Jakarta - Elemen masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan (KAKP) mengajukan permohonan pengujian UU terkait penyelenggaraan Rintisan Sekolah bertaraf Internasional (RSBI) yang didasarkan Pasal 50 ayat 3 UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

"Penyelanggaraan sekolah ini diyakini telah melanggar hak konstitusi warga negara dalam pemenuhan kewajiban mengikuti pendidikan," kata salah seorang aktivis yang berprofesi sebagai dosen, Jimmy Faat, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (28/12).

Menurut Jimmy, pendidikan yang sejatinya merupakan prasyarat bagi pelaksanaan hak asasi manusia dirancang dan dibatasi tidak untuk seluruh rakyat Indonesia. Hal itu tercermin dengan adanya ketentuan mengenai RSBI. "Ketentuan tersebut memiliki kesamaan dengan tujuan Sisdiknas tentang BHP (Bantuan Hukum Pendidikan), sehingga diyakini sebagai pintu masuk untuk meliberalisasi pendidikan di Indonesia," ujar Jimmy.

Untuk diketahui, KAKP terdiri dari Andi Akbar Fitriyadi, Nadya Masykuria, Milang Tauhida, Jumono (Orang Tua Murid), dan Lodewijk F. Paat (praktisi pendidikan), Bambang Wisudo (aktivis pendidikan), serta Febri Hendri dan Antoni Arif (aktivis pendidikan).

Oleh karena itu, lanjut Jimmy, pihaknya meminta kepada MK untuk meyatakan bahwa pasal a quo tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. "Kami meminta MK dalam putusan akhir nanti menyatakan bahwa Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas tentang RSBI tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,"paparnya.

BACA JUGA: