-
Penuntasan BLBI Pertaruhan Hukum
Selasa, 09/07/2019 21:23 WIBMemupuk Harapan Penuntasan Kasus BLBI
Jum'at, 05/07/2019 09:55 WIBJangan Setengah Hati Usut BLBI
Senin, 23/04/2018 01:37 WIBKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melimpahkan berkas perkara atas nama mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung ke Pengadilan Tipikor Jakarta. Sidang akan segera dimulai. Inilah salah satu momentum besar bangsa ini untuk mengungkap skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Tapi benarkah demikian?
Apakah cukup dengan satu terdakwa, kasus BLBI berarti tuntas? Bukankah masih banyak obligor yang seharusnya dimintai pertanggungjawaban namun tidak jelas ke mana rimbanya sekarang.
Video ini akan mengulas lagi duduk perkara BLBI yang sebenarnya. Penting disimak mengingat betapa negara berpotensi rugi ribuan triliun akibat kasus ini.
KPK Periksa Mantan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti
Selasa, 02/01/2018 19:28 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Prof Dorodjatun Kuntjoro Jakti sebagai saksi kasus dugaan korupsi penerbitan surat keterangan lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI). Penyidik memeriksa Dorodjatun terkait perannya sebagai Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
"Dorodjatun sebagai Ketua KSSK jadi perlu lihat karena surat tersebut ditandatangani saksi saat itu sebagai Ketua KSSK," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Selasa (2/1).
Febri mengatakan penyidik juga ingin mengetahui proses pembuatan surat tersebut. Sebab menurut Febri ada tahapan dalam penerbitan surat tersebut.
"Kita ingin tahu bagaimana proses pembuatan surat itu usulan siapa dan juga proses perdebatan sebelumnya seperti apa. Karena ada tahapan SKL itu terbit misalnya klasifikasi utang sebelumnya sampai diputuskan sluruh kewajiban selesai sehingga SKL bisa diterbitkan," kata Febri.
Dorodjatun menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada 9 Agustus 2001 hingga 20 Oktober 2004. Namun usai diperiksa KPK, Dorodjatun enggan menanggapi pemeriksaan KPK pada hari ini. Dorodjatun diperiksa sebagai saksi untuk dimintai keterangan tersangka Syafruddin Arsyad Temenggung.
"Tanya saja KPK," ujar Dorodjatun.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka selaku mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Kasus berawal pada Mei 2002, Syafruddin menyetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.
Namun pada April 2004 Syafruddin malah mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau yang disebut SKL (surat keterangan lunas) terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang memiliki kewajiban kepada BPPN.
SKL itu dikeluarkan mengacu pada Inpres nomor 8 tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002. KPK menyebut perbuatan Syafruddin menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 3,7 triliun. (dtc/mfb)KPK Kembali Periksa Mantan Menko Dorodjatun Terkait Kasus BLBI
Selasa, 02/01/2018 14:01 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Penyidik KPK memanggil mantan Menteri Koordinator Perekonomian Prof Dorodjatun Kuntjoro-Jakti untuk diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia).
"Diperiksa sebagai saksi dalam kasus BLBI untuk tersangka SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung)," tutur Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (2/1).
Dorodjatun tiba di gedung KPK, sekitar pukul 10.00 WIB. Ia mengenakan batik berwarna biru dan celana hitam dan langsung menaiki tangga menuju ruangan pemeriksaan.
Saat masuk gedung KPK ia tak banyak berkomentar kepada wartawan yang menghadangnya digedung KPK. Sebelumnya nama Dorodjatun tak ada dalam pemeriksaan KPK hari ini.
Dalam kasus BLBI ini, KPK telah menetapkan Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka, selaku mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Kasus ini berawal saat Syafruddin menyetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun pada Mei 2002.
Namun, pada April 2004, Syafruddin malah mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau yang disebut SKL (surat keterangan lunas) terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), yang memiliki kewajiban kepada BPPN.
SKL itu dikeluarkan mengacu pada Inpres Nomor 8 Tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri, yang saat itu menjabat Presiden RI. KPK menyebut perbuatan Syafruddin menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 3,7 triliun
Pada saat proses SKL itu dikeluarkan Dorodjatun menjabat Menteri Koordinator Perekonomian (9 Agustus 2001-20 Oktober 2004). Dorodjatun sebelumnya juga pernah diperiksa penyidik KPK dalam kasus SKL BLBI. Pemeriksaan itu dilakukan pada 4 Mei 2017. (dtc/rm)KPK Cegah 7 Orang Terkait Kasus BLBI
Jum'at, 08/12/2017 07:08 WIBKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pencegahan ke luar negeri terhadap 7 orang. Pencegahan ini terkait penyidikan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka eks Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Termenggung.
KPK melakukan pencegahan ke luar negeri pada 7 saksi. Yakni German Kartadinata alias Robert sejak 2 November 2017, Yusuf Swasya sejak 7 November 2017, Mulyati Gozali sejak 7 November 2017, Ferry Lawrentius Hollen sejak 9 Desember 2017, Benny Gozali 9 November 2017, Laura Rahardja sejak 28 November 2017, dan Maria Veronika sejak 28 November 2017.
Pencegahan ini berlaku hingga 6 bulan ke depan. "Tujuh orang tersebut merupakan saksi yang dibutuhkan keterangannya untuk penyidikan terhadap Syafruddin," ungkap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Kamis (7/12).
Syafruddin menjadi tersangka terkait penerbitan SKL terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI, yang memiliki kewajiban kepada BPPN.
KPK menyebut Syafruddin mengusulkan disetujuinya KKSK perubahan atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.
Dalam audit terbaru BPK, KPK menyebut nilai kerugian keuangan negara dalam kasus ini menjadi Rp 4,58 triliun. Nilai itu disebabkan Rp 1,1 triliun yang dinilai sustainable kemudian dilelang dan didapatkan hanya Rp 220 miliar. Sisanya, Rp 4,58 triliun, menjadi kerugian negara. (dtc/mfb)
KPK Panggil Direktur PT Gajah Tunggal Terkait Kasus SKL BDNI
Senin, 13/11/2017 12:01 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - KPK kembali melayangkan pemanggilan terhadap Direktur PT Gajah Tunggal Ferry Lawrentius Hollen terkait kasus penerbitan surat keterangan lunas (SKL) oleh BPPN terhadap Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Pemanggilan dilakukan penyidik menyusul pemanggilan pada Rabu (1/11) yang bersangkutan mangkir dari pemanggilan.
Ferry sediannya akan dimintai keterangannya sebagai saksi atas tersangka mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung. Hollen sebelumnya merupakan General Manager of GA dan HRD dari PT Gajah Tunggal.
"Ferry Lawrentius Hollen diagendakan bersaksi atas tersangka SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung)," tutur Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Senin (13/11).
Terkait dengan perusahaan Gajah Tunggal, KPK telah 2 kali memanggil eks Presiden Komisaris dan Direktur Keuangan PT Gajah Tunggal Mulyati Gozali sebagai saksi. Mulyati juga kompak tidak pernah hadir.
Syafruddin ditetapkan sebagai tersangka terkait penerbitan SKL terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI, yang memiliki kewajiban kepada BPPN.
KPK megungkapkan bahwa Syafruddin mengusulkan disetujuinya KKSK perubahan atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.
Audit terbaru yang dilakukan BPK, disebutkan kerugian keuangan negara dalam kasus ini menjadi Rp 4,58 triliun. Nilai itu disebabkan Rp 1,1 triliun yang dinilai sustainable kemudian dilelang dan didapatkan hanya Rp 220 miliar. Sisanya, Rp 4,58 triliun, menjadi kerugian negara. (dtc/rm)Usut Kasus BLBI KPK Kembali Panggil Sjamsul dan Istrinya Itjih Nursalim
Senin, 06/11/2017 12:25 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - KPK kembali memanggil Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim, terkait penyelidikan kasus Bantuan likuiditas Bank Indonesia. Sebelumnya KPK telah memanggil keduanya sebanyak 2 kali, namun dalam pemanggilan itu mereka selalu mangkir.
"Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim diagendakan diminta keterangannya untuk melengkapi berkas perkara tersangka SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung/mantan Ketua BPPN)," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Senin (6/11).
Ditambahkan Febri, keduanya dipanggil terkait kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) terhadap Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Sjamsul disebut berperan selaku pemegang saham pengendali BDNI. Dia memiliki kewajiban kepada BPPN.
Keduanya diketahui masih berada di Singapura. Di lain pihak, KPK mengatakan akan terus berupaya menyampaikan surat panggilan pemeriksaan dengan bekerja sama pihak otoritas setempat.
Selain terhadap keduanya, KPK juga memanggil Direktur PT Gajah Tunggal Jusup Agus Sayono. Dia akan diminta keterangan untuk tersangka Syafruddin.
Jusup menjabat sebagai direktur pada tahun 2016. Saat ini Jusup juga menjabat sebagai Komisaris PT Polychem Indonesia Tbk sejak 2016 dan sebagai Direktur di PT Inoac Polytechno Indonesia sejak 2014.
KPK menyebut Syafruddin mengusulkan disetujuinya KKSK perubahan atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN sebesar Rp4,8 triliun.
Dalam audit terbaru BPK, KPK menyebut nilai kerugian keuangan negara dalam kasus ini menjadi Rp 4,58 triliun. Nilai itu disebabkan Rp 1,1 triliun yang dinilai sustainable kemudian dilelang dan didapatkan hanya Rp220 miliar. Sisanya Rp 4,58 triliun menjadi kerugian negara. (dtc/rm)Dalam Audit BPK, Kerugian Negara di Kasus BLBI Rp 4,58 T
Senin, 09/10/2017 18:54 WIBKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima audit investigatif terkait indikasi tindak pidana korupsi penerbitan surat keterangan lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) terhadap Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). KPK menyebut nilai kerugian keuangan negara dari laporan itu adalah Rp 4,58 triliun.
"Dari laporan tersebut nilai kerugian keuangan negara sebesar Rp 4,58 triliun dari total kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Senin (9/10).
Febri menyebut, menurut hasil audit BPK itu, disimpulkan adanya indikasi penyimpangan dalam pemberian SKL pada BDNI. Yaitu SKL tetap diberikan walaupun belum menyelesaikan kewajiban atas secara keseluruhan.
Nilai Rp 4,8 triliun yang disebut Febri terdiri dari:
- Rp 1,1 triliun yang dinilai sustainable dan ditagihkan kepada petani tambak
- Sedangkan Rp 3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi yang menjadi kewajiban obligor yang belum ditagihkan
- Dari nilai Rp 1,1 triliun itu kemudian dilelang oleh PPA dan didapatkan Rp 220 miliar. Sisanya Rp 4,58 triliun menjadi kerugian negara
Dalam kasus tersebut, KPK baru menetapkan seorang tersangka yaitu mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung. Kasus SKL BLBI ini terjadi pada April 2004 saat Syafruddin mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau yang disebut SKL terhadap Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI, yang memiliki kewajiban kepada BPPN.
SKL itu dikeluarkan mengacu pada Inpres Nomor 8 Tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri, yang saat itu menjabat Presiden RI. Megawati merupakan ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, tempat bernaung Presiden Joko Widodo. (dtc/mfb)Eks Preskom PT Gajah Tunggal Diperiksa Terkait Surat Keterangan Lunas BLBI
Jum'at, 16/06/2017 13:13 WIBJAKARTA,GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa eks Presiden Komisaris yang juga Direktur Keuangan PT Gajah Tunggal Mulyati Gozali. Mulyati diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) atas tersangka Syafruddin Arsyad Temenggung.
Selain Mulyati, KPK juga memanggil mantan pejabat Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Thomas Maria. Thomas Maria pada tahun 2000-2002, menjabat selaku Team Leader Loan Work Out I Asset Management Credit BPPN.
"Mulyati Gozali dan Thomas Maria dipanggil sebagai saksi untuk tersangka SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung)," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Jumat (16/6).
Sebelumnya pada Jumat (19/5), Mulyati juga sempat dipanggil KPK namun ia mangkir. Terkait PT Gajah Tunggal, pada Selasa (13/6) KPK memeriksa telah Direktur Utama PT Datindo Entry Com Ester Agung Setiawati. KPK mulai memetakan aset-aset milik obligor Sjamsul Nursalim dengan menelusuri pencatatan saham Gajah Tunggal di Biro Administrasi Efek Indonesia. PT Gajah Tunggal merupakan perusahaan produsen ban GT Radial.
Dalam kasus ini Syafruddin selaku mantan u Kepala BPPN telah ditetapkan sebagai tersangka. Dia sebelumnya menerbitkan SKL terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), yang memiliki kewajiban kepada BPPN tidak sebagai mana mestinya.
KPK menyebut Syafruddin harus mempertanggungjawabkan atas tindakannya mengusulkan disetujuinya perubahan atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.
Hasil restrukturisasi adalah Rp 1,1 triliun dinilai sustainable (berkelanjutan) dan ditagihkan kepada petani tambak Dipasena.
Sedangkan selisihnya tidak dibahas dalam proses restrukturisasi, sehingga seharusnya masih ada kewajiban obligor setidaknya Rp3,7 triliun yang belum ditagihkan. (dtc/rm)Kwik Kian Gie Sebut BDNI Masih Berutang Rp 3,7 Triliun
Selasa, 06/06/2017 14:01 WIBKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa mantan Menteri Koordinator Ekonomi Kwik Kian Gie terkait kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dia mengaku ditanya penyidik soal utang BDNI yang dibebankan pada tambak Dipasena.
"(Ditanya) Apa betul masih ada utang Rp 3,7 triliun? Saya katakan setahu saya iya," ungkap Kwik Kian Gie kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (6/6).
Kwik menyebut ada dua aspek yang ditanyakan penyidik. Yang pertama soal SKL yang dikeluarkan Kepala BPPN saat itu Syafruddin Arsyad Temenggung kepada BDNI pada 2004, padahal utangnya belum lunas. Sementara yang kedua adalah soal korupsi dan pencegahannya.
"Tadi tentang Dipasena, mengenai SKL yang telah diberikan. Terusan dari yang dulu, itu cuma sedikit sekali. Tapi yang paling banyak adalah saya diajak diskusi tentang pencegahan," tuturnya.
Sebelumnya Kwik juga pernah diperiksa KPK pada Kamis (20/4). Kapasitasnya sebagai Menko Perekonomian yang berurusan dengan BLBI dan semua konsekuensinya.
Kemudian pada Selasa (2/5) KPK juga memeriksa Menko Perekonomian yang menggantikan Kwik, Rizal Ramli. Rizal kemudian menyebut bahwa pemilik bank yang dibantu BLBI, untuk melunasi utang malah menyerahkan aset busuk yang nilainya tidak sepadan dengan pinjaman yang dilakukan. Salah satunya mengarah pada tambak Dipasena yang diserahkan BDNI, milik obligor Sjamsul Nursalim.
KPK menyebut Syafruddin mengusulkan disetujuinya Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) perubahan atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.
Hasil restrukturisasi sebesar Rp 1,1 triliun dinilai sustainable (berkelanjutan) dan ditagihkan kepada petani tambak Dipasena. Sedangkan yang Rp 3,7 triliun tidak dibahas dalam proses restrukturisasi sehingga seharusnya masih ada kewajiban obligor Rp 3,7 triliun yang belum ditagihkan. (dtc/mfb)Mengungkit Kasus Gagal Bayar Sjamsul Nursalim
Jum'at, 01/07/2016 09:00 WIBKejaksaan Agung belum juga mengajukan gugatan perdata atas kasus gagal bayar obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sjamsul Nursalim sebesar Rp4,4 triliun.
SP3 Massal Kasus Korupsi di Kejagung
Jum'at, 17/06/2016 17:00 WIBKejaksaan Agung menyatakan tengah melakukan program zero outstanding terhadap sejumlah kasus yang mangkrak di lembaganya.
Kejaksaan Ultimatum Samadikun Lunasi Uang Pengganti
Jum'at, 17/06/2016 13:00 WIBKejaksaan Agung memperingatkan Samadikun Hartono terpidana koruptor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Bank Modern segera melunasi uang pengganti sebesar Rp169 miliar tahun ini
Samadikun Berulah Ingkari Bayar Uang Pengganti
Kamis, 02/06/2016 19:00 WIBTerpidana koruptor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Bank Modern Samadikun Hartono kembali membuat ulah. Meski telah berjanji untuk melunasi uang pengganti ke negara, dengan cara mencicil selama 4 tahun. Ternyata hingga tenggat pertama pelunasan.