JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Perdagangan dan Kementerian ESDM didesak untuk melakukan audit ulang terhadap penggunaan dispenser Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Menyusul ditemukannya banyak dispenser SPBU yang takarannya tidak sesuai ketentuan.

Kementerian Perdagangan dan Kementerian ESDM tak menerapkan standar dispenser secara baik dan hanya mengandalkan hasil akhir dalam bentuk uji tera.

Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtar Tompo mengatakan selama ini Kementerian Perdagangan dan Kementerian ESDM tak menerapkan standar dispenser secara baik dan hanya mengandalkan hasil akhir dalam bentuk uji tera.

Untuk itu ia meminta agar BPPT melakukan audit teknologi terhadap semua dispenser di SPBU. Mwenurutnya beberapa waktu lalu di Semarang, Jawa Tengah misalnya, ia menemukan di sebuah SPBU dengan melakukan uji volume BBM. Pada alat takaran 20 liter ternyata ada kekurangan sebasar -0,7. Jika ini dibagi 20 liter, maka didapatkan hasil -0,35 tiap liternya.

"Saya Melakukan pembagian 100 untuk mendapatkan nilai persentase. Jadi 0,35 : 100 : 0,0035 dikali rupiah. Jadi, 0,0035 : 20 liter : @ Rp 6.550 : Rp 131.000. Tiap 0,0035 kali 131.000 : Rp 458 (untuk 20 liter), jika dibagi 20 liter tadi, berarti ada kekurangan Rp 22,9 tiap liternya. Nah, di SPBU itu rata-rata BBM terjual 18-19 kilo liter per hari. Silakan dikalikan sendiri. Ini satu dari beberapa fakta yang terjadi," ungkap Mukhtar, Jumat (05/1).
 

Jika pengurangan itu dikalikan dengan berapa banyak BBM terjual tiap hari, bulan, dan tahun, berapa banyak kerugian konsumen dan berapa banyak pula keuntungan yang diraup pemilik SPBU. Padahal  kekurangan volume itu atas hak pembeli BBM.

Sementara di Indonesia diketahui terdapat kurang lebih 7600 SPBU. Politisi Hanura meminta agar alat ukur di setiap SPBU dipastikan terukur dengan adil. Ia menilai hal yang mungkin dianggap kecil ini, perlu dicarikan solusinya agar tidak terus menerus merugikan masyarakat.

Diakui Mukhtar kewenangan uji tera saat ini saat ini sedang dalam masa transisi untuk dilimpahkan dari Dinas Perdagangan Provinsi ke Dinas Perdagangan Kabupaten/Kota. Sayangnya, pelimpahan ini tak didukung dengan SDM yang memadai. Alat tera dari Kementerian Perdagangan lewat Direktorat Metereologi telah dibagi secara masif ke setiap kabupaten/kota lewat UPTD masing-masing. Faktanya, SPBU justru tak siap dengan SDM-nya.

Ia menilai SPBU memang belum siap dengan SDM dan peralatannya. Pertamina sendiri mengeluhkan atas banyaknya permintaan tera ulang yang lambat direspon pemerintah. Akibatnya, beberapa alat ukur tidak segera bisa dioperasikan.

"Persoalan ini jadi pintu masuk bagi pelaku usaha BBM yang bermental buruk dengan mengurangi volume takaran. Hak masyarakat pun tergerus," keluh politisi  dapil Sulsel I , seperti dikutip dp.go.id.

Kecurangan pelaku usaha SPBU, menjadikan Pertamina menanggung citra buruk. Mukhtar menilai perlu ada upaya maksimal dan koordinasi antara Pertamina, Kementerian ESDM, dan Kementerian Perdagangan untuk memastikan volume BBM yang dijual ke masyarakat tidak berkurang. Untuk itu, BPH Migas bisa menjembatani persoalan krusial ini.
 
"Saya sendiri merekomendasikan BPPT untuk membuat alat tera BBM digital. SPBU Wajib melakukan tera ulang secara berkala sesuai aturan. Dengan begitu, jika ada masyarakat yang merasa dirugikan, bisa komplain langsung ke SPBU setempat. (rm)

BACA JUGA: