JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah melalui Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ainun Na’im menilai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tidak mengandung unsur diskriminasi terhadap semua profesi guru dan dosen. Khususnya yang berstatus honorer terkait tunjangan dan sertifikasi. Sebab dua poin tersebut bagi pengajar honorer tidak mungkin ditanggung negara lantaran tidak ada hubungan kedinasan publik.

Ainun menjelaskan dalam keadaan yang berbeda, perlakuan berbeda bukan suatu bentuk diskriminasi. Mengacu pada teori hukum, prinsip perlakukan sama hanya bisa diterapkan untuk keadaan yang sama. Sehingga aturan pembiayaan pemerintah untuk gaji guru dan dosen PNS bukan bentuk diskriminasi. Sebab hal itu merupakan kewajiban pemerintah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan umum dan pelayanan publik.

"Dalam praktiknya pemerintah memberikan hak yang sama bagi guru PNS dan non PNS, kecuali jaminan pensiun bagi guru non PNS didasarkan perjanjian kerja," ujar Ainun saat memberikan keterangan dalam sidang pengujian UU Guru dan Dosen dan UU Sisdiknas di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (2/3).

Ia melanjutkan, tidak mungkin negara membiayai guru dan dosen non PNS. "Sebab tidak ada hubungan kedinasan publik dan hanya bersifat kontraktual. Sehingga alokasi gaji pengajar non PNS tidak bisa dituangkan ke dalam APBN," tegasnya.

Ainun menyimpulkan, pembedaan gaji pengajar antara yang PNS dan non PNS bisa dikatakan logis dengan alasan tidak ditetapkan dalam APBN. Untuk itu ia menilai pengujian kedua UU ini harus ditolak atau tidak diterima.

Sebelumnya, pemohon yang merupakan guru non PNS sekolah negeri di Banyuwangi diantaranya Fathul Hadie Utsman, Sanusi Afandi, Saji, dan Ahmad Aziz Fanani memohon pengujian UU Guru dan Dosen. Pasal yang dimohonkan untuk diuji yaitu Pasal 13 Ayat (1), Pasal 14 Ayat (1) huruf a, Pasal 15 Ayat (1) dan Ayat (2) UU Guru dan Dosen.

Mereka berargumen, ketentuan dalam UU tersebut dinilai diskriminatif dan mengakibatkan ketidakadilan antara guru PNS dan non PNS soal hak sertifikat pendidik, penerimaan gaji, dan penerimaan tunjangan profesi. Menurut kuasa hukum pemohon Fathul Hadie Utsman, hanya guru PNS saja yang dapat menerima hak tersebut.

"Guru non PNS yang mengajar pada sekolah yang didirikan pemerintah walaupun mempunyai sertifikat pendidik, tetap saja tidak memperoleh tunjangan profesi karena belum dianggap sebagai guru tetap. Perlakuan ini merupakan bentuk diskriminatif dan tidak adil karena karena digaji dengan jumlah yang kecil," ujar Fathul.

UU Sisdiknas juga digugat oleh pemohon diantaranya Fathul Hadie Utsman, Sumilatun, Aripin, Hadi Suwoto, dan Sholehudin. Mereka adalah guru kontrak di sekolah swasta. Mereka menggugat Pasal 49 Ayat (2) UU Sisdiknas. Fathul juga menjadi kuasa hukum atas pengujian UU ini. Fathul menyebutkan anggaran gaji guru dan dosen yang diangkat melalui pemerintah dialokasikan melalui APBN. Mereka merasa tidak mendapatkan gaji dari APBN merupakan bentuk diskriminatif negara.

PPasal-pasal itu bertentangan dengan Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945 bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum serta berhak bekerja, mendapat imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja," ujar Fathul.

BACA JUGA: