuk kegiatan produksi migas Offshore," papar Gus Irawan, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (17/7).
Gus Irawan mengatakan, berdasarkan informasi yang didapat Komisi VII, realisasi pendistribusian BBM, dari H-14 hingga H+5 lebaran terdapat kenaikan signifikan terutama pada H-9 sebesar 64%, apabila dibandingkan pada realisasi pendistribusian BBM periode yang sama tahun lalu. Sedangkan pada realisasi pendistribusian pada H+5 lebaran terdapat kenaikan sebesar 40% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Untuk itu, Komisi VII ingin mengetahui lebih komprehensif tentang distribusi BBM dan elpiji pasca lebaran," kata Gus Irawan, seperti dikutip dpr.go.id.
Gus Irawan menjelaskan, rencana pembangunan infrastruktur hilir migas termasuk untuk hasil produksi minyak dan gas dalam negeri, telah dibahas berkali-kali dengan Dirjen Migas, dan Direktur PT Pertamina. Komisi VII kerap mendesak Dirjen Migas Kementerian ESDM untuk lebih komprehensif dan tepat sasaran dalam menyiapkan program pembangunan kilang mini yang menjamin efisiensi dan efektifitas penyediaan BBM jangka panjang.
Terkait pengembangan dan pengendalian lifting serta pemanfaatan dan pembangunan Floating Storage and Regassification Unit (FSRU) dan floating production, storage and offloading (FPSO), Dirut Pertamina diminta untuk memberikan data detail terkait RDMP (Refinery Development Master Plan) project dan Grass Root Refinery (GRR) beserta dengan sumber pembiayaannya.
"Untuk itu, dalam forum rapat ini Komisi VII meminta penjelasan yang komprehensif kepada Dirjen Migas dan PT Pertamina tentang kemajuan pembangunan infrastruktur hilir migas dan masalah-masalah yang dihadapi," ujarnya.
Komisi VII juga telah meminta kepada Dirut Pertamina untuk segera menyelesaikan sengketa tanah di wilayah Barito Timur, Makasar dan Nusa Tenggara Timur. emikian juga Bitung, yang diminta diselesaikan secara berkeadilan dengan berkoordiasi bersama instansi terkait. "Pada kesempatan ini, Komisi VII meminta penjelasan terkait hal perkembangan penyelesaian sengketa lahan di Makasar, Bitung, dan Barito Timur," tegas Gus Irawan. (mag)Pemerintah Tawarkan Lelang 15 Wilayah Kerja Migas
Sabtu, 08/07/2017 17:47 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral menawarkan 15 Wilayah Kerja (WK) Migas untuk dilelang pada tahun 2017. Wilayah Kerja yang ditawarkan itu terdiri dari 10 WK konvensional dan 5 WK non konvensional.
Lelang WK itu dipromosi langsung Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan saat bertemu para Chief Executive Officer (CEO) Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (7/7).
Acara bertajuk Breakfast Meeting with Minister of Energy and Mineral Resources with a discussion on Indonesia Petroleum Bidding Round 2017disebutkan merupakan acara yang pertama kalinya langsung dihadiri Menteri ESDM. Dalam kesempatan pertemuan tersebut Menteri ESDM meyakinkan kepada CEO KKKS bahwa usaha hulu migas di tanah air masih menarik.
Sedikitnya 52 KKKS skala besar migas diundang dalam pertemuan tersebut. Dijelaskan Jonan seluruh WK yang ditawarkan menggunakan kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract/PSC), skema gross split sesuai ketentuan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
Menurut Jonan, industri migas memiliki kompetisi dan tantangan tersendiri. Tantangannya tidak hanya harus berkompetisi di dalam industri migas saja, "kita harus saling bekerja sama dalam membangun industri ini, baik dari pemerintah, maupun dengan perusahaan sehingga industri ini tetap maju", ujar Jonan, seeprti dikutip esdm.go.id.
Dalam pertemuan antara Jonan dan sejumlah perusahaan itu sempat mengemuka pertanyaan tentang daya tarik skema gross split yang akan diterapkan pada WK migas yang ditawarkan itu. Menurut Jonan proses lelang WK migas kali ini dirancang agar tetap menarik di tengah lesunya harga minyak. "kita semua harus dapat menghadapi harga minyak saat ini yang hanya sekitar 50 dolar (AS) per barrel", tegasnya.
Seelumnya kepada wartawan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengungkapkan bahwa untuk memberikan kejelasan aspek perpajakan pada skema gross split, Kementerian ESDM bersama kementerian terkait sedang menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) baru.
"PPnya seperti PP 79/2010 dan ini sedang ditunggu para KKKS yang berminat terhadap blok-blok yang ditawarkan, tentu ini krusial. Saya berharap akhir bulan Juli 2017 bisa diterbitkan PP aturan perpajakan gross split", ujar Wamen Arcandra.
Berikut 10 (sepuluh) Wilayah Kerja Konvensional dan 5 (lima) Wilayah Kerja Non Konvensional yang ditawarkan untuk dilelang oleh pemerintah.
A. Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Konvensional Tahun 2017
Penawaran Langsung/Direct Offer
1. Andaman I, lokasi di Lepas Pantai Aceh, luasan 7.346 KM2
2. Andaman II, lokasi Lepas Pantai Aceh, luasan 7.399,85 KM2
3. South Tuna, lokasi Lepas Pantai Natuna, luasan 7.827,09 KM2
4. Merak Lampung, lokasi Lepas Pantai dan Daratan Banten-Lampung, luas 5.104,17 KM2
5. Pekawai, lokasi Lepas Pantai Kalimantan Timur, luas 7.775,83 KM2
6. West Yamdena, lokasi Lepas Pantai dan Daratan Maluku, luas 8.209,96 KM2
7. Kasuri III, lokasi Daratan Papua Barat, luas 752,39 KM2
Lelang Reguler/Reguler Tender
8. Tongkol, lokasi Lepas Pantai Natuna, luas 583,98 KM2
9. East Tanimbar, lokasi Lepas Pantai Maluku, 8.242,81 KM2
10. Mamberamo, lokasi daratan dan Lepas Pantai Papua, luas 7.783 KM2
B. Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional Tahun 2017
Penawaran Langsung/Direct Offer
1. MNK Jambi I, lokasi Onshore Jambi, luas 2.823,93 KM2 (Shale Hydrocarbon)
2. MNK Jambi II, Lokasi Onshore Jambi & Sumatera Selatan, luas 1.622,35 KM2 (Shale Hydrocarbon)
3. GMB West Air Komering, lokasi Onshore Sumatera Selatan, luas 1.085,00 KM2
Lelang Reguler/Reguler Tender
4. GMB Raja, lokasi Onshore Sumatera Selatan, luas 580,50 KM2
5. GMB Bungamas, lokasi Onshore Sumatera Selatan, luas 483,60 KM2. (rm)Presiden Revisi PP Biaya Operasi di Bidang Migas
Rabu, 05/07/2017 14:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Untuk meningkatkan gairah dan iklim investasi dan meningkatkan penemuan cadangan Minyak dan Gas Bumi nasional, serta untuk memberikan kepastian hukum pada kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi. Presiden Joko Widodo pada 15 Juni 2017 telah menyempurnakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha HuIu Minyak dan Gas Bumi.
Dalam PP tersebut pemerintah menegaskan, bahwa Kontraktor wajib membawa modal dan teknologi serta menanggung risiko dalam rangka pelaksanaan Operasi Perminyakan berdasarkan Kontrak Kerja Sama pada suatu Wilayah Kerja.
Selain itu, seluruh barang dan peralatan yang dibeli oleh Kontraktor dalam rangka Operasi perminyakan menjadi barang milik negara yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah dan dikelola oleh SKK Migas.
PP ini juga menyebut, untuk meningkatkan produksi, mendukung pertumbuhan ekonomi dan menjamin adanya penerimaan negara, Menteri menetapkan besaran dan pembagian FTP. Sedangkan untuk mendorong pengembangan Wilayah Kerja, Menteri dapat menetapkan bentuk dan besaran Insentif Kegiatan Usaha Hulu.
"Terhadap Insentif Kegiatan Usaha Hulu berupa Imbalan DMO Holiday, Menteri dapat menetapkan insentif itu setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan," tulis Pasal 10 ayat (3) PP ini, seperti ditulis setkab.go.id.
Dalam bagian lain disebutkan, dalam rangka membantu keekonomian Kegiatan Usaha Hulu, Menteri Keuangan memberikan insentif perpajakan dan insentif penerimaan negara bukan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, PP ini juga menegaskan, Menteri dapat menetapkan besaran bagi hasil yang dinamis (sliding scale split) pada Kontrak Kerja Sama.
PP ini juga menyebutkan, biaya operasi yang dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dan Pajak Penghasilan harus memenuhi persyaratan: a. dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan terkait langsung dengan kegiatan Operasi Perminyakan di Wilayah Kerja Kontraktor yang bersangkutan di Indonesia; b. menggunakan harga wajar yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa; c. pelaksanaan Operasi perminyakan sesuai dengan kaidah praktik bisnis dan keteknikan yang baik; d. kegiatan Operasi Perminyakan sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran yang telah mendapatkan persetujuan Kepala SKK Migas.
PP ini juga mengatur mengenai jenis biaya operasi yang tidak dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dan Pajak Penghasilan, yang di antaranya meliputi: a. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi dan/atau keluarga dari pekerja, pengurus, pemegang Participating Interest, dan pemegang saham; b. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali biaya penutupan dan pemulihan tambang yang disimpan pada rekening bersama SKK Migas dan Kontraktor dalam rekening bank umum Pemerintah Indonesia yang berada di Indonesia; dan c. Harta yang dihibahkan.
Sementara fasilitas perpajakan yang diberikan kepada Kontraktor pada tahap Eksplorasi dalam rangka Operasi Perminyakan, di antaranya terdiri atas: 1. Pembebasan pungutan Bea Masuk atas impor barang yang digunakan dalam rangka Operasi perminyakan; 2. Pajak Pertambahan Nilai atau pajak pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang tidak dipungut atas : a. perolehan Barang Kena Pajak tertentu dan/atau Jasa Kena Pajak tertentu; b. impor Barang Kena Pajak tertentu; c. pemanfaatan Barang Kena pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah pabean di dalam Daerah Pabean; dan/ atau d. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari Iuar Daerah Pabean di dalam Daerah pabean yang digunakan dalam rangka Operasi Perminyakan.
Sedang tahap Eksploitasi, termasuk kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan dan penjualan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dalam rangka Operasi Perminyakan, Kontraktor dapat diberikan fasilitas: a. Pembebasan .pungutan Bea Masuk atas impor barang yang digunakan dalam rangka Operasi Perminyakan; b. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang tidak dipungut atas: 1. perolehan Barang Kena Pajak tertentu dan/atau Jasa Kena Pajak tertentu; 2. impor Barang Kena Pajak tertentu; 3. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah pabean di dalam Daerah Pabean; dan/atau 4. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; yang digunakan dalam rangka Operasi Perminyakan. (rm)Uni Emirat Arab Kerjasama Pertamina Kelola 10 Ladang Migas
Jum'at, 19/05/2017 08:32 WIB
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyatakan United Arab Emirates berminat bekerja sama dengan Pertamina mengelola 10 wilayah kerja migas, yang baru ditugaskan Pemerintah kepada Pertamina.
"Jadi ada 10 wilayah migas, segera saja bicara di level selanjutnya, B to B (business to business)", ujar Menteri Jonan dalam keterangan pers usai memimpin delegasi Indonesia dalam pertemuan "The Second Republic of Indonesia-United Arab Emirates Economic Task Force" di Jakarta, Kamis, (18/05).
Dalam pertemuan itu delegasi Persatuan Emirat Arab yang dipimpin Menteri Energi PEA Suhail Mohammed Faraj Al Mazrouei menyatakan minatnya untuk kerjasama mengelola migas dengan Pertamina.
Menteri ESDM berharap rencana kerjasama ini berjalan lancar dan efisien, mengingat perusahaan migas asal PEA, Mubadala juga telah mengelola lapangan migas Ruby di Selat Makasar.
"Mudah-mudahan bisa jalan, karena mereka yakin juga bahwa operasi produksi yang dilakukan Mubadala juga sangat efisien," ujar Menteri Jonan.
Pada kesempatan yang sama Menteri Jonan juga menyampaikan adanya rencana pembelian langsung LPG dan minyak mentah Pertamina oleh Perusahaan Minyak Nasional PEA, ADNOC.
"Pada hari ini kita membicarakan beberapa potensi investasi dari PEA di Indonesia, termasuk di bidang migas yaitu pembelian langsung LPG dan minyak mentah dari ADNOC ke Pertamina, tanpa melalui pihak ketiga," tutur Jonan, seperti dikutip esdm.go.id.
Selain membicarakan kerja sama sektor energi, pertemuan itu juga membicarakan potensi kerja sama di bidang transportasi udara dan bidang ekonomi lainnya.
Menurut Suhail potensi kerjasama itu investasinya bisa mencapai 5 miliar dolar AS. Investasi itu utamanya diperuntukkan pembangunan pelabuhan, energi, pembangkit listrik tenaga surya, minyak dan gas bumi, serta bidang pertanian.
Adanya penambahan investasi sebesar USD 5 miliar, menurut Suhail, total nilai investasi UEA di Indonesia akan mencapai sekitar USD 7 miliar. Sebab total investasi saat ini telah mencapai sekitar USD 2 miliar.
Pertemuan The Second Republic of Indonesia-United Arab Emirates Economic Task Force merupakan tindak lanjut pertemuan sebelumnya di Abu Dhabi, pada 17 Januari 2017.
Hasil pembahasan pertemuan kali ini akan ditindaklanjuti pada pertemuan di pada level yang lebih tinggi dalam First Joint Committee Meeting yang akan dilaksanakan tahun 2017 ini. (rm)