JAKARTA, GRESNEWS.COM - Skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) masih menyisakan banyak persoalan, salah satunya kurang bayar para obligor, seperti Sjamsul Nursalim. Kasus yang ditangani Kejaksaan Agung ini juga tak jelas penyelesaiannya.   

"Sudah di Datun (Perdata dan Tata Usaha Negara), Pidana Khusus sudah menyerahkan ke Datun, dan saat ini masih tahap negosiasi," kata Kepala Sub Direktorat Penyidikan Tipikor pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Sarjono Turin di Jakarta, Minggu (15/3).

Sjamsul Nursalim merupakan pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang mendapat kucuran dana BLBI sebesar Rp27,4 triliun. Setelah dilakukan sita aset dan lainnya, Sjamsul Nursalim ternyata masih belum melunasi kewajiban kurang bayar sebesar Rp4,758 triliun setelah diterbitkannya Surat Keterangan Lunas (SKL).  
SKL sendiri adalah kebijakan yang dikeluarkan pada tahun 2004 oleh Megawati Soekarno saat masih menjabat Presiden RI, yang tertuang dalam Instruksi Presiden (inpres) Nomor 8 Tahun 2002. Inpres itu menjanjikan para obligor yang melunasi utang BLBI dibebaskan dari tuntutan hukum, sesuai SKL yang diterbitkan.

Kasus itu bermula adanya dugaan penyalahgunaan dana BLBI yang dikucurkan pada sejumlah bank di Indonesia. Dalam proses penyelidikan Kejagung menetapkan Sjamsul Nursalim sebagai tersangka kasus penyalahgunaan dana BLBI dan bahkan telah diterbitkan surat penahanan.

Namun upaya penahanan Sjamsul gagal, karena Jaksa Agung Marzuki Darusman kala itu mengabulkan permohonan izin berobat Sjamsul ke Kokura Memorial Hospital, Osaka, Jepang, selama tiga minggu. Usai berobat, Sjamsul malah bersembunyi di Singapura sampai Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) menerbitkan SKL untuk Sjamsul.

KPK yang juga mengusut kasus BLBI, malah menangkap Ketua Tim Penyelidik BLBI BDNI, Urip Tri Gunawan. Ia diduga menerima suap dari kerabat Sjamsul Nursalim sebesar US$ 660 ribu setara Rp 6,1 miliar. Urip lalu divonis 20 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

KPK sendiri saat ini masih mendalami dugaan penyalahgunaan para penerima dana BLBI dan telah memanggil banyak pihak. Rini Soemarno yang saat itu menjabat Menteri Perdagangan juga telah dipanggil KPK. Bahkan KPK berencana memanggil Presiden saat itu Megawati Soekarnoputri.

Setelah terbitnya SKL, persoalan pidana obligor BLBI menjadi persoalan perdata. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), R Widyopramono menguatkan pernyataan Sarjono Turin jika kasus ini telah ditangani Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun).

Sayang Jamdatun Noor Rochmad enggan menanggapi sampai di mana upaya Kejaksaan Agung menagih sisa pembayaran utang Sjamsul Nursalim tersebut. Namun informasi yang dihimpun Gresnews.com, saat ini Kejaksaan Agung belum bisa menggugat perdata sisa pembayaran utang tersebut karena menunggu Surat Kuasa Khusus (SKK) yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan.

Jaksa Agung HM Prasetyo tak menanggapi banyak soal kurang bayar Sjamsul Nursalim. Prasetyo hanya berjanji akan menggandeng KPK, guna menuntaskan kasus kurang bayar utang BLBI Sjamsul Nursalim tersebut. "Kami akan kerjasama dengan KPK. Kita punya jaksa pengacara negara," kata Prasetyo saat menerima Plt Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki di Kejaksaan Agung, belum lama ini.

Namun Prasetyo belum dapat menjelaskan langkah konkrit, dalam upaya menagih utang Sjamsul Nursalim, yang kini bermukim di Singapura. "Saya rasa akan kita kaji. Kita koordinasikan dengan KPK," kata mantan Jamdatun ini.

KPK yang tengah mengusut BLBI khususnya terkait penerbitan SKL juga belum tahu kelanjutan penyelidikannya. Plt Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki tak bisa meyakinkan apakah penyelidikan BLBI itu akan dilanjutkan atau tidak. Bahkan kuat dugaan jika dua mega skandal yang tengah diselidiki KPK yakni BLBI dan Bank Century akan menguap begitu saja hingga masa akhir KPK Jilid III. Bagaimana dengan Kejaksaan Agung dalam kasus Sjamsul Nursalim?

BACA JUGA: