JAKARTA, GRESNEWS.COM - Polisi telah menetapkan Brigadir Susanto sebagai pembunuh Kepala Denma Polda Metro Jaya AKBP Pamudji namun masih menyisakan ganjalan. Setidaknya ada lima kejanggalan yang patut dipertanyakan dalam kasus terbunuh Pamudji .

Neta S Pane dari Indonesia Police Watch (IPW) menyampaikan keganjilan itu adalah. Pertama, isi pertengkaran Pamudji dan Susanto harus ditelusuri, apakah ada menyangkut hal hal yang bersifat pribadi, yang menunjukkan
sesungguhnya ada konflik lama antar keduanya, sehingga bisa ditelusuri motif yg sesungguhnya di balik penembakan. "Jika hanya karena persoalan tidak mengenakan seragam, kemudian terjadi penembakan, sepertinya fakta ini masih sulit diterima logika," kata Neta dalam siaran pers yang dikirim ke Gresnews.com (Minggu 23/3).

Kedua, semula senjata Susanto sudah diambil dan dikantongi Pamudji. Jika Susanto yang menembak Pamudji, kapan Susanto mengambil pistol itu dari kantung celana Pamudji. Ketiga, jika Pamudji bunuh diri seharusnya di pistol itu ada sidik jari Pamudji. Begitu juga jika Susanto yang menembak tentu ada sidik jarinya. Apakah, bisa begitu cepat sidik jari dihapus dari pistol tersebut, mengingat setelah terdengar letusan sejumlah polisi langsung berdatangan ke Tempat Kejadian Perkara (TKP).

Keempat, para saksi mendengar dua kali letusan dan selongsong peluru bekas di pistol Susanto juga ada dua.  Tapi luka tembak di bagian wajah Pamudji hanya ada satu bekas tembakan, sementara di dinding ditemukan
dua bekas tembakan. Kelima, kemana senjata api Pamudji. Apakah sebagai perwira berpangkat AKBP, Pamudji tidak membawa senjata api, sementara Susanto yang hanya berpangkat brigadir dan anggota Pelayanan Musik
membawa senjata api?

Menurut Neta, penyidik perlu mencari bukti-bukti lain dan keterangan saksi-saksi untuk meyakinkan bahwa memang Susanto yg benar-benar melakukan penembakan. Sehingga saat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dilimpahkan ke kejaksaan dan masuk ke pengadilan tidak ada kendala lagi. Namun jika bukti-bukti maksimal tidak ditemukan polisi dan pengadilan kemudian membebaskan Susanto, tentu hal itu akan menjadi tamparan bagi Polri. "Inilah tantangan terberat bagi Polda Metro Jaya dlm menangani kasus terbunuhnya AKBP Pamudji," ujarnya.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Heru Pranoto mengatakan telah memiliki bukti kuat atas persangkaan pembunuhan yang disandangkan kepada Susanto itu. "Kami sudah punya dua alat bukti, dan itu sudah cukup," ujar Heru, Minggu (23/3).

Ia mengungkapkan sudah memiliki dua dari lima alat bukti agar kasus tersebut bisa dilimpahkan ke kejaksaan. Aturan mengenai alat bukti dalam KUHAP ada lima yakni bukti surat, keterangan saksi, keterangan ahli, bukti petunjuk dan keterangan tersangka yang paling tidak harus dimiliki dua alat bukti di antaranya.

"Kami ada bukti laporan polisi (LP) itu sebagai surat dan keterangan saksi serta bukti-bukti petunjuk lain," imbuh Heru.

Hingga saat ini Brigadir Susanto masih tetap membantah bahwa ia telah menembak atasannya, Pamudji. Hingga ditetapkan sebagai tersangka, anggota Pelayanan Markas (Yanma) Polda Metro Jaya itu masih saja membantah tuduhan tersebut.

Menurut Heru meski dibutuhkan, keterangan tersangka tidak menjadi patokan bagi penyidik. "Keterangan tersangka itu nilainya paling akhir. Tersangka membantah pun tidak jadi masalah bila kita memiliki bukti lainnya," ujarnya.

Sebelumnya untuk memperkuat persangkaan terhadap Susanto, penyidik melakukan olah TKP dan rekosntruksi mini berulang-ulang. "Penyidik sudah melakukan 2 kali olah TKP dan pra rekon," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (21/3).

Rikwanto mengatakan, pra-rekonstruksi ini dilakukan tanpa melibatkan Susanto, tetapi menggunakan pemeran pengganti. "Belum saatnya (melibatkan Susanto) karena ini kan baru pra rekon. Nanti kalau rekonstruksi baru dilibatkan tersangkanya," kata Rikwanto.

Adapun pra-rekonstruksi ini, lanjut Rikwanto, dilakukan agar penyidik mendapat gambaran peristiwa di lapangan yang sebenarnya. Pra-rekonstruksi ini dilakukan berdasarkan keterangan tersangka, saksi-saksi dan hasil laboratorium.

"Dari hasil laboratorium mengenai bekas tembakan di dinding juga bisa tergambar posisi tersangka dan korban saat itu ada di mana," imbuh Rikwanto.

Lebih jauh, disampaikan Rikwanto, olah TKP dan pra-rekonstruksi yang digelar secara berulang kali ini untuk mendapatkan keyaninan penyidik tentang fakta di lapangan dan sebagai ketelitian para penyidik.
(dtc)

BACA JUGA: