JAKARTA, GRESNEWS.COM - Proses evakuasi Warga Negara Indonesia yang masih terjebak di wilayah konflik di Yaman masih terus dilakukan. Laporan terbaru dari Kementerian Luar Negeri menyebutkan, tim percepatan evakuasi yang dikirimkan pemerintah, Sabtu (4/4) kemarin, telah tiba di Tarim. Laporan itu menyebutkan, setelah menempuh jalan terjal berliku selama 21 jam, akhirnya tim dapat masuk ke Tarim, wilayah Yaman bagian Timur, sekitar 640 km dari Sana’a dan sekitar 848 km dari Salalah Oman, pada pukul 06.00.

"Kami harus berganti kendaraan sebanyak empat kali untuk sampai ke Tarim ini, karena tidak ada alat transportasi umum, seperti bus, sehingga harus menyewa kendaraan pribadi. Selain itu sepanjang jalan tim harus melalui pemeriksaan sebanyak lebih dari 5 kali," demikian disampaikan ketua Tim Salalah, Yusron B. Ambary seperti dikutip kemlu.go.id, Minggu (5/4).

Begitu sampai di Tarim dan bertemu dengan Ketua PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) Tarim, Tim langsung menyusun rencana yang akan dilakukan dalam waktu dekat. Rencananya, Tim akan bertemu dengan pimpinan Ribath Tarim (semacam pondok pesantren) dan sekitar 300 mahasiswa di Ribath tersebut dilanjutkan dengan pertemuan dengan dekan fakultas Syariah dan Hukum Universitas al-Ahqaf, dimana 540 mahasiswa sedang menempuh pendidikan tinggi di universitas ini.

Lebih lanjut, untuk menjajagi kemungkinan dapat dipergunakannya Bandara Udara Seiyun, Tarim (32 km dari kota Tarim), Tim juga akan bertemu dengan otoritas bandara tersebut. Malam harinya, Tim merencanakan untuk bertemu dengan sekitar 300 mahasiswa yang berada di wilayah Hadramaut dan sekitarnya.

Awalnya, Tim akan menjadikan ibu kota Hadramaut, Mukalla, sebagai titik pusat koordinasi untuk mengumpulkan mahasiswa dan pelajar Indonesia. Namun, menyusul insiden penyerangan bersenjata yang dilakukan oleh al-Qaeda, saat ini Mukalla dalam keadaan kurang kondusif karena kabilah-kabilah di Mukalla melakukan patroli bersenjata untuk menghalau kelompok al-Qaeda.
"Bandar Udara Mukalla saat ini masih dikuasai oleh Kabilah sedangkan pelabuhan dikuasai oleh al-Qaedah. Kabar terakhir, kontak senjata antara al-Qaedah dan aparat keamanan yang mencoba merebut pelabuhan dari tangan kelompok al-Qaedah," demikian laporan Yusron.

Setelah melihat kondisi yang berkembang lapangan, Tim berencana menjadikan Tarim sebagai titik pusat koordinasi mahasiswa pelajar/mahasiswa. Selain kondisi yang masih kondusif, jumlah pelajar/mahasiswa Indonesia di Tareem berjumlah sekitar 1500 orang, sementara di Mukalla berjumlah 500 an orang. Setelah mahasiswa yang akan dievakuasi dikumpulkan dalam safe house di Tarim, mereka akan diarahkan ke Salalah Oman baik melalui jalur darat dengan bus maupun dengan pesawat udara melalui bandara Seiyun untuk selanjutnya diterbangkan menuju Jakarta.

Terkait hal ini, Menlu RI Retno LP Marsudi meminta agar Yaman memberlakukan jeda kemanusiaan guna kelancaran proses evakuasi warga sipil. "Menlu RI meminta kepada semua pihak di Yaman agar memberlakukan jeda kemanusiaan (humanitarian pause) guna memberikan kesempatan bagi warga sipil dievakuasi keluar dari Yaman. Kesempatan ini akan digunakan oleh Pemerintah RI untuk melakukan evakuasi WNI secepatnya dari Yaman," demikian rilis dari Kemlu seperti yang diterima, Minggu (5/4).

Menlu Retno sendiri hingga pukul 16.30 WIB masih berada di Common Lounge Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng, Tangerang, Banten, untuk menyambut kedatangan WNI dari Yaman. Menlu Retno terus mengimbau agar WNI di Yaman bersedia untuk dievakuasi.

"Kita tak bisa memaksa WNI untuk dievakuasi. Tapi kita imbau agar mereka mau dievakuasi. Kita tidak pernah tahu bagaimana kondisi esok dan lusa. Karema kondisi bisa berubah dari aman menjadi tidak akan terjadi secara drastis," tutur Menlu Retno.

Tugas negara, imbuh Retno, adalah melindungi WNI, namun pihaknya juga tak bisa memaksa WNI itu untuk pulang dari Yaman. Berbagai langkah persuasif pun ditempuh. "Tugas negara adalah lindungi WNI tapi kita tak bisa memaksa. Kita imbau dengan persuasif, tim Kemlu dan Polri terus lakukan komunikasi persuasif pada mereka," jelas Retno.

Operasi evakuasi Yaman melibatkan 5 Perwakilan RI yaitu KBRI Sanaa, KBRI Riyadh, KBRI Muscat, KBRI Addis Ababa dan KJRI Jeddah. Hingga saat ini, belum ada WNI yang menjadi korban perang di Yaman.

"Alhamdulillah belum dan mudah mudahan tidak (tidak ada WNI yang tewas). Tim kita sangat kuat dari Jizan, Riyadh dan Jeddah turun. Di Muscat kita turun, Adis Ababa juga turun. Tim Jakarta yg dibantu TNI, Polri dan lain-lain, operasi evakuasi dilakukan dengan baik.

Apa kendala terberat evakuasi WNI di Yaman? "Keamanan yang bisa berubah tiap saat," jawab Menlu Retno yang memakai kemeja putih dan celana hitam saat menjemput WNI dari Yaman sore ini.

Pertempuran yang terjadi di Yaman semakin meluas semenjak Arab Saudi meluncurkan serangan udara pada 26 Maret lalu untuk menghentikan pergerakan pemberontak Houthi yang memaksa Presiden Abedrabbo Mansour Hadi ke Saudi. Ketua HAM PBB, Zeid Ra´ad Al Hussein menyebut Yaman kini berada di ambang kehancuran. Dewan Keamanan PBB akan menggelar rapat untuk membahas penghentian sementara pertempuran di Yaman. Opsi ini diajukan Rusia demi alasan kemanusiaan. (dtc)

BACA JUGA: