JAKARTA, GRESNEWS.COM - Alasan tak menemukan tanah pembanding untuk menghitung  nilai kerugian negara, penyelidikan kasus dugaan korupsi penjualan aset negara oleh Patal Bekasi terancam dihentikan Kejaksaan.  Penyelidikan kasus yang tinggal melimpahkan ke penuntutan itu kini mangkrak. "(Kasus) Patal Bekasi masih menunggu ahli, kalau Anda membantu, punya saksi ahli yang kami butuhkan boleh kasih masukan," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) R Widyopramono di Kejaksaan Agung, kemarin.

Diakui Widyopramono untuk membuat terang kasus ini perlu ada lahan pembanding untuk menilai kerugian. Namun pihaknya mengaku kesulitan mencari tanah pembanding dan ahli pertanahan untuk membandingkan nilai tanah. Sebab saat terjadinya pidana dengan kondisi sekarang harga tanah sangat jauh berbeda.

Penyidik juga telah berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mencari tanah pembanding tersebut. "Kita juga cari di BPN mengenai hal itu sehingga semuanya bisa membikin terang permasalahannya," kata Widyo.

Korupsi penjualan aset Patal Bekasi senilai Rp 60 miliar disidik oleh kejaksaan sejak 2012 lalu. Kasus ini ditingkatkanke penyidikan saat Direktur Penyidikannya masih dijabat Adi Toegarisma dan Jampidsus Andhi Nirwanto.

Widyo mengatakan dirinya tak ingin gegabah merampungkan kasus jika barang bukti tak kuat. Karena itu ia telah meminta penyidik untuk menyempurnakan berkas perkara untuk membuktikan terjadinya korupsi.

Penyidikan perkara yang sempurna, tambah Widyo, dapat menjadikan uang negara yang dikorupsi bisa dikembalikan.
Kasus penjualan aset negara ini terjadi pada 2012, saat itu PT Industri Sandang Nusantra (ISN) menjual asetnya berupa tanah Patal Bekasi seluas 160 hektar seharga Rp160 miliar. Lahan tersebut kemudian dialih fungsikan untuk membangun 286 rumah mewah, 433 unit rumah kantor (rukan), apartemen dan mal, serta sport centre.

Bertindak sebagai developer PT Arta Bangun Persada dan peletakan batu pertama dilakukan oleh  Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, 12 Desember 2012. Dalam praktiknya, penjualan aset tidak sesuai ketentuan harga pasar sehingga mengakibatkan kerugian negara hingga Rp60 miliar.

Dalam kasus ini telah tiga orang yang ditetapkan tersangka. Mereka adalah Direktur Utama PT Industri Sandang Nusantra (ISN) Leo Pramuka, Direktur Keuangan PT ISN Widjaja Kresno Brojonegoro dan seorang karyawan bernama Efrizal. Ketiganya juga telah dicekal untuk bepergian ke luar negeri sejak dua bulan lalu, namun hingga kini ketiganya tidak dilakukan penahanan.

Pembentukan Tim Satgassus pemberantasan korupsi Kejaksaan Agung, tiga bulan lalu ternyata juga tak mendorong penuntasan kasus-kasus korupsi lama yang mangkrak di Kejaksaan Agung. Padahal pembemtukan Satgas ini salah satu tugasnya mempercepat penyelesaiaan kasus-kasus yang mangkrak di Kejaksaan Agung. Selain kasus korupsi Patal Bekasi ini juga terdapat sejumlah kasus yang bernasib sama, seperti Kasus korupsi BJB Tower dan ATC Simulator.

Tak heran jika penggiat anti korupsi menilai kerja Tim Satgassus belum memuaskan. Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan juga mempertanyakan  penuntasan kasus rekening gendut kepala daerah, salah satunya kasus rekening gendut Nur Alam.

Juga Direktur Centre For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi‎ menilai keberadaan Satgassus hanya pencitraan Kejaksaan. Pasalnya jaksa masih belum tegas terhadap kasus-kasus mangkrak. Apalagi dalam kasus- kasus tersebut  telah ditetapkan tersangka.

BACA JUGA: